Jaman terus berubah. Sejarah manusia tak pernah mewartakan ihwal yang tetap dan sama. Semuanya mengalir mengikuti hukum sejarah bahwa “tak pernah ada yang abadi di dunia ini kecuali perubahan”.
Perubahan, inilah intinya. Apa yang kita sangka akan tetap dan kekal tiba-tiba harus berganti, mungkin rupa bahkan juga bentuknya. Perubahan mendesak, bergerak dan mengaliri seluruh pori-pori kehidupan. Pergantian menahbiskan sebuah fakta bahwa cara-cara lama dengan sendirinya akan menemukan masa purna baktinya. Ia akan diganti dan disulam eksistensinya dengan cara baru, bersama pengertian dan seluruh tindakan yang menyertainya.

Siapa menyangka jika oplah Koran terus berkurang volume cetaknya. Siapa menduga jika kiriman ucapan hari raya berganti dengan kalimat-kalimat yang dilipatgandakan dan diviralkan melalui gawai. Siapa mengira, jika kebutuhan terhadap jejaring internet dan memelototi smartphone menjadi gaya hidup hari ini. Siapa yang tak percaya, jika proses harus menjadi alakadarnya sebab yang menjadi ukuran adalah keluaran (outcame), capaian (impact) dan keuntungan (benefits).

Yang lama hilang, yang baru muncul kemudian. Inilah jaman ketika serbuan “digitalisme” menggantikan peran yang harus dimainkan. Dunia kerja juga pendidikan terkena imbasnya. “Paperless” lalu menjadi istilah yang menghipnotis dan mempengaruhi kesadaran dan dunia kerja hari ini.

Menurut Reinald Kasali, inilah era disrupsi. Disrupsi adalah sebuah inovasi, yang akan menggantikan seluruh sistem lama dengan cara-cara baru. Disrupsi akan menggantikan teknologi lama yang serba fisik dengan teknologl digital yang menghasilkan sesuatu yang benar-benar baru dan lebih efisien, juga lebih bermanfaat. Sebagian pihak beranggapan bahwa era disrupsi merupakan sebuah ancaman. Namun banyak pula pihak yang menyatakan bahwa kondisi yang sedang terjadi ini merupakan sebuah peluang.

Salah satu sasaran tembak gelombang disrupsi adalah kepemimpinan. Disadari, pemahaman kepimpinan dimasa lalu sudah tidak memadai lagi, perlu peningkatan kapabilitas yang lebih tinggi. Era revolusi industri 4.0/Digital, pengaruh global, makro dan mikro situasi, membuat bisnis semakin complex, semakin sulit diprediksi dan berubah dengan cepat.

Untuk mensiasati tantangan ini diperlukan visi yang kuat sesuai dengan konteks, penguasaan kekuatan informasi agar memiliki pemahaman tinggi terhadap situasi. Perjelas dengan penggunaan model, frame work, simplifikasi dan kreatif dan inovatif dalam mencari taktik solusi terbaik sehingga gesit dan adaptif terhadap perubahan (bersambung….).Allahu a’lam[]

Dr. Radea Yuli A. Hambali, M.Hum, Wakil Dekan I Bidang Akademik Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *