FEBI RAWAT KEMAJEMUKAN MELALUI KHOTBAH KEBUDAYAAN MODERASI BERAGAMA

(UINSGD.AC.ID)-Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Sunan Gunung Djati Bandung menyelenggarakan Seminar Moderasi Beragama di Aula Gedung FEBI Lantai IV, Senin (07/11/2022).

Seminar ini menghadirkan Ketua MUI Jawa Barat, Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’i, Lc., MA., yang dimoderatori oleh Ketua Program Studi Manajemen Keuangan Syariah FEBI UIN SGD Bandung, Dr. H. Dadang Husen Sobana, M. Ag., CSBA.

Seminar yang diikuti oleh dosen homebase dan Tenaga Kependidikan di lingkungan FEBI ini mengangkat tema “Merawat Kemajemukan Melalui Moderasi Beragama dalam Rangka Memperkuat Persatuan dan Kesatuan Bangsa”.

Dalam laporannya, Ketua Pelaksana sekaligus Wakil Dekan I FEBI, Dr. Deni Kamaludin Yusup, M.Ag., CIFA mengatakan bahwa moderasi beragama masih menjadi fokus utama di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam saat ini.

Pemilihan tema tersebut atas dasar kilas balik sejarah Indonesia, di mana Indonesia satu-satunya negara yang merdeka dengan mengusung kemajemukan yaitu Bhineka Tunggal Ika. Sejarah membuktikan Indonesia merdeka menjadikan kemajemukan sebagai pemacu persatuan dan kesatuan menjadi modal gerakan kebebasan dan meraih kemerdekaan. “Merawat kemajemukan melalui moderasi beragama adalah sebuah keniscayaan untuk mewujudkan Indonesia maju yang demokratis dan berkeadilan,”ungkap Dr. Deni.

Dalam sambutannya, Dekan FEBI, Dr. H. Dudang Gojali, M.Ag menegaskan moderasi beragama untuk menangkal pemahaman radikal yang kini marak melalui media sosial dan penggunaan simbol-simbol agama dalam nuansa SARA.

Selain itu, sikap moderasi beragama diperlukan dalam rangka membangun sikap terbuka dalam interaksi sosial dan menjaga keutuhan bangsa.
“Hal yang tak kalah pentingnya adalah insan akademis selaku aktor intelektual harus menjadi penggerak dan pengusung sikap moderasi beragama serta mencerahkan pola pikir masyarakat agar menjadi lebih terbuka dan toleran.” tegas Dekan FEBI.

Moderator, Dr. H. Dadang Husen Sobana, M.Ag., dalam sesi pengantarnya mengatakan moderasi beragama merupakan upaya mengembalikan pemahaman dan praktik beragama agar sesuai dengan esensinya, yakni untuk menjaga harkat, martabat dan peradaban manusia, bukan sebaliknya. “Agama tidak boleh digunakan untuk hal-hal yang justru merusak peradaban, sebab sejak diturunkan, agama pada hakikatnya ditujukan untuk membangun peradaban itu sendiri,” jelasnya.

Ketua MUI Jawa Barat, Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’i, Lc., MA., menyampaikan pentingnya moderat dalam beragama karena salah satunya kehidupan manusia semakin kompleks dan ragam perbedaan pemikiran keagamaan semakin mencolok.

Prof Rachmat menjelaskan tentang indikator moderasi beragama ada empat hal yaitu komitmen kebangsaaan, toleransi, anti kekerasan, dan akomodatif terhadap kebudayaan lokal.

Ciri moderasi beragama dalam Islam, menurut Ketua MUI Jabar, ialah, Tawassuth, Tawazun, I’tidal, Tasamuh, Musawah, Syura, Ishlah, Aulawiyyah, Tathawwur wa Ibtikar, Tahadhur.

Sebagai penutup, Prof. Rachmat memberikan strategi untuk menerapkan moderasi beragama diantaranya; (1) Intensifikasi pendidikan tafaqquh fi al-din melalui penguatan pesantren, pendidikan formal dari sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi, penguatan fungsi masjid dan majelis taklim; (2) Meneguhkan paradigma wasathiyatul Islam yang meliputi: tawasut, i’tidal, tasamuh, syura, ishlah, qudwah dan muwathanah; (3) Penguatan bingkai-bingkai kerukunan, yaitu bingkai teologis, bingkai sosiologis kemasyarakatan, bingkai politik-kebangsaan dan bingkai yuridis; (4) Menolak praktik-praktik ajaran yang mengarah pada radikalisme, liberalisme, sinkretisme dan sekularisme agama baik yang dilakukan oleh pemerintah ataupun umat beragama; (5) Penguatan karakteristik ormas-ormas Islam dan ulama sebagai pemilik otoritas keagamaan.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *