Mewaspadai Perilaku Munafik

(UINSGD.AC.ID)-Dalam setiap kunjungan pada situs bersejarah, baik di Mekah maupun di Madinah. Setiap jemaah haji dan umrah seringkali diingatkan untuk mewaspadai entitas manusia yang kerap kali menjadi aral yang melintangi dakwah baginda Nabi. Jejak perilaku mereka, terekam begitu rapi pada beberapa situs berejarah. Mereka itu adalah orang-orang munafik. Saking licin dan berbahayanya, konon sahabat yang terkenal pemberani seperti Umar bin Khattab saja, pernah berujar kalau ia begitu takut berhadapan dengan orang munafik. Pasalnya, mereka itu menampilkan keimanan begitu meyakinkan pada lisannya tetapi menyembunyikan kekufuran begitu halus pada hatinya.

Dari sejarah tentang perang Tabuk misalnya. Diantara potret perilaku orang munafik itu, ia sering kali nyinyir dan mencela siapun yang berbuat baik dan berpihak pada agama. Karena dibutuhkan logistik untuk kepentingan perang Tabuk, Rasulullah saw menyeru para sahabat untuk bersedekah.

Adalah Abdul Rahman bin Auf, ia menyerahkan seluruh hartanya dengan suka rela untuk kepentingan peperangan. Kemudian umumnya sahabat bersedekah sesuai kemapuannya. Sebagaiamana dijelaskan dalam Qs. At-Taubah: 79, orang-orang munafik malah mencela Abdul Rahman bin Auf yang mensedekahkan seluruh hartanya dengan sukarela dan menghina para sahabat yang sedekah sesuai kemampuannya. Padahal ia sendiri tidak bersedekah sama sekali.
Di kota Madinah dikenal sosok yang mengkampanyekan diri sebagai pemberani. Ia adalah Jad bin Qais, seorang pembesar kaum munafik. Sebagaimana diriwayatkan oleh al-Wahidi dalam kitabnya Asbabun Nuzul. Ketika Rasulullah mengajaknya untuk berperang melawan orang-orang Romawi yang berafiliasi dengan Bani Asfar. Sang pembesar munafikun itu malah berapologi. “Sebaiknya ya Rasulullah Engkau izinkan aku untuk tinggal di Medinah saja. Aku itu orang yang mudah disukai wanita. Aku khawatir kalau wanita-wanita Bani Asfar yang cantik tertarik kepadaku dan aku tidak dapat menahan gejolak nafsu. Lalu terjerumus ke dalam fitnah.”

Menyebut diri sebagai pemberani. Tetapi ketika diajak berperang membela bangsa, mereka pandai berapologi dengan mengarang cerita. Maka Turunlah Qs. At-Taubah ayat 49, untuk menjelaskan potret lain dari kaum munafik. Allah menegaskan; Di antara mereka ada orang yang berkata: “Izinkanlah saya (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah”. Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir.

Masih terkait kasus perang, ketika kaum munafik terpaksa ikut ke medan perang. Ia tidak ikut berjuang sama sekali membela bangsa dan agamanya. Melainkan bergegas mencari tempat perlindungan dan persembunyian. Allah mengambarkan pada QS. At-Taubah: 57, ketika berperang, bila mereka memperoleh tempat perlindungan atau gua-gua atau lobang-lobang (dalam tanah), niscaya mereka pergi ketempat itu secepatnya untuk bersembunyi.

Berdasarkan kasus-kasus di atas, orang munafik adalah tukang tipu. Mereka menipu Allah dan Rasulullah, Maka Allah akan membalas tipuan mereka. Kendatipun mereka mereka berdiri untuk shalat, mereka melakukannya dengan malas. Sholatnya bukan untuk mengingat Allah, hanya untuk pamer di hadapan manusia (QS. An-Nisa: 142).

Dalam segala bentuknya, perilaku munafik yang ditemui pada sebagian situs dan lokus bersejarah di Haramain. sesungguhnya tengah memberikan pesan kepada semua jemaah haji dan umrah. Bahwa perilaku munafik adalah predator untuk setiap kemabruran haji dan umrah. Dalam setiap ekspresi kemunafikan, sedikit demi sedikit, perlahan tetapi pasti. Saat itu setiap pahala haji dan umrah tengah tergerus. Naudzubillah.

Aang Ridwan, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Sumber, Pikiran Rakyat 9 November 2021

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *