Meneguhkan Kiprah Penguatan Sensitivitas Gender di Perguruan Tinggi Islam:

Menilik Gaung Munas PSGA dan PTRG Award II (Pengalaman UIN Sunan Gunung Djati Bandung)

“Langkah kecil yang dilakukan akan sangat berarti untuk transformasi yang besar.”

UINSGD.AC.ID (Humas) — Langkah Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) sering kali terseok dan lemah di hadapan dinding kokoh patriarki yang membentengi berberapa kampus di lingkungan PTKI.

Pusat Studi Gender dan Anak (PGSA) adalah salah satu lembaga di perguruan tinggi sebagai leading sector dalam upaya-upaya pengarusutamaan gender (gender mainstreaming) di lingkungan kampus. Tugas PSGA tidak mudah karena selain kewenangannya kecil, juga karena masih dilihat sebagai ‘hanya’ urusan perempuan.

Penguatan-penguatan dalam berkiprah dengan semangat kesetaraan gender sangat diperlukan dalam upaya penyadaran yang berkelanjutan untuk mencapai kultur yang adil gender di perguruan tinggi. Lalu, seperti apa langkah nyata peneguhan kiprah PSGA sebagai kelembagaan yang akan mengantarkan pada pembangunan kultur kampus yang memiliki sensitifitas gender dan berkeadilan.

Penghargaan perguruan tinggi responsif gender (PTRG Award) adalah salah satu cara pengukuran yang diinisiasi oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Ditjen Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI, dan Aliansi PTRG. Seluruh PSGA di PTKI diharapkan ikut serta dalam proses ini dengan memberikan data dukung program-program yang mendukung implementasi pengarusutamaan gender di kampus masing-masing. Terdapat tujuh kategori bukti dukung di antaranya terkait kelembagaan, tata kelola, pengajaran, penelitian, pengabdian dan penanganan kekerasan seksual. Pengisian data dukung ini difasilitasi melalui portal Program Bantuan Penelitian, Publikasi Ilmiah, dan Pengabdian kepada Masyarakat (Litapdimas) Kemenag.

PSGA UIN Sunan Gunung Djati Bandung adalah salah satu lembaga yang juga mengikuti PTRG Award ini dengan membentuk tim untuk pengumpulan dan pemenuhan data dukung di tujuh aspek tersebut. Data yang terkumpul kemudian direview oleh para ahli di bidang kajian gender dan diurutkan berdasarkan program innovative dan data dukung yang tersedia, disertai dengan kehadiran pimpinan pada saat presentasi.

PSGA UIN Bandung termasuk salah satu nominee di antara 12 perguruan tinggi Islam yang masuk final dan mempresentasikannya pada kegiatan Musyawarah Nasional PSGA ke-1, PTRG Award ke-2, Konferensi Pusat Studi Gender dan Anak ke-3 dan International Conference on Gensia ke-3 bertajuk “Membangun Sinergisitas untuk Menguatkan Gerakan Pengarusutamaan Gender dan Budaya Nirkekerasan di PTKI” di Auditorium UIN Mataram, Lombok, 15-18 Oktober 2024. Dengan Dewan Juri PTRG Award adalah Prof Dr. Mufidah, Guru Besar dari UIN Malang, dan Desti Murdiana, Perwakilan Konsorsium We Lead sekaligus Direktur JASS.

Berdasarkan hasil pemenuhan data dukung PTRG dan presentasi di hadapan para juri, PSGA UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang dimotori oleh Irma Riyani, sebagai kepala PSGAnya, mendapatkan penghargaan kategori Utama (terbaik) sebagai kampus responsif gender. Salah satu point penting dalam penilaian tersebut adalah karena UIN Bandung sudah mencantumkan gender sebagai salah satu program unggulan dan isu strategis di Rencana Strategis UIN Sunan Gunung Djati Bandung Tahun 2024-2029.

Komitmen Rektor, Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag menjadi dukungan terbesar dalam proses implementasi terutama di kebijakan terkait pelaksanaan kampus responsive gender di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Tentu saja, PSGA tidak akan bisa melangkah sendiri, langkahnya perlu mendapatkan penguatan dan perlu support system untuk mencapainya.

Beberapa strategi yang bisa dilakukan secara bersama-sama untuk pencapaian kampus responsif gender di antaranya adalah melalui kebijakan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Beberapa concern yang muncul terkait implementasi sadar gender di kampus adalah pada ranah rekrutmen pegawai, jalan peningkatan dan promosi karier untuk perempuan, pendistribusian pekerjaan dan masih banyak lainnya.

Dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan programnya, sensitivitas gender perlu dimunculkan agar bisa memberikan akses dan kesempatan serta pelibatan yang sama bagi perempuan. Salah satu contohnya adalah dengan proporsi keterwakilan perempuan dalam struktur dan kultur di kampus untuk menuju kampus yang sadar gender.

Seringkali, kerja-kerja PSGA terasa sunyi karena lebih sering merasa sendiri dalam pencapaian programnya. Sebab itu, berjejaring dengan banyak pihak baik di dalam maupun di luar kampus seperti dengan pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Non-Government Organization (NGO) atau organisasi non-pemerintah yang bergerak dalam isu yang sama menjadi penguat bagi PSGA dalam mengimplementasikan programnya.

Pengumpulan data gender, inventarisir semua aktivitas kampus yang memiliki sensitifitas gender sebetulnya meneguhkan peran PSGA bahwa kerja-kerja mereka nyata, walau hasilnya terkadang belum terlihat secara langsung karena tujuan kita adalah mengubah pemahaman dan meningkatkan kesadaran gender.

Menuju kampus responsif gender dengan demikian bukan sekedar tugas PSGA tetapi seluruh elemen kampus yang perlu didukung salah satunya adalah dengan model kepemimpinan yang flexible dan terbuka memberikan peluang untuk upaya-upaya menguatan sensitifitas gender. Di UIN Bandung, dukungan tersebut sudah dimulai dengan masuknya penguatan isu gender di Renstra. Harapannya, mari bersinergi bersama dalam mewujudkan sensitifitas gender melalui langkah pasti pencapaiannya.

Irma Riyani, Kepala Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Sunan Gunung Djati Bandung

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *