Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Al-Ghazâlî dan Ibnu Maskawaîh dan Relevansinya dengan Pendidikan Karakter

Di era globalisasi yang ditandai dengan pesatnya laju ilmu pengetahuan dan teknologi berimplikasi pada memudarnya dimensi kekuatan kritis dari rasio ketertundukan pada fakta-fakta empirik dan bergesernya tatanan moral dari pemenuhan dorongan hedonistik. Kewajiban kaum intelektual dalam kondisi kontemporer yang tengah berada dalam ketidakamanan ontologis adalah mencari konfigurasi nilai-nilai yang disatu pihak menjamin kelangsungan kepribadian bangsa dan pada pihak yang lain relevan dan mampu berbicara dengan situasi dan kondisi masyarakat yang baru dan sedang beralih terus menerus.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemikiran al-Ghazâlî dan Ibnu Maskawaîh tentang konsep pendidikan akhlak, persamaan dan perbedaan komponen pendidikan akhlak, dan relevansi pendidikan akhlak menurut keduanya dengan pendidikan karakter di Indonesia.

Penelitian ini bertolak dari pemikiran bahwa perpaduan antara nilai-nilai akhlak sufistik al-Ghazâlî dan nilai-nilai akhlak rasional Ibnu Maskawaîh akan meningkatkan kemampuan bangsa untuk melihat pembangunan itu dalam perspektif trancendental, melihat akhlak sebagai sumber motivasi pembangunan dan untuk ikut serta dalam menyelami ilmu pengetahuan modern masa kini. Dengan demikian, dapat ditingkatkan kemampuan untuk mengintegrasikan akal dan akhlak dalam menghadapi masalah-masalah pembangunan dan meningkat-kan kemampuan bangsa dalam menjalani moral reassoning.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis ini. Jenis datanya dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu data primer dan data sekunder. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah studi kepustakaan. Pada akhirnya dalam proses analisis data dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Dari hasil penelitian ini, dapat diperoleh kesimpulan bahwa (1) pendidikan akhlak al-Ghazâlî dan Maskawaîh, didasarkan pada konsepnya tentang manusia. Keduanya mendefinisikan tujuan pendidikan akhlak untuk terwujudnya pribadi susila yang lahir dari perilaku-perilaku luhur atau budi pekerti mulia secara spontan untuk memperoleh al-Sa’adah. Kesempurnaan manusia sangat erat kaitannya dengan keutamaan. Untuk menentukan keutamaan tersebut keduanya menggunakan doktrin jalan tengah, (2) pendidikan akhlak dapat memenuhi fungsi yang sangat penting dalam perkembangan sosial di Indonesia, apabila: (a) berusaha untuk memupuk motivasi yang kuat dengan cara memahami kenyataan-kenyataan sosial yang terdapat di masyarakat, (b) berusaha untuk merangsang peserta didik untuk mengamalkan iman mereka, dan (3) pendidikan karakter dan pendidikan akhlak semakna dan sejalan, yakni suatu usaha sadar untuk membantu individu mempunyai kehendak untuk berbuat sesuai dengan nilai dan norma serta membiasakan perbuatan tersebut dalam kehidupannya.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *