Cara Penulisan Hasil dan Pembahasan untuk Artikel Ilmiah

Sebuah Model dari Tradisi Penelitian Hadis

Prolog
Struktur penulisan artikel ilmiah adalah bagian-bagian yang tak terpisahkan sejak pendahuluan sampai kesimpulan. Tulisan ini akan membahas bagian hasil dan pembahasan dalam penulisan artikel ilmiah, khususnya bagi kebutuhan bidang sosial-humaniora, yang diambil dari tradisi penelitian hadis.

Secara umum, struktur penulisan artikel ilmiah mencakup pendahuluan, metode penelitian, hasil dan pembahasan, dan kesimpulan. Struktur ini lebih populer dengan istilah IMRaD, yaitu Inroduction, Method, Result, and Discussion. IMRaD biasanya diaplikasikan dalam artikel ilmiah bidang sains. Apa yang disebut hasil (result) dalam penelitian bidang sains merupakan wujud yang nyata yang terkadang diwakili oleh tampilan statistik. Namun, bagian hasil dalam penelitian bidang sosial, humaniora, dan termasuk agama, ada dua mazhab. Pertama, hasil dan pembahasan dibagi secara terpisah sebagaimana dalam kelaziman artikel bidang sains. Kedua, hasil dan pembahasan sebagai suatu kesatuan yang terkadang tidak menyebut hasil tetapi langsung pembahasan.

Tulisan ini berusaha menengahi dua mazhab di atas. Tulisan ini berusaha menunjukan mana hasil dan mana pembahasan dalam penelitian sosial (termasuk penelitian bidang agama) dengan berupaya menyelesaikan ambiguitas dua poros mazhab tadi. Dalam usaha ini, penulis mengambil pelajaran dari tadisi penelitian hadis.

Hasil dalam Penelitian Sosial-Humaniora
Tulisan ini sesekali menggunakan istilah penelitian dan sesekali menyebut istilah artikel ilmiah dalam membahas bagian hasil. Bagian hasil yang dimaksud di sini berarti hasil penelitian atau hasil dalam penulisan artikel ilmiah. Kedua istilah ini sama saja karena artikel ilmiah merupakan wujud dari sebuah penelitian. Dalam arti lain, penulisan artikel ilmiah pasti diawali sebuah penelitian, terlepas apakah penelitian besar ataukah penelitian mini. Penelitian adalah prosesnya, sedangkan artikel ilmiah ialah output sebuah penelitian. Dengan demikian, bagian hasil dapat disebut hasil penelitian atau bagian hasil dalam penulisan artikel ilmiah. Barangkali lebih tepatnya yaitu penulisan bagian hasil dari sebuah penelitian.

Selain istilah hasil (result) ada pula istilah temuan (findings). Istilah hasil bukan hal yang asing dalam penelitian bidang sains. Hasil merupakan hal yang lazim dalam penelitian bidang sains. Tulisan ini menganut paham bahwa sama saja antara hasil dan temuan bagi bidang sosial-dan humaniora. Memang sebagian lebih menggunakan istilah temuan bagi penelitian bidang sosial-humaniora. Penulis berpendapat bahwa sah-sah saja penggunaan istilah hasil atau temuan untuk bidang sosial-humaniora ini asalkan konsisten sejak awal apakah menggunakan istilah hasil ataukah istilah temuan. Adapun tulisan ini mengambil istilah keduanya. Apabila dikatakan hasil maka mengandung arti temuan. Sebaliknya, bila disebut temuan berarti mengandung pengertian hasil.

Untuk mendaptkan sebuah hasil dalam penelitian bidang sains pasti harus ada metode dan analisis. Misalnya, sebuah pengukuran dengan statistik maka pasti terdapat metode dan analisisnya. Demikian halnya dalam penelitian sosial dan humaniora pasti ada metode dan analisis. Hanya saja metode dan analisis dalam penelitian sosial dan humaniora yaitu metode lebih sering digunakan untuk hasil sedangkan analisis lebih sering digunakan untuk pembahasan (discussion).

Hasil dalam Penelitian Hadis
Ilmu hadis beserta metodologinya telah ajeg sejak abad 8 M. Sudah amat lama sekali. Penelitian hadis dalam ilmu hadis disebut takhrij, yakni sebuah proses pengujian untuk menilai kualitas hadis apakah sahih (otentik sebagai berasal dari Nabi Saw.) ataukah dhaif (lemah).

Jika penelitian ilmiah, era modern, menuntut menampilkan (display) hasil penelitian, maka hasil penelitian dari proses takhrij adalah penilaian kualitas suatu hadis. Misalnya, dihasilkan bahwa hadis tentang musik berkualitas sahih. Tahhrij sebagai sebuah metode memiliki operasi bertingkat di antaranya penilaian terhadap sanad (mata rantai periwayat hadis) dan penilaian terhadap matan (teks hadis). Peneliti bisa menegaskan di bagian pendahuluan apakah hanya meneliti sanad ataukah sekaligus dengan penelitian teks hadis.

Setelah menampilkan hasil penelitian, biasanya model penelitian ilmiah meminta untuk mengabstraksikan hasil penelitian. Abstraksi adalah proses menjelaskan hasil penelitian secara apa adanya tanpa dilakukan interpretasi. Dalam hal ini, hasil takhrij merupakan subjek yang dapat diabstraksikan, yakni penjelasan secara apa adanya hasil takhrij.

Jika penelitian ilmiah menuntut adanya hasil serta abstraksi, maka takhrij hadis merupakan subjek yang sangat mungkin menampilkan hasil serta abstraksi. Dengan demikian, bila penelitian sosial-humaniora juga agama diarahkan untuk dapat menampilkan hasil penelitian oleh dunia penelitian ilmiah modern, maka takhrij hadis dapat diambil sebagai sebuah percontohan atau model, meskipun produk baheula di abad 8 M.

Pembahasan dalam Penelitian Hadis
Setelah menampilkan hasil penelitian dan melakukan abstraksi terhadap hasil penelitian tersebut, dunia penelitian ilmiah menuntut untuk melakukan pembahasan. Tentunya, pembahasan bukanlah pengulangan hasil. Namun, ada baiknya pula untuk menegaskan hasil yang paling signifikan (atau hasil tak terduga) meskipun dalam satu kalimat atau dalam satu paragraph. Misalnya, dihasilkan bahwa hadis tentang musik berkualitas sahih.

Hasil dipahami pula sebagai jawaban atas pertanyaan yang dijanjikan di bagian pendahuluan. Sedangkan pembahasan ialah diskusi antara hasil dan pertanyaan penelitian. Bahwa terjawablah pertanyaan, misalnya, bagaimana kualitas hadis tentang musik. Dalam hal ini peneliti menegaskan bahwa pengujian kualitas hadis tentang musik dengan metode takhrij “terbukti” sahih. Kata “terbukti” sekaligus pula sebagai penegasan hipotesis (bila dalam penelitian jenis kuantitatif) atau penegasan prediksi dan atau asumsi. Misalnya, di bagian pendahuluan penulis memprediksi atau mengasumsikan bahwa “terdapat” kualitas hadis tentang musik. Kata “terdapat” dalam pendahuluan penelitian tidak lain adalah rumusan masalah. Dengan demikian, peneliti di bagian pembahasan ini telah menyelesaikan rumusan masalah, di samping telah menjawab pertanyaan penelitian tadi.

Dunia penelitian ilmiah juga menuntut menghubungkan hasil penelitian dengan penelitian-penelitian terdahulu di bagian pembahasan. Suatu penelitian bisa merupakan sanggahan terhadap hasil penelitian terdahulu. Misalanya, penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa hadis tentang musik berkualitas dhaif. Maka hasil penelitian terbaru bahwa hadis tentang musik berkualitas sahih otomatis menolak hasil penelitian terdahulu. Hasil penelitian merupakan klaim peneliti dari sebuah proses penelitian. Dalam hal ini peneliti dapat menjelaskan mengapa ia menghasilkan penilaian sahih dan mengapa penelitian terdahulu mereka menghasilkan penelitian dhaif. Peneliti dapat mengungkapkan bahwa hasil penelitiannya yang paling otoritatif dari segi metodologi. Dapat pula peneliti dalam bagian pembahasan ini menampilkan dukungan dari penelitian terdahulu. Dengan demikian, tinjauan pustaka di bagian pendahuluan bukan hanya deretan hasil penelitian terdahulu, melainkan tinjauan yang menegaskan posisi penelitian apakah menolak, ataukah mendukung, dan ataukah mensintesis di bagian pembahasan ini.

Implikasi penelitian diminta pula oleh dunia penelitian ilmiah. Misalnya, implikasi hasil penelitian terhadap ilmu fiqih. Apabila ditemukan bahwa hadis tentang musik berkualitas sahih, maka implikasi penerapannya dalam bidang fiqih bahwa musik dalam syariat Islam merupakan suatu kebolehan. Akan tetapi, hubungan hasil penelitian dengan fiqih ini hanyalah sebuah spekulasi saja. Sebab, penelitian ini hanya bertujuan membahas kualitas hadis, bukan sedang melakukan penelitian fiqih. Implikasi jauhnya tentu harus dilakukan penelitian lanjutan secara interdisipliner antara hadis dan fiqih. Bahkan, harus dilakukan penelitian oleh dua orang, yakni ahli hadis dan ahli fiqih. Dalam hal ini, peneliti tidak perlu membawa implikasi terlalu jauh bila bukan merupakan jangkauan penelitiannya. Apabila memaksakan implikasi terlalu jauh sedangkan bukan tujuan penelitian ini maka akan menghasilkan bias.

Dunia penelitian ilmiah juga menuntut interpretasi mendalam di bagian pembahasan. Terkait hal ini, bisa juga penelitian takhrij menjelaskan teks hadis di bagian pembahasan bila peneliti sejak pendahuluan menjajikan hal ini. Penjelasan teks hadis dalam ilmu hadis disebut syarah. Apabila peneliti menjanjikan takhrij dan sekaligus syarah, maka penjelasan teks hadis di bagian pembahasan merupakan pekerjaan yang relevan. Tentu pastinya harus dicantumkan pula di bagian metode penelitian bahwa penelitian ini akan menerapkan metode takhrij dan sekaligus metode syarah. Selain itu, tentunya pula mesti ditegaskan pendekatan yang spesifik untuk syarah, sebab metode sayarah memiliki ragam pendekatan.

Namun, bila hanya dibatasi takhrij saja maka sebutkan di bagian pembahasan secara jujur sebagai keterbatasan. Dunia penelitian ilmiah biasanya meminta rekomendasi. Sehingga peneliti dapat mencantumkan saran tentang perlunya syarah dan implikasinya secara lebih luas bagi penelitian selanjutnya. Rekomendasi biasanya meliputi dua dimesi, yaitu pertama, rekomendasi penelitian lebih lanjut sebagai konsekuensi keterbatasan penelitian, dan kedua, rekomendasi bagi pengampu kebijakan tentang pengembangan hasil penelitian. Beberapa artikel ilmiah meminta pencantuman rekomendasi di bagian pembahasan, tetapi beberapa artikel ilmiah yang lain meminta pencantuman hal itu di bagian kesimpulan.

Epilog
Penulis artikel ilmiah bidang sosial-humaniora dan agama tidak jarang mengalami situasi pelik dalam menulis bagian hasil dan pembahasan. Situasi pelik ini makin terasa ketika dihadapkan pada tuntutan jurnal yang meminta pemisahan bagian antara hasil dan pembahasan. Tulisan ini tidak bermaksud mengatakan bahwa dunia penelitian ilmiah modern ternyata telah dibangun dari tradisi penelitian hadis zaman baheula. Tulisan ini hanya ingin menunjukan bahwa situasi pelik ternyata dapat diurai dengan cara mengambil pelajaran dari tradisi penelitian hadis. Hal ini mengingatkan para peneliti bidang sosial-humaniora tentang struktur penulisan artikel ilmiah model IMRaD, khususnya pada bagian hasil dan pembahasan. Tradisi penelitian hadis bernama takhrij terbukti melampaui dua mazhab penulisan hasil dan pembahasan dalam artikel ilmiah. Tentu tulisan ini hanya sebatas lintasan sekelebat saja.


Bandung, 14 Februari 2021
Wahyudin Darmalaksana, Peminat Metodologi Ilmu Hadis

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *