Ketika Jabal Rahmah Menyapa Wanita

Jabal Rahmah di Arafah, Arab Saudi yang dipenuhi oleh coretan.(SHUTTERSTOCK / Sony Herdiana)

UINSGD.AC.ID (Kampus I) — Jabal Rahmah adalah monumen tempat dipertemukan kembali Nabi Adam As dengan Siti Hawa, setelah mereka melakukan perjalanan suci untuk kembali kepada Allah, karena mereka melanggar larangan.

Diantara larangan itu, mereka berdua memperlihatkan aurat dengan melepas pakaiannya atas tipu daya setan yang hadir menyebut diri sebagai wali. Dalam petunjuk Qs. Al-A’raf ayat 27 dijelaskan, “Wahai anak cucu Adam, Janganlah kalian tertipu oleh setan, sebagaimana dia telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya”.

Dalam telaah pegiat cultural studies. Hari ini kita tengah dikepung oleh budaya pemujaan tubuh. Sebuah budaya yang kontras ditandai bahwa pusat kesadaran manusia bukan lagi pada akal dan budi, melainkan pada tubuh. Anak milenial hari ini merasa berdosa kalau tubuh mereka tidak langsing, kulit mereka tidak putih dan glowing, dan pakaian mereka tidak matching.

Filsafat hidup kaum wanita hari ini, adalah be beautiful. Karena itu, sahabat karib mereka adalah skincare bermerk, tempat nongkrong mereka adalah salon dan klinik kecantikan, tempat wirid mereka adalah gymnastik. Aerobic, yoga, salsa, dan jumba adalah sederet rutinan yang berdosa bila mereka tinggalkan.

Bagi mereka yang merasa dirinya cantik. Maka kecantikannya tidak hanya mereka nikmati sendiri, tetapi harus membawa misi propaganda. Orang lain harus tahu kalau dirinya cantik. Karena itu dengan serentak sontak, mereka umbar sensualitas dan keseksian tubuhnya. Ketika setiap mata kaum lelaki berdecak kagum. Saat itu ada rasa seperti telah berhasil menjalankan misi. Sementara mereka yang merasa dirinya tidak cantik, mereka berjuang melawan insecure seraya bersembunyi di belakang gaya hidup mewah dengan outfit yang serba branded.

Terkait budaya pemujaan tubuh, kini lahirlah dua tipe wanita, yakni; wanita protektif dan “relatip”. Wanita protektif adalah mereka yang menyadari setulus hati dan sedalam jiwa bahwa apa yang mereka miliki, termasuk tubuhnya, adalah anugerah terindah, sekaligus aset berharga. Karena itu, tubuhnya bukan hanya harus dirawat, tetapi juga harus dijaga dengan seksama.

Mata dengan melihatnya, telinga dengan mendengarnya, bibir dengan ucapnya, hidung dengan penciumannya, tangan dengan kemampuan menggenggamnya, kaki dengan langkahnya. Itu semua harus dirawat dan dijaga. Apalagi bagian-bagian pada wilayah tertentu yang menjadi identitas kesucian, sebut saja bagian-bagian yang termasuk aurat. Semuanya harus dijaga ketat.

Sementara wanita “relatip” adalah akronim dari kata “rela diintip”. Tipe wanita ini dengan penuh kesadaran sangat gemar mengumbar bahkan mengobral auratnya. Di dunia nyata apalagi di dunia maya, mereka seakan menemukan tempat yang paling nyaman untuk berbagi kecantikan dan kemolekan tubuh seutuhnya dengan jutaan pasang mata netizen yang liar dan nakal.

Wanita “relatip” ini begitu ironi. Ibarat Barbie, mereka cantik, imut, lucu, dan bisa dimainkan. Namun mereka tidak sadar, bahwa lelaki sejati tidak suka bermain Barbie. Untuk hal yang tak berdosa, sebut saja jerawat kecil di muka, mereka tutup begitu rapat. Tetapi aurat yang jelas muara dosa, mereka buka dan mereka pamerkan. Karena itu hilanglah aura kecantikan sejatinya.

Dalam budaya pemujaan tubuh, dengan penuh cinta Jabal Rahmah menyapa kaum wanita, “Tidak ada bahagia bahkan sorga, bagi mereka yang gemar menanggalkan pakaiannya untuk memamerkan auratnya”. Naudzubillah.

Aang Ridwan, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Bandung Pembimbing Haji Plus dan Umrah Khalifah Tour.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *