Hidayah Ilmu Pengetahuan

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa mengajak kepada suatu jalan kebenaran, dia mendapatkan pahala sebanyak pahala yang diperoleh oleh orang-orang yang mengikutinya, tidak sedikit pun mengurangi pahala mereka. Barang siapa mengajak kepada jalan kesesatan, dia mendapatkan dosa sebanyak yang diperoleh oleh orang-orang yang mengikutinya, tidak mengurangi sedikit pun dosa mereka” (HR Muslim).

Agar sanggup mengajak pada jalan kebenaran, tentu harus selalu berada di jalan kesucian dan berhias kebaikan. Berusaha tiada henti meraih hidayah Allah SWT karena sejatinya setiap manusia dengan fitrahnya diberikan hidayah. Bentuk dari hidayah itu berupa ilmu pengetahuan, diturunkannya kitab, dan mengutus para rasul kepada manusia.

Sebagaimana firman-Nya: “Bacalah dengan nama Rabbmu yang telah menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Rabbmu Yang Maha Pemurah. Yang mengajar dengan kalam (pena). Dia mengajari manusia apa-apa yang manusia tidak tahu” (QS al-‘Alaq: 1-5). 

Dua hal tidak akan dilakukan lagi oleh Allah yang Mahakuasa, yaitu menurunkan kitab dan mengutus rasul karena Alquran dan Nabi Muhammad SAW menjadi penutup para nabi. Tinggal kini ilmu pengetahuan yang terus berkembang menjadi warisan peradaban, pilar utama kemajuan kemanusiaan.

Dalam surah al-‘Ala ayat 1-3 digambarkan bagaimana qadar dan petunjuk diberikan kepada manusia. “Sucikanlah nama Rabbmu yang Mahatinggi, yang menciptakan dan menyempurnakan, yang menentukan qadar dan memberi petunjuk.”

Ketahuilah, pada setiap diri ada cinta pada kebenaran dan pengetahuan tentangnya. Allah SWT telah memberikan hidayah dengan berbagai jenis pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan, dengan hidayah-Nya manusia akan menjalani kehidupan yang dipandu kebenaran. Hari-harinya akan dihiasi kebaikan, ketaatan pada syariat, yang muaranya meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.

Namun, kadang diri ini berpaling, akibat bodoh dan lalai dari menuntut ilmu dan apa yang bermanfaat dalam kehidupan. Malas dengan beratnya belajar karena ingin serbamudah, padahal hidup tidaklah mudah. Anti mendengarkan nasihat, merasa sudah mengerti dan paham, bahkan yakin dengan apa yang diyakini itu telah benar.

Rabun mata untuk membaca Alqran, kitab hadis, karya para ulama, buku ilmu pengetahuan, karena lebih sibuk membuka telepon genggam, media sosial, dan menonton televisi. Lupa untuk bertafakur akan semua ciptaan-Nya yang luar biasa indahnya.

Apabila belajar diwajibkan sejak buaian hingga masuk lubang kubur, memberi kita gambaran bahwa jangan pernah berhenti untuk menuntut ilmu. Agar saat tak tahu, mendapatkan pengetahuan. Ketika tersesat keliru, kembali ke jalan kebenaran. Kala lalai untuk terus menebar manfaat, bergegas mengisi hari-hari penuh kemaslahatan. 

Kita tidak pernah tahu kapan maut menjemput. Teruslah berusaha mengisi helaan napas, pikiran, tindakan keseharian dengan kebaikan. Memohonlah selalu untuk memperoleh hidayah-Nya.

Hiasi hari-hari dengan menuntut ilmu, mendengarkan nasihat kebaikan. Niscaya kebaikan abadi akan diraih dan dirasakan, bukan hanya oleh kita, melainkan juga anak cucu yang menjadi garis keturunan dalam kehidupan. 


Iu Rusliana, Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Sumber, Republika 29 Juni 2020

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *