Lima Kunci Kebahagiaan

Perjalanan hidup tak selalu berjalan mulus. Suka dan duka dipergilirkan. Situasi juga kondisi terkadang tak sesuai yang diharapkan. Manusia ingin bahagia, tapi tak sedikit berujung kecewa. Berbagai cara ditempuh untuk mewujudkannya, tapi bahagia tak kunjung tiba.

Sejatinya bahagia itu bergantung kita, bukan kata mereka, apalagi si dia yang suka mencari cela. Sikap kitalah yang menentukan atas apa yang terjadi dan dialami menjadi sumber bahagia atau sengsara.

Memperjuangkan kebahagiaan dengan segenap tenaga dan berdasarkan tuntunan-Nya dianjurkan kepada manusia untuk terus berusaha dan berdoa. Jika menginginkan sesuatu, mintalah kepada Allah SWT dengan diiringi ketaatan jiwa raga.

Sedikitnya ada lima sikap sebagai kunci meraih bahagia. Pertama, selalu bersyukur dan rasakanlah hidup akan selalu dihiasi kenikmatan. Menyadari betapa kebahagiaan yang diberikan Allah begitu nyata. Andai kata terus menghitung nikmat-Nya, akan habislah pikiran, ingatan, tinta, dan semua kertas sebelum sempat menghitung dan menuliskan semuanya. (QS an-Nahl: 34).

Sadarilah, nikmat tidak melulu tentang harta, pangkat, dan jabatan. Tubuh yang sehat, keluarga yang harmonis, anak yang saleh adalah sebagian kecil nikmat yang sering luput disyukuri. Barang siapa bersyukur dengan nikmat yang sedikit, ia akan diberikan limpahan nikmat, terbebas dari belenggu tipu daya harta.

Kedua, bersikap qanaah, merasa cukup dengan apa yang dimiliki. Dia tidak dirisaukan oleh sesuatu yang memang tidak dimilikinya. Hatinya damai, jauh dari iri hati dan dengki. Baginya, kaya atau miskin tidak memengaruhi ibadahnya. Rasulullah SAW bersabda, “Kekayaan bukanlah dari banyaknya harta. Kekayaan yang sesungguhnya adalah hati yang merasa kaya.” (HR Muttafaq ‘Alaih).

Ketiga, belajar bersabar. Memang mudah diucapkan, tapi pada praktiknya tidak semua orang mampu melaksanakan. Mata pelajaran sabar harus ditempuh sepanjang kehidupan. Mengangkat derajat seseorang ke tempat yang lebih tinggi. Ketika kita mampu bersabar atas penyakit yang menjangkiti, bencana yang menimpa keluarga, atau masalah ekonomi yang membelit, Allah SWT janjikan rahmat baginya. (QS al-Baqarah: 155-157).

Keempat, bersikap dan mengamalkan ilmu ikhlas. Setiap amal yang dikerjakan hendaknya selalu karena Allah semata, bukan ingin mendapat pujian dari sesama. Ikhlaslah dalam menerima segala ketetapan-Nya.

Dengan demikian, kita akan selalu memandang positif setiap persoalan. Apabila Allah yang Maharahman memberi apa yang kita minta, bersyukurlah. Jika Dia tidak memberi, pasrah dan ikhlaslah menerima.

Kelima, setelah berusaha keras, bertawakal. Allah SWT berfirman, “Dan hanya kepada Allahlah hendaknya orang-orang mukmin bertawakal.” (QS Ibrahim: 11). Manusia hanya berikhtiar, Allah yang Mahakuasa menentukan segalanya. Hati mereka yang bertawakal takkan pernah dirundung cemas dan khawatir.

Lima kunci ini hendaknya menjadi amalan, sikap, dan nilai hidup harian. Tak mudah, tapi semuanya dapat dilakukan sejauh hati dan pikiran dipersatukan dengan keimanan. Wallahu a’lam.

Iu Rusliana, dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Sumber, Republika 21 Sep 2020

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *