Obrolan saya dengan kerabat dekat Prof. K.H. Anwar Musaddad, rektor pertama IAIN SGD Bandung dan dekan pertama Fakultas Ushuluddin, banyak memberikan pencerahan, terutama dalam rangka melestarikan Fakultas Ushuluddin yang saat ini sedang saya pimpin. Saya mendapatkan informasi begitu berharga bahwa beliau sangat mencintai fakultas Ushuluddin. Saking cintanya, Ushuluddin selalu diletakkan di urutan pertama di bandingkan fakultas-fakultas lainnya. Nah, saya baru dengar  bahwa beliau pernah melontarkan singkatan USTAD yang merupakan kepanjangan dari Ushuluddin Syariah Tarbiyah Adab dan Dakwah. Terlihat di sana Fakultas Ushuluddin diletakkan di urutan pertama. Jika beliau menganggap Ushuluddin sangat penting, saya kira semua civitas UIN Bandung seharusnya menyadarinya. Betapa tidak, tanpa kehadiran fakultas ini, huruf I dalam singkatan UIN sepertinya akan kehilangan esensinya.

Sebagai mather of islamic sciences, fakultas Ushuluddin memang harus “dilestarikan”.  Ushuluddin adalah etalasenya UIN. Sesuai dengan namanya, Ushuluddin artinya pokok-pokok agama, karena di Fakultas ini mahasiswa disuguhi mata kuliah-mata kuliah tentang pokok-pokok agama, khususnya studi tentang al-Qur’an dan Hadis, ilmu aqidah, dan ilmu tasawuf. Perlu ada bahasan tersendiri untuk menjelaskan begitu pentingnya posisi Fakultas Ushuluddin bagi UIN sendiri secara khusus dan bagi dakwah Islam secara umum.

Saya merasa saat ini belum ada upaya maksimal dari universitas ataupun dari Kementerian Agama R.I. untuk meneruskan kecintaan pendiri IAIN SGD di atas terhadap Fakultas Ushuluddin. Indikasi yang paling sederhana adalah tidak ada kebijakan khusus untuk memproteksi fakultas ini dari kepunahan karena kurang diminati mahasiswa. Kalau sekarang fakultas ini memiliki mahasiswa lumayan, itu karena berjibakunya pejabat struktural di fakultas ini dalam mensosialisasikan pentingnya ilmu-ilmu keushuluddinan kepada masyarakat. Setiap tahun penerimaan mahasiswa baru, kita seperti sedang berhadapan dengan “perang besar”, berjihad bagaimana caranya agar fakultas ini tidak punah. Menurut saya, sebaiknya Fakultas Ushuluddin tidak dibiarkan bersaing secara bebas dengan fakultas-fakultas umum atau dengan Fakultas Tarbiyah di tengah animo besar masyarakat terhadap fakultas-fakultas ini. Saya kira, perubahan IAIN menjadi UIN seharusnya diikuti dengan garansi keberlangsungan fakultas-fakultas agama.

Saya pernah berkunjung ke Fakultas Ushuluddin di beberapa UIN. Saya mendengar bagaimana Universitas memproteksi Fakultas Ushuluddin, dengan cara memberikan beasiswa kepada sebagian besar mahasiswanya. Nah, itulah caranya kita memelihara dan melestarikan etalase UIN. Ushuluddin itu menghasilkan para ulama, para agamawan. Mereka diharapkan menjadi para penafsir al-Qur’an dan hadis.

Mereka diharapkan menjadi agamawan toleran di tengah-tengah masyarakat. Mereka diharapkan jadi pemikir dan konseptor yang mengemas Islam dengan cara yang populis. Mereka diharapkan menjadi para psikiater Islam. Mereka adalah para penerus Nabi dalam melestarikan agama Islam. Ushuluddin itu menghasilkan lulusan-lulusan yang berpikir besar untuk mengabdi kepada umat, menjadi orang bermanfaat bagi masyarakat, daripada sekedar berpikir pragmatis ingin menjadi ini atau itu. Jadi, seharusnya kita bangga semakin memperbanyak calon-calon ulama, agamawan, dan para pengabdi umat.

Saya hawatir, kalau tidak ada upaya sistematis dan terukur untuk melestarikan Fakultas Ushuluddin, maka akan mengurangi nilai keberkahan (jika tidak dikatakan dosa) bagi UIN sendiri. Melestarikan Fakultas Ushuluddin sama saja dengan melestarikan produksi para penerus Nabi.

Memberikan kebijakan khusus untuk Fakultas Ushuluddin bukan masalah keberpihakan kepada fakultas tertentu, tetapi upaya bersama melestarikan etalase UIN. Bahkan bukan sekedar itu, juga dalam upaya terus melahirkan para intelektual agama yang paham ilmu-ilmu pokok agama Islam. Kebijakan apa yang dapat dilakukan universitas? Saya kira banyak, di antaranya, dari macam-macam jalur penerimaan mahasiswa baru, harus ada jalur khusus yang hanya menerima untuk jurusan-jurusan yang peminatnya langka. Di antara lainnya adalah pemberian beasiswa kepada (seluruh) mahasiswa prodi yang peminatnya langka.

Ke depan saya berharap besar ada kebijakan khusus yang real dari universitas atau dari Kemenag RI sendiri untuk menyelamatkan Fakultas Ushuluddin. Kebijakan khusus ini saya kira dapat ditempatkan dalam koridor jihad di jalan Allah. Semoga.***[Rosihon Anwar]

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *