PEMUDA DAN PATRIOTISME

(UINSGD.AC.ID)-Suatu ketika Rasulullah saw pernah bersabda. “Aku pesankan agar kalian berbuat baik kepada para pemuda, karena sebenarnya hati mereka itu lembut. Allah telah mengutus aku dengan agama yang lurus dan penuh toleransi, lalu para pemuda bergabung memberikan dukungan kepadaku. Sementara para orang tua menentangku.” Melalui pesan ini, Baginda Nabi menegaskan, bahwa pemuda dengan penuh patriotisme telah menjadi entitas yang memberi advokasi pada perjuangan Baginda Nabi.

Sejarah pemuda adalah sejarah tentang kebebasan. Ultimate gol dari kebebasannya adalah kebahagiaan. Kebahagiaan tertinggi bagi pemuda bukan terletak pada pencapaian kehendak untuk kesenangan (the will to pleasure), atau pencapaian kehendak untuk kekuasaan (the will to power). Kebahagiaan sejati bagi mereka terletak pada pencapaian kehendak untuk menemukan makna (the will to meaning). Makna yang ditemukan dalam sejarah pemuda, adalah patriotisme. Yakni spirit untuk terus berjuang dan berkorban agar menjadi pelaku sejarah. Berjuang untuk menjadi subjek, bukan objek. Menjadi pelopor bukan pengekor.

Namun karena derasnya kepungan budaya populer dan lemahnya etos agama. Bila dimetaforkan, pemuda hari ini laksana cermin retak. Mereka sering kali melihat segala sesuatu dari sudut bayang-bayang kepentingan masing-masing. Instan, hedon, pragmatis adalah sederet karakater yang tengah menerpa sebagaian pemuda hari ini. Dalam dominasi karakter itu, tidak sedikit diantara mereka yang terjebak pada prolonged infantilisme sydrome, yakni sindrom masa kekanak-kanakan yang panjang. Efeknya, hilanglah kedewaaan serta keberanian mengambil sikap sebagai patriotis dengan menanggung segala resikonya untuk kemudian terlibat aktif melakukan perubahan nasib diri dan bangasanya.

Dalam kondisi demikian, harmoni dengan momentum sumpah pemuda, menarik untuk menyimak model fitrah kepahlawanan dalam diri, sebagaimana diungkap psikolog Carl S. Pearson. Meminjam asumsi Pearson, setiap pemuda bisa menghadirkan kehidupan luar biasa apabila mampu menggerakan apa yang disebutnya sebagai “The power of mythic archetypes”, yakni mitos tentang fitrah kepahlawanan dalam diri.

Lebih lanjut Pearson mengintrodusir ada enam model fitah kepahlawanan dalam diri, yakni; model orphan (yatim piatu), wanderer (pengembara) warrior (pendekar), altruist (murah hati), innocent (bersahaja), model magician (tukang sulap).
Pertama, model orphan atau yatim piatu. Karena tidak ada ayah dan ibu, asumsi dasar tentang hidup adalah penderitaan. Dalam model ini, sang patriot adalah mereka mengerahkan segala kemampuan diri untuk mengurai berbagai macam kesulitan dan kerumitan yang dihadapi. Ia tidak larut meratapi penderitaan dan berpangku tangan sembari menghayal datangnya dewa penolong. Ia terus bergerak, meski harus bermandikan keringat, air mata bahkan darah sekalipun. Dalam model ini, bila malam hari lazimnya orang tengah bermimpi dalam lelap tidurnya. Ia memilih bangun untuk berjuang mengejar mimpinya.

Kedua, model wanderer atau pengembara. Dalam model ini hidup diasumsikan sebagai padang lapang pertualangan. My life my adventure, itulah jargon populer perjuanganya. Pada model ini, sang patriot adalah mereka yang berpetualang dalam menemukan kesadaran sejati, yakni; sadar diri, sadar posisi, dan sadar fungsi. Dalam kesadaran ini, kesajitian hidup sebagai ending petualangan akan ditemukan. Patriotis dalam model ini adalah mereka yang terus berpetulang demi kesejatian diri meski aral melintangi.

Ketiga, model warrior atau pendekar. Pada model ini, hidup diasumsikan sebagai arena pertarungan. Bertarung melawan ketidak adilan, penindasan, kedzholiman, penistaan, kemiskinan, kebodohan, kejahatan, penghianatan dsb. Agar bisa bertarung, maka fokus hidup mereka adalah memperkaya diri dengan ilmu dan melatih diri dengan keterampilan. Dalam model ini sang patriot adalah mereka yang dengan ilmu dan keterampilan dirinya berani bertarung untuk melawan kesenjangan dan ragam ketidakadilan.

Keempat, model altruist, murah hati. Pada model ini, hidup diasumsikan sebagai ladang untuk amal baik. Tuhan menciptakan kehidupan dan kematian adalah untuk menguji siapa yang paling baik amalnya (Qs. Al-Mulk:2). Patriot sejati adalah mereka yang di manapun, kapanpun bareng dengan siapapun dalam posisi bagaimanapun tugasnya adalah berbuat baik. Baginya Hidup bukan sekedar memerangi keburukan, tetapi juga menghadirkan kebaikan. Dalam model altruis, sang patriotis adalah mereka yang fastabiqul khairat, yakni berlomba-loma dalam kebaikan.

Kelima, model innocent, bersahaja. Pada model ini, hidup diasumsikan sebagai arena penuh suka cita. Dunia adalah panggung gembira yang menghibur. Kesedihan adalah kegembiraan yang salah tempat. Dalam model ini, patriotis adalah mereka yang berjuang untuk berdamai dengan segala situasi sekaligus berbaik sangka terhadap kenyataan. Bila kenyataan tidak sesuai harapan, ia tidak mengeluh, tetapi segera mengambil hikmahnya. Mengambil hikmah atas kenyataan yang tidak sesuai harapan, adalah sikap yang menentramkan. ”Jangan mengeluh saat kopimu dingin, sebab dia pernah hangat namun engkau abaikan”. Kira-kira itulah jargon kaum innocent.

Keenam, model magician, tukang sulap. Pada model ini hidup ini diasumsikan sebagai seni menciptakan sesuatu. Tugas patriotisnya adalah menciptakan sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada. Sang patriot pada model ini adalah mereka yang kaya gagasan dan kaya kreativitas.
Kreativitas baginya menjadi bagian dari wujud keberadaanya. Bila Rene Descartes pernah berkata, cogito ergosum, aku berfikir maka aku ada. Maka bagi kalangan magician menjadi, aku kreatif maka aku ada.

Momentum Sumpah Pemuda, sejatinya menjadi medium untuk melakukan refleksi. Yakni, inner journey, perjalan ke dalam diri untuk kemudian dengan kejujuran intelektual (intelectual honesty) bertanya, sudahkan spirit patriotisme para pemuda yang bersumpah pada tgl 28 Oktober 1928 mengejawantah dalam hidup kita?. Anda pasti bisa.

Aang Ridwan, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Sumber, Galamedia 29 Oktober 2021.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *