Merawat Nikmat Persatuan dan Kesatuan Bangsa

(UINSGD.AC.ID)-Di antara beberapa nikmat yang paling agung ini ialah nikmat hidayah Islam, nikmat diteguhkan hati kita untuk mengikuti Rasulullah SAW, dan bersatu padu di bawah panji agama Islam serta terhindar dari perpecahan dan permusuhan. Nikmat hidayah bagi bagi bangsa Indonesia semangat Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei 1908 merupakan titik awal bagi Bangsa Indonesia untuk bangkit dan memiliki jiwa nasionalisme, rasa persatuan dan kesatuan yang tinggi. Selain itu, Kebangkitan Nasional juga merupakan langkah awal untuk rakyat Indonesia memiliki kesadaran agar mampu memperjuangkan Indonesia untuk merdeka.

Allah SWT telah menganugerahkan kepada kita ketentraman hidup berbangsa, rasa aman dalam hubungan bermasyarakat, di lingkungan kerja, hingga dalam lingkup terkecil di dalam keluarga. Bagi kita yang mungkin memiliki aneka problematika pun masih dapat berkumpul, berjamaah dengan saudara-saudara kita di dalam Masjid yang mulia ini. Allah SWT berfirman:

وَٱعْتَصِمُوا بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَٱذْكُرُوا نِعْمَتَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِۦٓ إِخْوَٰنًا وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara…”( QS. Ali Imran [3]: 103).

Manakala dikontekstualisasikan dengan kehidupan kita sekarang ini, ayat 103 QS. Ali Imran tersebut mengandung perintah bagi kita agar hendaknya kita sama-sama berpegang teguh pada tali agama Allah SWT, dan tidak berpecah belah, dan agar kita terus menerus merawat kerukunan dan persatuan. Di tengah ujian dan aral rintang rasa ukhuwah kita sesama umat Isam, kita juga dihadapkan dengan kemiskinan, keadilan, pendidikan, dan sebagainya. Sehingga jika ada upaya sekelompok atau segelintir orang yang hendak mengganggu persatuan ini tidak perlu terpancing untuk diadu domba, berpinsip bahwa berlapang dada pada yang berbeda, bersatu pada apa yang disepakati. Maka dari itu, sebagai bentuk ikhtiar kita menjaga ukhuwah atau persatuan dalam bingkai persaudaraan ini, Prof.Dr Yunahar Ilyas.Lc.,M.A dalam bukunya Kuliah Akhlak menulis empat pilar dalam upaya merawat/menjaga nikmat persatuan, antara lain:

Pertama taáruf, yakni upaya saling mengenal antar individu maupun kelompok, mengenal lebih dalam, tidak cukup hanya mengenal ciri-ciri fisik seseorang atau sekadar biodata singkatnya saja. Namun juga mengenali latar belakang kehidupan, pendidikan hingga keagamaannya.

Kedua tafahum, yaitu upaya saling memahami kelebihan dan kekurangan, sehingga segala macam bentuk kesalahpahaman dapat terhindari.

Ketiga taáwun, yakni upaya tolong menolong satu sama lain. Maka hendaknya yang kuat menolong yang lemah, yang memiliki kelebihan menolong yang berkekurangan, yang sehat menolong yang sakit, dan seterusnya sehingga Allah SWT menurunkan rahmatNya.

Keempat takaful, yaitu upaya saling memberikan jaminan, sehingga dapat mendorong timbulnya rasa aman, tak ada kekhawatiran dalam menghadapi bermacam-macam permasalahan, sebab ada jaminan dari saudaranya yang mau memberikan pertolongan, serta mencarikan solusi jalan keluar, dan sebagainya.

Inilah empat tiang penyangga dalam kita membina ukhuwah merekat persaudaraan dan persatuan antar sesama umat Islam pada khususnya, dan sesama warga bangsa pada umumnya.

Pada akhirnya kita sadar, bahwa kita merupakan hamba Allah SWT yang sering melakukan khilaf dan salah, hanya Nabi yang memiliki sifat ma’shum atau terjaga dari berbuat maksiat dan dosa. Oleh karenanya mari kita tingkatkan rasa persaudaraan antar sesama dan berusaha mengikuti petunjuk-petunjuk Rasulullah sebagaimana tersebut dalam hadis-hadis yang maqbul.

مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا ، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ ، يَسَّـرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ، وَمَنْ سَتَـرَ مُسْلِمًـا ، سَتَـرَهُ اللهُ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ، وَاللهُ فِـي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

“Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari Kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutup aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu suka menolong saudaranya”. (HR. Muslim).

Prof. Dr. H. A. Rusdiana, Drs., MM., Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter