Politik Pasutri

Ada ungkapan Belanda masih jauh. Betul pilpres juga masih jauh. Masih empat tahun. Tapi Pilkada DKI sudah dekat. Jika jadi 2022. Pilkada DKI suka jadi barometer. Untuk melihat peta politik nasional. Pilihan Presiden jelasnya. Bukankah Pak Jokowi juga awalnya gubernur DKI. Wajar jika rame-rame politik di Jakarta yang mulai menghangat. Dikaitkan dengan persiapan 2024. Menguasai Jakarta, bisa menguasai Indonesia. Kira-kira itu rumusnya. Meskipun politik bukan metematika. Bukan juga fisika. Seperti kata Einstein Politics is more difficult than Physics.

Adalah ulah Khoirul Amin. Orang Jawa Timur yang sudah lama di Jakarta. Mendeklarasikan Pasutri. Pagi tadi, 9 Januari. Pasutri, bukan Pasangan Suami Isteri. Tapi Pasukan Tri Rismahrini. Mengklaim relawan pendukung Bu Risma. Untuk maju di DKI 1.

Tentu saja deklarasi Pasutri ini. Semakin menambah hingar bingar politik Jakarta. Wajar jika orang berasumsi. Memang Bu Risma disiapkan untuk mencoba peruntungan politik. Di Ibukota. Sebagai calon gubernur.

Deklarasi Pasutri semakin menambah rame. Bagi yang kemarin mengamati hebohnya Bu Mensos. Blusukan di Ibu Kota. Mendapatkan beberapa Tunawisma. Bahkan di jalan MH Thamrin dan Jalan Sudirman. Saya tidak mau ikut berpolemik. Tentang blusukan itu.

Tapi jangan salahkan orang mengira-ngira. Bahwa itu bagian dari strategi. Mengangkat popularitas Bu Risma. Di mata publik Jakarta. Bisa saja asumsi itu salah. Tapi popularitas adalah modal. Dalam mendulang suara electoral.

Jika Bu Risma benar maju. Pada Pilkada Jakarta. Seolah menambah deretan Mensos. Dari Menteri mengincar gubernur. Bukankah Bu Khofifah. Yang sekarang jadi gubernur Jawa Timur. Pernah menjadi Mensos. Dari 27 Oktober 2014 hingga 17 Januari 2018.

Mari kita ikut meramaikan. Otak Atik Ghatuk. Jangan dianggap terlalu serius, toh seperti saya sebutkan diawal. Belanda masih jauh. Jika Bu Risma popular dan menjadikan Jakarta sebagai barometer. Bagi kontestasi nasional. Maka pendukung Anies yang mulai berhitung. Bagaimana strategi politik memenangkan kembali pilihan gubernur. Sebelum ikut bertanding pada pilihan presiden yang akan datang.

Bagi Pak Anies, kontestasi kembali pada Pilkada Jakarta adalah momentum. Menang lagi, bisa dijadikan modal. Menuju kontestasi 2024. Jika kalah, hilanglah panggung. Untuk terus menaikkan popularitas dan acceptabilitas publik. Disinilah signifikansinya peran Bu Risma. Bagi partai pendukungnya. Vis a Vis Anies di Pilkada 2022.

Selain Bu Risma. Mungkin wakilnya jadi saingan Pak Anies. Jika kalkulasi partai-partai yang akan mengusung calon DKI 1 dipetakan. Pak Anies bisa didukung PKS, mungkin gabung dengan Nasdem. Bu Risma sudah jelas, siapa partai di belakangnya, PDIP. Tinggal Gerindra, mungkin tidak mengusung Anies. Bisa jadi sang Wagub, Ahmad Riza Patria. Atau Gerindra berkoalisi dengan PDIP. Menduetkan Risma-Patria. Untuk mengalahkan Anies. Sehingga masa depannya menuju RI 1. Menjadi cukup suram.

Jika Anies tak lagi berpasangan dengan Patria, lalu siapa yang akan digaet. Bisa jadi pesaingnya di Pilkada DKI 2017. Sang Ketua Umum Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Anies-AHY berhadapan dengan Risma-Patria. Atau siapa saja yang diusung Gerindra. Bagaimana dengan partai-partai lainnya, PAN (9 kursi di DKI), PSI (8 kursi), Golkar (6 kursi) dan PKB (5 kursi). Sudah lah jangan dilanjutkan imajinasinya. Dalam politik segalanya bisa terjadi. Bahkan dalam bilangan detik. Belanda masih jauh kan. Selamat bermalam minggu.[]

Prof. Ahmad Ali Nurdin, MA., P.hD., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *