COVID 19: APA YANG HARUS KITA LAKUKAN?

Dunia sedang digemparkan oleh wabah covid 19. Keberadaan manusia banyak terpengaruh oleh wabah covid 19 ini. Berbagai aspek kehidupan seketika mengalami perubahan.  Orang tidak lagi berani melakukan komunikasi langsung dengan sesamanya. Kerja dibatasi hanya bisa berinteraksi di rumah saja. Kegiatan agama pun mengalami penurunan drastis. Semua ini hanya sebuah ikhtiar manusia agar wabah penyakit ini tidak menerpa setiap orang. Bahkan ikhtiar ini sudah diformalkan oleh pemerintah menjadi sebuah kebijakan. Semua orang tidak lagi berbuat semaunya, jikapun ada itu hanya segelintir orang yang merasa yakin bahwa dirinya akan lepas dari menularnya covid 19 ini.

Realitas di atas tidak tahu sampai kapan, sangat bergantung kepada kita bagaimana menyikapi wabah covid 19 ini. Kebijakan yang sifatnya instruksi, seperti dikemukakan di atas, andai direspon baik oleh semua orang maka bisa jadi wabah covid 19 ini akan bisa diatasi. Tetapi sebaliknya, andai disikapi dengan tanpa mengedepankan sikap disiplin bahkan arogan maka bisa jadi wabah covid 19 ini akan semakin  lama dan memengaruhi kondisi yang lebih memburuk. Pertanyaannya, bagaimana menyikapinya? Dalam tulisan ini akan dijelaskan dua pendekatan, yaitu pendekatan teologis dan sosiologis bagaimana menyikapi kondisi yang mengkhawatirkan ini.

Secara teologis, setiap agama sudah memberikan rambu rambu bilamana kita menghadapi berbagai musibah. Dalam ajaran Islam, setiap umat senantiasa sudah diberikan ajaran dalam mengahadapi setiap musibah. Dalam Al Qur’an  surat 2: 155-157 disebutkan bahwa sabar, mendirikan shalat dan mengucapkan innalilahi wa inna ilaihi raji’un menjadi rumus yang harus senantiasa dilakukan oleh umat Islam. Dalam satu dakwah nya, Ustad Adi Hidayat (UAH) memberikan informasi kepada jamaahnya, apa yang harus dilakukan oleh kita dalam menghadapi wabah covid 19 ini. Beliau mengutip ayat Al Qur’an, diantaranya: surat 26: 80.  Dalam ayat ini,  kita diperintahkan untuk selalu berdzikir. Ayat tersebut menjelaskan bahwa ketika kita belum terjangkit sebuah penyakit, kita harus yakin bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya. Dalam surat lain, 21:83-84, ketika kita diberi cobaan sebuah  penyakit maka berdoalah kepada Allah SWT. Ayat ini menceritakan bagaimana Nabi Ayub melakukan permohonan kepada Allah dengan sikap yang ikhlas. Dan apa yang terjadi, Allah mengabulkan doanya dan memberikan rahmat bagi Ayub dalam segala kebutuhan hidupnya. Surat terakhir yang diinformasikan oleh UAH adalah Al-Fatihah. Surat Al Fatihah mengandung beberapa kandungan sebagai obat dan rukiyah. Membaca dengan khusyu disertai dengan niat dan maksud untuk mengobati, setiap orang yang membaca surat pembuka ini, insya Allah akan berhasil sesuai dengan niat dan maksud dari siapa yang membacanya. Paling tidak itu secara teologis yang harus dilakukan oleh kita sebagai umat beragama.

Dalam pendekatan sosiologis, sebagai makhluk sosial kita harus senantiasa mempunyai prinsip empati terhadap sesama manusia. Bahkan sikap humanis pun harus menjadi sikap yang dimiliki oleh kita sebagani makhluk sosial. Mengapa ini harus dilakukan? Saya mengamati bahwa efek dari adanya wabah covid 19 ini akan berdampak pada pola hubungan kita sebagai makhluk sosial. Pola hubungan yang tidak langsung, seperti kegiatan hanya di rumah dikhawatirkan akan mengikis sikap empati yang ada dalam diri seorang manusia. Bahkan nilai-nilai kemanusiaan yang harus dimiliki oleh setiap makhluk sosial pun bisa saja terkikis hilang dari diri seorang manusia. Rasa takut tertular oleh virus Corona ini, menjadi penyebab awal terkikisnya rasa empati dan humanis seorang manusia. Waspada untuk tidak tetular merupakan ikhtiar wajib dari kita semua, tetapi mengabaikan perasaan korban dan keluarga dengan tidak munculnya empati dan nilai humanis, menjadi problem selanjutnya bila ini terus dilakukan oleh kita semua. Singkatnya, mari kita berwaspada dengan virus Corona ini tapi jangan hilangkan nilai nilai dasar kemanusiaan kita, empati dan menjunjung tinggi kemanusiaan.

Dua pendekatan di atas, mudah-mudahan akan mengingatkan kita apa yang harus dilakukan dalam menghadapai cobaan wabah covid 19 ini. Sikap menyerahkan diri pada Allah dan berupaya atau ikhtiar secara kemanusiaan menjadi solusi bagi terjadinya dampak dari wabah covid 19 ini. Wallahu’alam.

Dr. H. Setia Gumilar, M.Si, Dekan Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *