Perilaku Baik Buruk Tergantung Hati

Rasulullah s.a.w. mengingatkan kita;  “Ketahuilah kamu di dalam badan manusia terdapat segumpal darah. Apabila baik maka baiklah keseluruhan segala perbuatannya dan apabila buruk maka buruklah keseluruhan tingkah lakunya. Ketahuilah kamu bahawa ia adalah hati”.

Ungkapan Rasulullah di atas menunjukkan bahwa ‘hati’ merupakan asas yang sangat penting dan tersembunyi dalam diri setiap manusia. la memiliki peran yang vital dalam keseharian manusia. Kebaikan atau pun keburukan manusia bersumber dari hati. Hati merupakan pengarah bagi semua komponen indrawi yang ada pada diri manusia.  Andai hatinya buruk dan busuk, maka segala perbuatannya akan jahat dan keji, senantiasa cenderung ke arah maksiat mengikut kehendak hati dan hawa nafsu, dan mengabaikan akal sehatnya. Hati ibarat seorang raja bagi seluruh rakyatnya. Tidak ada yang bisa menolak perintah raja.

Jika hatinya baik maka akan memerintahkan kebaikan, begitu pula sebaliknya. Alqur’an memberikan memberikan pelajaran sekaligus peringatan kepada manusia tentang  kebaikan dan keburukan hati. Kebaikan dan keburukan hati selalu ditunjukkan dalam perilaku, baik sadar maupun tidak sadar. Bahkan kebaikan dan keburukan yang bersumber dari hati ini menjadi ‘pemisah’ antara manusia beriman dan tidak beriman, serta dalam prosesnya menunjukkan perilaku taqwa dan tidak taqwa.

Pernahkah (atau : sedangkah) di antara kita berperilaku hasud, dengki, iri, sombong, zalim, dan lain sejenisnya kepada orang lain? Sebaliknya, pernahkah (sedangkah) diantara kita berperilaku santun, ramah, ahli sodaqoh, berbaik sangka, saling menghormati dan menghargai, tidak mengambil dan memanfaatkan yang menjadi hak orang lain, dan lain-lainnya? Dua jawaban ini hanya ada dan bisa dijawab oleh hati kita masing-masing. Hati tidak bisa berbohong, sekalipun pada saat bersamaan ucapan atau perilaku sedang melakukan kebohongan!

Itulah salah satu alasan rasionalnya, bahwa hati dapat menjadi salah satu ukuran kualitas seseorang. Kita sering mendengar ungkapan: berhati emas, berhati baja, berhati iblis, berhati mulia. Bahkan, Sifat-sifat manusia yang baik maupun yang buruk, juga sering dilukiskan dengan menggunakan idiom hati, seperti: iri hati, panas hati, gelap hati, besar hati, kelembutan hati, jatuh hati, kecil hati, dan sebagainya. 

Oleh karena itulah, melatih diri untuk berperilaku “ikhlas”, adalah salah satu cara  untuk memelihara dan mensucikan hati dari virus-virus perusak hati. Keikhlasan adalah obat yang paling mujarab sekaligus pencegah “kerusakan” hati. Menghitung dan  menimbang dampak positif dan negatif sebelum bertindak, penuh “kehati-hatian merupakan tindakan terpuji. 

Mari kita sama-sama mensucikan hati kita dengan  selalu mengingat Allah. Allah sangat mengetahui segala apa yang ada dalam hati kita (Al-Ahzab 51), dan Allah akan menerima segala amal perbuatan kita jika dilakukan dengan hati yang bersih penuh keikhlasan (Q.S.26 : 88-89). [Adeng Muchtar Ghazali]

 

 

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter