UINSGD.AC.ID (Humas) –Apalah gunanya omongan jika ia tak bermetamorfosa menjadi tindakan dan kerja. Sekadar omong, ia mungkin tak akan mengubah apapun. Seumpama gema yang memantul, gaung juga raungnya bisa saja memecah telinga dan mencuri perhatian tapi sebentar kemudian ia segera hilang. Senyap.
Omongan bisa saja menggugah bahkan mungkin mengubah keadaan tapi sebagai susunan kalimat lisan ia tak akan bersifat kekal, ia bisa kehilangan magnet pesonanya jika ia tak berjejak dalam realitas yang kongkret. Inilah kenapa dalam dunia tulis menulis berlaku dalil, “Verba volant scripta manent” (ucapan menguap, tulisan menetap).
Ya, sekadar omong apa gunanya!
Kerja, karya, lalu tindakan adalah mekanisme yang bisa mengubah omong menjadi nyata. Dalam terang pikir Hannah Arendt ketiga ikhwal itu disebutnya sebagai “Vita Activa”. Disebut begitu, karena ketiga ikhwal ini adalah sesuatu yang niscaya bagi manusia. Ini juga yang menjadi “differentia specifica” manusia dengan hewan bahkan dengan kehidupan para dewa sekalipun.
Secara rigid, Arendt memang membedakan ketiganya bagaimana ia beroperasi dan memengaruhi kehidupan manusia. Tapi Vita Activa secara serampangan bisa saja kita katakan sebagai mekanisme yang membuat omongan menjadi penuh makna dan terhormat.
Kata harus diberi nyawa. Kerja, karya dan tindakanlah yang menghidupkan. Acta, non verba!
Ruang bersama
Caranya dengan menciptakan ruang bersama. Dengan tegas Hannah Arendt berkata “Keutamaan hidup dalam republik adalah kegembiraan untuk tidak sendirian.”
Ini soal bagaimana menciptakan ruang bersama yang memberikan keleluasaan bagi siapapun untuk hadir. Keleluasaan untuk ada apalagi berkarya, bukankah itu adalah kegembiraan?
Bahwa setiap orang memiliki peluang, kesempatan dan hak yang sama untuk menunjukkan potensi, jati diri dan identitasnya, tanpa intimidasi dan dominasi. Tanpa menganggap non sense selainnya.
Menciptakan ruang bersama yang penuh kegembiraan adalah menampik secara tegas pesona yang menjijikkan dari tindakan menganggap adanya keistimewaan orang atau kelompok tertentu.
Ruang bersama adalah kesediaan untuk berbagi simpati, toleransi, bersenyawa dan kebiasaan berbela rasa. Inilah kolaborasi. Dalam kolaborasi setiap orang memiliki peran dan kontribusi sepadan yang sama dengan kapasitas dan kapabilitasnya untuk mau bekerjasama dan sudi sama-sama bekerja.[]
Radea Juli A. Hambali, Wakil Dekan III Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung