Menyambut Bulan Suci di Tanah Suci

(UINSGD.AC.ID)-Hanya dalam hitungan hari, sayyidus suhur, penghulunya para bulan, yakni bulan suci ramadhan akan berkunjung dan bertamu. Kehadirannya dirindu sedalam kalbu dan dinanti sepenuh hati. Karena itu Baginda Nabi merangkai sebait doa mulia, “Ya Rabb berkahi kami pada bulan Rajab dan Sya’ban juga sampaikan kami pada bulan Ramadhan”(Al-Hadits).

Kehadiran bulan yang sangat mulia ini tentu harus disambut gembira nan suka cita. Dalam Qs Al-Muthaffifin ayat 26, Allah mengisyaratkan, “Dan untuk yang demikian itu hendaknya kalian berloma-lomba,.” Secara spesifik dalam Qs. Al Baqarah ayat 148, Allah menegaskan, “Maka berlomba-lombalah kalian dalam kebaikan”. Dalam spirit kedua ayat ini, ramadhan adalah momentum strategis untuk produktif berkompetisi dalam kebaikan.

Secara populer, ramadhan disimpulkan para ulama sebagai, “ajmalul madrasati”, yakni sekolah terindah. Mursyid atau guru utamanya adalah Allah. Muridnya, ekslusif hanya orang-orang yang beriman. Waktu belajarnya, hanya satu bulan dalam satu tahun. Pelajaran utamanya, siang hari menjalankan puasa dan malam hari melaksanakan shalat tarawih. Tugas tambahannya;  tilawatil qur’an, i’tikaf, dan zakat fitrah. Target utamanya, mencetak manusia bertaqwa. Sebagai sekolah terindah, ramadhan memberikan fasilitas luar biasa berupa Lailatul Qodar. Sebuah malam yang lebih baik daripada seribu bulan.

Dalam balutan kesadaran untuk berkompetisi dalam kebaikan dan inklusif pada kemuliaan ramadhan sebagai madrasah terindah. Banyak umat Islam dari seantero jagat raya, bertamu ke haramain untuk menyambut datangnya bulan nan agung. Bulan suci mereka sambut di tanah suci. Mereka menggendong harapan, ibadah umrah yang  mereka lakukan bisa memantik spirit religi yang tinggi demi persembahan ibadah terbaik untuk Yang Ilahi.

Telah diketahui bersama, bahwa ibadah umrah memiliki banyak keutamaan. Pertama, Rasulullah menegaskan ibadah umrah merupakan jihad. Suatu ketika ibunda Aisah bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apakah wanita juga wajib berjiad?”, Rasul menjawab, “Ya. Seorang wanita wajib berjihad namun bukan dengan peperangan, melainkan dengan melaksanakan ibadah haji dan umrah.” (HR. Ibnu Majah no 2901).

Kedua, ibadah umrah ibarat mesin pembersih dosa. Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “antara umrah yang satu dan umrah yang lainnya, akan menghapus dosa diantara keduanya. Dan bagi haji mabrur tidak ada lagi pahala melainkan surga”. (HR Bukhari no. 1773)

Ketiga, ibadah umrah bisa menjadi solusi atas kemiskinan. Dari Abdullah, Rasulullah SAW bersabda, “ikut sertakanlah umrah kepada ibadah haji, karena keduanya bisa menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran bisa menghilangkan karat pada besi, emas dan perak. Sementara tidak ada pahala bagi haji yang mambrur kecuali surga”. (HR An-Nasai no 2631).

Disisi lain, bila ibadah umrah dilaksanakan pada bulan suci ramadhan, Rasulullah SAW bersabda, “jika ramadhan tiba, berumrahlah saat itu, karena umrah ramadhan senilai dengan ibadah haji” (HR Bukhari no 1782). Dalam lafadz dari Imam Muslim disebutkan, “Umrah pada bulan ramadhan senilai dengan ibadah haji.” (HR Muslim no 1256). Sementara dalam lafadz dari Imam Bukhari disebutkan, “Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan seperi berhaji bersamaku”. (HR. Bukhari no 1863).

Menyambut bulab suci, di tempat yang suci dan diisi dengan ibadah umrah, keutamaan dan keindahannya tiada terperi. Kehadiran ramadhan benar-benar sebagai madrasah terindah.

Dr. H. Aang Ridwan, M.Ag., Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Sumber, Pikiran Rakyat 29 Maret 2022.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *