Ramadhan dan Peningkatan Literasi Umat

UINSGD.AC.ID)-Ramadhan merupakan momentum peningkatan literasi umat. Literasi dipahami sebagai kemampuan membaca dan menulis. Di bulan suci ini, tadarus menjadi salah satu tradisi.

Allah SWT menurukan Alquran kepada Nabi Muhammad SAW pertama kali di bulan Ramadhan, yakni surah al-Alaq ayat pertama yang berbunyi: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.”

Ali Ibn Abi Thalib RA berkata, “Ikatlah ilmu dengan menulis.” Imam al-Syafi’i menyatakan, “Ilmu bagaikan buruan di dalam karung, menulis adalah ikatannya.”

Ramadhan merupakan bulan penuh pahala. Peningkatan literasi umat sejalan dengan shaum Ramadhan pasti mendatangkan pahala yang berlipat ganda. Ada tiga cara membaca dalam Islam. Pertama, membaca secara bayaniyah untuk mengetahui lafadz yang harfiyah. Di sini, teks dipahami menurut pengertian kebahasaan.

Kedua, membaca secara burhaniyah untuk mengenali tanda, simbol, dan isyarat. Hal ini dilakukan kalangan filosof melalui pemikiran mendalam. Hingga ditemukan makna di balik tanda, simbol, dan isyarat. Ketiga, membaca secara irfaniyah untuk menyelami esensi, spirit, hakikat,dan hikmah. Cara ini dipraktikan kalangan sufi.

Islam mengajarkan pembacaan harfiyah saja tidak cukup. Dibutuhkan perenungan mendalam hingga diperoleh makna. Bahkan, perlu penyelaman sampai ditemukan hikmah.

Setelah membaca selanjutnya menulis melalui beberapa tahapan. Pertama, menulis berarti penelusuran data dari sumber-sumber informasi terpercaya. Di era digital ini, informasi sangat melimpah, baik beraturan maupun tidak beraturan. Akademisi Muslim bertugas melakukan penelusuran data untuk menyusun informasi secara beraturan.

Penelusuran data mengingatkan kita kepada para ulama yang melakukan pencarian hadis. Diakui hadis Nabi SAW terserak dan tercampur dengan hadis palsu sehingga dilakukan pencarian, klasifikasi, dan otentikasi.  Kedua, menulis berarti mengolah informasi menjadi temuan. Pengolahan informasi menjadi temuan ini dibutuhkan perangkat metodologi.

Imam al-Syafi’i telah mengajarkan pengolahan informasi dalam tradisi ilmu hadis. Sebagai seperangkat metodologi pengujian hadis dan penjelasan hadis. Pengujian hadis dilakukan melalui metode takhrij hadis. Sedang penjelasan teks hadis dipahami melalui metode syarah hadis.

Ketiga, menulis berarti menganalisis temuan hingga menjadi pengetahuan. Diawali penelusuran data untuk menyusun informasi secara beraturan. Lalu, pengolahan informasi sampai menghasilkan temuan dengan ditopang metode yang tepat.Terakhir, menganalisis temuan dengan pendekatan yang tepat pula menjadi pengetahuan.

Ramadhan pasti berdampak pahala yang berlipat ganda. Mari jadikan bulan penuh hikmah ini untuk peningkatan literasi umat. Saatnya umat Muslim berkontribusi bagi inovasi dan pengembangan ilmu pengetahuan. Tanpa peningkatan literasi umat, maka shaum ini hanya menghasilkan dahaga dan lapar saja.

Wallaahu a’lam.


Wahyudin Darmalaksana, Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Sumber, 28 April 2021

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *