Pesan Sosial Lailatul Qadar

(UINSGD.AC.ID)-Islam adalah agama yang sarat pesan sosial, di samping pesan ritual. Bahkan, ‘Abdul-Wahab Khalaf, pakar ushul fiqih, meneliti, ayat-ayat hukum terkait muamalah (ajaran tentang interaksi sosial) lebih banyak dibandingkan ayat terkait ibadah.

Ini tentu saja menggambarkan betapa penting pemaknaan sosial dari pesan-pesan Islam. Saratnya pesan-pesan sosial dalam Islam dapat dipahami sebab agama ini tidak saja mengatur hubungan antara individu dengan Tuhan, tetapi juga antarindividu.

Pesan-pesan sosial tampak dalam ajaran tentang menjaga hubungan baik Muslim dengan Muslim lainnya, bahkan dengan non-Muslim. Terma kunci dalam Alquran seperti “amal saleh” banyak dimaknai ahli tafsir bukan saja terkait ritual tetapi juga ibadah sosial.

Cara Mendapatkan Malam al-Qadr
Bahkan, dalam banyak hadis ditegaskan, kesejatian keimanan seseorang ditentukan kesalehan sosial ini. Nabi bersabda, “Siapa yang mengimani Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tetangganya.”

Lebih jauh dapat dikatakan, ibadah ritual seseorang sejatinya membawanya kepada kesalehan sosial. Pesan sosial ajaran Islam tidak hanya ditemukan pada ajaran tentang muamalah tetapi juga pada ajaran tentang ibadah ritual.

Bahkan bisa dikatakan, pada setiap rangkaian ibadah ritual, pasti di sana ada pesan sosialnya. Puasa Ramadhan yang sedang dijalankan ini, jelas-jelas sarat pesan sosial seperti berbagi dengan sesama, menahan diri dari syahwat keduniaan yang berlebih.

Lailatul Qadar

Lailatul Qadar sering dipahami sebagai puncak ibadah ritual seseorang di bulan Ramadhan. Ibadah yang menyertainya adalah menghidupkan malam (ihyaul-lail), beriktikaf di masjid, membaca Alquran, memanjatkan doa-doa kebaikan.

Ibadah-ibadah ini, tentu punya pijakan kuat dari hadis-hadis yang bisa dipertanggungjawabkan. Ada beberapa pesan sosial yang dapat digali dari balik ibadah yang melekat dengan Lailatul Qadar sebagaimana disebutkan di atas.

Pertama, perjuangan tak henti melakukan kebaikan kepada orang lain. Keberadaan Lailatul Qadar di hari-hari terakhir Ramadhan dapat dimaknai, Lailatul Qadar adalah apresiasi terhadap Muslim yang berjuang tak henti melakukan kebajikan selama bulan suci.

Jadi, Lailatul Qadar adalah anugerah baginya. Ini pesan sosial tentang perjuangan yang tak henti dalam melakukan kebajikan kepada orang lain. Ini juga pesan sosial soal apresiasi pada kebaikan orang lain. Berbuat baik kepada orang lain pada saatnya nanti pasti diapresiasi.

Kedua, bersama-sama dalam mengerjakan kebaikan. Dalam hadis Aisyah yang masyhur disebutkan, pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, dalam konteks menjemput Lailatul Qadar, Nabi membangunkan keluarganya untuk menghidupkan malam.

Ini menekankan pentingnya melibatkan orang di luar dirinya menjalankan kebajikan. Makna lainnya, Nabi mengondisikan orang di luar dirinya pada situasi yang menjadikan orang itu baik, menegaskan pentingnya menyalehkan orang lain selain menyalehkan diri sendiri.

Ketiga, menumbuhkan mental pemaaf. Doa yang paling dianjurkan di malam Lailatul Qadar, sebagaimana disampaikan dalam hadis adalah Allahumma innaka afuwwun, tuhibbul afwa fafu anni ya karim.

Ada dua komponen penting dalam doa ini, yaitu menyebut sifat Allah sebagai Yang Maha Pemaaf dan Maha Mulia serta permohonan pemaafan. Pesan untuk berjiwa besar dalam memaafkan orang lain segera dapat disimpulkan saat menyebut Nama Allah tersebut.

Kita, diperintahkan mencontoh akhlak Allah. “Berakhlaklah sebagaimana akhlak Allah,” demikian Nabi menegaskan.

Keempat, revitalisasi fungsi sosial masjid. Iktikaf di masjid, yang merupakan rangkaian penting mengisi Lailatul Qadar, dapat dimaknai bagaimana merevitalisasi masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah ritual tetapi juga menyelesaikan permasalahan sosial.

Sejarah masjid adalah sejarah pergulatan pemakmur masjid dengan penyelesaian masalah-masalah keumatan, di samping tentu saja fungsinya sebagai tempat melaksanakan ibadah ritual.

Kelima, berpikir tentang rekayasa sosial. Dalam sejarah perjalanan ulama terdahulu, malam hari adalah waktu yang tepat untuk berpikir tentang hidup, kebaikan bagi diri dan orang lain.

Ajaran “menghidupkan malam” di Lailatul Qadar adalah momentum tepat melakukan perenungan di atas. Di awal-awal kenabiannya, bahkan Nabi bertahannus di Gua Hira, memikirkan bagaimana merekayasa masyarakat Makkah yang pagan ke kondisi tauhid.

Banyak karya besar lahir dari keheningan malam. Banyak gagasan rekayasa sosial lahir darinya. Keheningan malam dan kejernihan pikiran memang boleh jadi akan melahirkan rencana-rencana besar untuk rekayasa sosial ke arah yang lebih baik.

Puasa, Lailatul Qadar, dan Idul Fitri adalah perjalanan tentang perjuangan, perenungan, dan keberhasilan. Di balik ketiganya, ada pesan sosial mendalam. Ketiganya sejatinya tidak saja menjadikan Muslim saleh secara ritual, tetapi juga saleh secara sosial.

ROSIHON ANWAR, Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Sumber, Republika 7 Mei 2021

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter