Resiliensi Berbasis Alquran

(UINSGD.AC.ID)-Alquran adalah kitab suci penyempurna yang diturunkan pada bulan mulia, Ramadhan. Di dalamnya tidak ada keraguan sebagai petunjuk bagi manusia dan pembeda dari yang hak dan yang batil (QS al-Baqarah: 185). Alquran dapat dipahami dari perspektif mana pun, menggunakan cara apa pun.

Maka, dalam sejarah peradaban manusia, kita mengenal banyak sekali pendekatan memahami Alquran. Sebagai contoh, perintah untuk puasa wajib pada Ramadhan jika dipahami dari perspektif  pendidikan adalah bulan untuk membentuk diri yang lebih baik dari sebelumnya.

Dari sisi kesehatan, adalah proses “mengistirahatkan” sebagian organ-organ tubuh. Berdasarkan aspek ekonomi, adalah menggerakkan proses produksi, distribusi, dan konsumsi. Termasuk dari bingkai sosial yang berdampak besar pada relasi kohesi keluarga yang lebih kuat.

Problematika kehidupan manusia pasti akan datang dengan beragam bentuknya. Tentu apa yang telah dihadapi oleh umat manusia masa lalu tidak sama dengan hari ini, pun dengan yang akan dirasakan pada masa yang akan datang.

Hari ini kita berhadapan dengan derasnya arus informasi dari genggaman tangan (gadget), apakah itu benar adanya atau hoax. Telah banyak peristiwa, gadget dengan varian aplikasinya, menjadi alat paling efektif untuk meng-endorse seseorang atau bahkan men-downgrade eksistensi diri.

Pada saat itulah dibutuhkan daya tahan diri atau yang disebut resiliensiResiliensi dapat diartikan sebagai adaptasi yang baik di bawah keadaan khusus (Snyder & Lopez, 2002).

Sedangkan menurut Sills dan Steins (2007), resiliensi merupakan adaptasi yang positif dalam menghadapi stres dan trauma. Ditambah kondisi Covid-19 yang selama dua tahun lebih ini mengintai, memberikan dampak yang sangat besar terhadap pertahanan diri.

Di banyak aplikasi kita banyak menemukan perilaku manusia yang unpredictable dan tidak sepenuhnya perlu dilakukan. Fakta-fakta tersebut mengindikasikan pentingnya solusi yang paten.

Dan sejatinya, Alquran telah menunjukkan bagaimana jalan keluar atas problematika hidup manusia (QS al-Baqarah: 155-157), yakni inna lillah, kami adalah milik Allah. Deklarasi bahwa kita manusia adalah milik Allah, yang tertuang dalam kitab suci Alquran, merupakan daya resiliensi fundamen.

Keyakinan itu akan memberikan arah bahwa apa pun yang dilakukan akan dipertanggungjawabkan, yang terjadi merupakan bagian dari skenario dari Zat Yang Maha, dan kejadian yang tidak baik adalah karena keengganan kita untuk lebih dekat dengan Allah.

Melalui Ramadhan ini, secara fisik kita diminta untuk memiliki daya tahan biologis. Dan secara psikis kita juga memupuk sedikit demi sedikit deklarasi inna lillah, kami adalah milik Allah.

Karena itu, pada akhir Ramadhan, mudah-mudahan kita terus dapat menguatkan diri, memiliki daya resiliensi yang lebih baik. Wallahu a’lam.

DR DINDIN JAMALUDDIN, Wakil Dekan I Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Sumber, Republika 27 April 2022

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *