Pelajaran dari Bencana

Ada suka, ada pula duka. Kebahagiaan terkadang berselang dengan kesedihan. Kehidupan berganti dengan kematian. Bencana datang tiba-tiba, di luar prediksi manusia. Tsunami menimpa saudara kita, tak sedikit korban jiwa dan luka-luka. Musi bah seperti tidak berhenti, datang silih berganti di penjuru negeri.

Ketahuilah bahwasanya tidak terjadi sesuatu apa pun, kecuali Allah yang menghendakinya. Allah SWT berfirman, “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudz) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah,” (QS al-Hadid: 22).

Dunia tiada lain merupakan panggung ujian dan cobaan. Ber bagai cobaan datang dari Allah untuk menguji keimanan kita. Kehi dupan dan kematian diciptakan untuk mengetahui siapa yang paling baik amalnya (QS al-Mulk: 2).

Orang-orang yang beruntung di dunia adalah mereka yang mau bersabar dan ridha dengan apa yang ditetapkan untuknya. Nabi SAW bersabda, “Orang yang bisa merasakan nikmatnya iman adalah orang yang ridha Allah sebagai Tuhannya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai Rasulnya,” (HR Muslim dan Tirmidzi).

Ketika Allah mendatangkan suatu bencana, terdapat banyak pelajaran (ibrah) dan manfaat kebaikan. Manfaat-manfaat itu ada yang tersurat dan tampak secara nyata, tetapi ada juga yang tersirat, tidak tampak secara kasat mata.

Pertama, sebagai pendidikan bagi orang-orang yang beriman, memuluskan jalan mereka menuju kebahagiaan akhirat, dan mem bersihkan hati. Dengan ujian itu, jiwanya menjadi semakin matang. Kedua, menunjukkan kekuasaan Allah dan sebagai peringatan yang mengajak manusia untuk kembali mendekat kepada-Nya.

Ketiga, menghadirkan keikhlasan dan keridhaan di dalam diri kita saat berdoa dan menghadirkan kekuatan tambahan dalam menyerahkan segala upaya dan urusan hanya kepada Allah. Tak hanya itu, ujian-Nya juga akan menjadikan kita semakin kuat ber lindung kepada-Nya dan merendahkan diri di hadapan Allah SWT.

Keempat, untuk membersihkan noda-noda dosa dan kesalahan, mengangkat derajat manusia ke tempat yang lebih tinggi, yaitu surga. Bahkan, ke derajat yang lebih tinggi, yaitu ridha Allah SWT. ” Kelima, untuk membedakan antara manusia yang baik dan manusia yang tidak baik. “Di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi. Jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu. Tapi jika ia ditimpa suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan akhirat. Itulah kerugian yang nyata,” (QS al-Hajj: 11).

Keenam, membangunkan orang-orang yang tertimpa bencana itu dari kelalaian dan supaya memperbaiki jiwa mereka. Ketujuh, menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang di antara sesama untuk saling membantu mereka yang terkena bencana. Wallahu a’lam.

Agus Sopian, Staf Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung.

Sumber, Hikmah Republika 26 desember 2018

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *