Daftar Haji Sedini Mungkin

Dalam syariat Islam batas usia minimal untuk melaksanakan haji terhitung sejak mumayyiz, sekitar usia 8-9 tahun. Namun untuk penduduk muslim Indonesia, berdasarkan Undang-Undang No 8 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, pemerintah Indonesia menetapkan batas usia minimal untuk daftar haji usia 18 tahun. Bila dikaji secara seksama, ketetapan batas usia ini, sesungguhnya menyisakan sejumlah persoalan.

Persoalan utama terkait dengan waiting list, daftar tunggu, jamaah haji Indonesia yang relatif sangat panjang. Dirilis dari Data Kemenang RI tahun 2020, waiting list quota haji tahun 2020 dengan tambahan 10.000 jamaah dari Raja Salman, diperoleh data masa tunggu dari yang terpanjang sampai yang terpendek berikut ini.

Kabupaten Bantaeng 41 Tahun, Kabupaten Sidrap 39 Tahun, Kabupaten Pinrang, 38, Kota Pare-Pare 34, Kota Ujung Pandang 33, Bontang 31 Tahun, Kota Samarinda 28, NTB 27, Aceh dan Jawa Timur 26, Kalimantan Utara 25 Tahun, Kabupaten Berau 24, Kalimantan Tengah 20 tahun, Sulawesi Tenggra 20 tahun, Kota Bandung barat 17 tahun, Kabupaten Bandung Barat 16 Tahun, dan Kabupaten Garut 15 tahun.

Untuk saudara kita di Kabupaten Bantaeng, bila mereka daftar tepat di usia 18 tahun, lalu masa tunggunya 41 tahun, maka mereka berangkat haji pada usia 59 tahun. Namun bila rata-rata jamaah haji Indonesa daftar pada usia 45 tahun, maka saudara kita dari Bantaeng akan berangkat pada usia Lansia, 86 tahun. Untuk di Jawa Barat, bila daftar haji pada usia 45 tahun lalu masa menunggunya 17 Tahun, maka akan berangkat haji pada usia lanisa pula, 62 tahun. Bila fakta ini yang terjadi, diduga kuat jamaah akan mengalami resiko tinggi.

Telah dimaklumi bersama, Ibadah haji adalah ibadah fisik. Disimpulkan demikian, karena ibadah yang satu ini sangat memerlukan kondisi fisik yang prima. Dimulai dari jarak tempuh dari tanah air yang sangat jauh, kemudian Iklim di Haramain yang kadang tidak bersahabat. Apalagi bulan haji sering kali bertepatan dengan puncak musim puanas. Kemudian waktu pelaksanaan ibadah haji itu cukup panjang, 40 hari bagi haji reguler, 20 hari lazimya bagi haji khusus. Berikutnya Ritual haji itu sangat membutuhkan kondisi fisik yang benar-benar kuat. Seperti; thawaf dalam keadaan berdesakan, sa’i antara shofa dan marwah sebanyak 7 kali 400 Meter dalam keadaan berdesakan pula, wukuf di padang Arafah, mabit di muzdalifah, lempar jumrah, bermalam di mina, dsb. Semuanya sangat membutuhkan fisik yang prima.

Karena itu, diantara resiko tinggi yang kerapkali dialami jemaah haji lansia adalah kelelahan, stress, sakit, kesasar, kehilangan uang dan sangat ketergantungan pada orang lain. Karena faktor-faktor tersebut, tidak sedikit jemaah lansia yang tidak bisa melaksakan rangkaian ritual ibadah haji secara optimal. Bahkan ada juga jemaah yang sampai meninggal dunia.

Bila aturan tentang batas minimal administratif daftar haji itu masih belum berubah, yakni minimal harus 18 tahun, maka dibutuhkan reorientasi pelaksanan ibadah haji bagi masyarakat Indonesia. Lazimnya, mereka yang sudah dipandang mampu, daftar untuk ibadah haji dilakukan ketika saat usia sudah tua, maka dengan fakta ini, sebaiknya rencana untuk daftar haji harus dilakukan sedini mungkin.

Bagi kaum muslimin umumnya, yang belum memiliki biaya genap 25 juta, hingga belum bisa langsung daftar untuk mendapatkan nomor forsi keberangkatan dari siskohat, ada sejumlah tips untuk bisa berangkat haji usia muda. Awali dengan membangun niat dan keinginan kuat, rencanakan berangkat haji usia muda, hitung dengan cermat seluruh biaya keberangkatan haji. Setelah itu, mulai buka tabungan khusus untuk haji. Sangat diperlukan disiplin dalam menabung secara rutin. Praktiknya bisa harian, mingguan, atau bulanan. Kalau ada pendapatan lain bisa ditabungkan pula sebagai tambahan untuk mempercepat. Bila tabungan sudah sampai 25 juta segera daftar ke kemenag untuk mendapatkan nomor porsi keberangkatan. Lalu tunggulah waktu antrian haji dengan berinvestasi dan tetap menabung. Anda pasti bisa.

Dr. H. Aang Ridwan, M.Ag Pembimbing Haji Plus dan Umroh Khalifah Tour dan Dosen FDK UIN Bandung

Sumber, Pikiran Rakyat, 22 Desember 2020

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *