UIN SGD Bandung Gali Naskah Kuno Peninggalan Sunan Gunung Jati

Naskah kuno yang tersimpan di empat keraton Cirebon, mengundang ketertarikan akademisi untuk melakukan penelitian. Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung, menindaklanjuti upaya pengakajian ini secara formal lewat nota kesepahaman.

Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN SGD Bandung Dr H Setia Gumilar MSi mengatakan nota kesepahaman menjadi langkah awal launching Pusat Studi Islam Sunda di fakultas yang dipimpinnya. Sekaligus silaturahmi dengan para keturunan keraton dan Sunan Gunung Jati. “Kampus kami namanya UIN Sunan Gunung Jati. Alangkah baiknya kami bersilathurahmi dengan keturunan keraton yang juga keturunan Sunan Gunung Jati,” ucap Setia kepada Radar Cirebon, Jumat (7/12).

Keinginan mewujudkan Pusat Studi Islam Sunda diharapkan dapat terealisasi. Lewat naskah-naskah kuno itu, Setia berkeinginan mengumpulkan dan melakukan kajian-kajian sejarah Islam di tanah sunda. Yang tidak lepas dari penyebaran Islam oleh Sunan Gunung Jati. Di mana Cirebon menjadi pusat dakwahnya. “Kami tidak bisa me-launching kalau belum ada kajian-kajiannya. Kami berharap MoU (memorandum of understanding) ini bisa bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan,” ucap dia.

Keberadaan naskah-naskah kuno di keraton-keraton Cirebon diyakini Setia bakal membantu dalam memperkaya khasanah sejarah dan peradaban Islam di tanah sunda. Di mana keraton memiliki sumber-sumber primer yang nantinya menjadi bahan kajian akademis. “Kita sinergikan dengan apa yang bisa kita berikan. Tentu bisa saja nanti hasil kajian ini di-publish dan diseminarkan,” jelasnya.

Dia harapkan, MoU ini bukan sekedar formalitas. Akan tetapi bakal ada tindaklanjut secara berkesinambungan. Terutama bagi mahasiswa dan dosen, yang bisa memanfaatkan naskah-naskah kuno di Cirebon dalam mengkaji lebih jauh.

Sultan Kacirebonan, Pangeran Raja Abdul Gani Natadiningrat SE menyambut baik adanya kerjasama ini. Pihaknya menyambut dengan tangan terbuka. “Banyak naskah-naskah dan peninggalan ini yang bisa untuk dipelajari. Tentu ini bisa menjadi aset untuk dikaji dan diketahui masyarakat,” terangnya.

Apalagi, banyak naskah di keraton Cirebon yang belum sepenuhnya tergali dan terkaji. Mayoritas naskah berisi tentang ajaran-ajaran tarekat, tentang keislaman, juga tentang pemerintahan kolonial. Sultan Kaprabonan, Pangeran Hempi Raja Kaprabonan menyebutkan, di Keraton Kaprabonan saja ada sekitar seratus lebih naskah. Kebanyakan belum dipelajari. Naskah itu masih utuh, ada juga yang dalam bentuk secarik kertas. “Banyaknya ditulis dengan aksara Jawa dan arab gundul, tapi kalau dibaca bahasanya Cirebon dan Sunda,” ulasnya.

Hempi mengatakan, dari seratusan naskah itu, hanya dua yang sudah diterjemahkan. Hal itu karena minimnya penggalian naskah-naskah. Untuk menjaga naskah-naskah tersebut, pernah dari Arsip Nasional datang untuk laminasi dan memperbaikinya.

Adanya nota kesepahaman ini, juga disambut baik oleh Dewan Kesenian Cirebon Kota. Ketua Dewan Kesenian Cirebon Kota, Akbarudin Sucipto menyebutkan banyak yang secara personal mempelajari dan mengkaji mengenai naskah kuno di Cirebon. Hanya saja, secara lembaga, UIN Sunan Gunung Jati ini, yang pertama melakukan kerjasama dalam bentuk nota kesepahaman. Tentu saja ini menjadi langkah maju bagi keraton-keraton dalam upaya melestarikan naskah kuno. Yang di dalamnya banyak yang perlu dikaji dan digali, mengenai sejarah, pemerintahan, dan ajaran-ajaran Islam saat era Sunan Gunung Jati, dan Panembahan Ratu. (jml)

Sumber, Radar Cirebon Sabtu 08 Desember 2018

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter