Kurban adalah laku ibadah yang khas. Ada hewan yang disembelih. Dan dagingnya yang dibagi-bagikan. Drama kosmis yang dicontohkan oleh dua orang manusia pilihan Tuhan yaitu Ibrahim dan Ismail, menjadi laku syariat yang baku. Tak berubah karena sejarah. Tak berganti karena berlainan waktu.

Menurut sebagai penafsiran, kurban adalah ibadah simbolik. Yang disembelih memang binatang tapi sejatinya, ia merupakan prosesi “penyembelihan” kecenderungan buruk dan perilaku kebinatangan yang sering menjadi selaput yang menutupi kesadaran kemanusiaan yang otentik.

Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang fitri, suci. Spesies “binatang” yang memiliki kesadaran spiritual di palung terdalamnya. Tetapi karena bawaan bumi dan materilah, manusia kerap lupa terhadap alas hakiki keberadaannya.

Bagi mereka yang bisa berkurban tahun ini, berbahagialah. Sungguh! Anda telah diberi kesempatan berharga untuk “menyembelih” kecenderungan-kecenderungan buruk dan perilaku-perilaku yang kerap melampaui batas.

Bagi mereka yang bisa menyembelih binatang kurban tahun ini bersyukurlah. Rayakanlah. Sungguh! Anda telah diundang Tuhan untuk meneguhkan derajat taqwa. Sebab kata al-Qur’an dalam surat al-Hajj ayat 37, daging dan darah tidak bisa menjadi jalan untuk menggapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaanlah yang mampu mewujudkannya.

Bagi anda yang belum bisa. “Berkurban perasaanlah”. Artinya, Anda tidak harus uring-uringan apalagi marah-marah jika esok hari tidak beroleh jatah daging untuk disate! 😂

Tabik!

Dr. Radea Juli A. Hambali, M.Hum, Wakil Dekan I Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *