“Tempora mutantur, et nos mutamur in illis”

Adakah yang tetap? Atau bisakah kita mempertahankan segala yang ada di dunia untuk tak berubah? Lalu, bagaimana dengan kita, apakah juga berubah? Waktu berubah, dan kita ikut berubah di dalamnya. “The times are changing, and we change in them”. Itulah makna dari pernyataan latin di atas.

Sungguh. Seluruh aspek kehidupan yang kita jalani ini menunjukkan ke arah yang tak pernah sama. Semuanya mengalir. Segalanya berganti mengikuti hukum baja kehidupan: perubahan. Kita tidak lagi mengirim kabar melalui surat yang dilipat di kaki Merpati. Kita tidak lagi mengabarkan pesan dan permohonan maaf di hari lebaran melalui secarik kertas yang dihias yang dikirimkan petugas pos.

Telpon genggam mengambil alih sampainya pembicaraan dan pesan. Dalam hitungan detik kita bisa mengabarkan pesan, permohonan maaf, dan ucapan selamat menjadi berlipat. Kepak sayap Merpati diganti. Kayuhan sepeda tukang pos diambil alih oleh jari. Inilah jaman digital, jaman ketika tekhnologi informasi membantu manusia mempercepat perjumpaan dan percakapan. Waktu seumpama diringkus dan dimampatkan. Jarak seperti dipangkas dilipat menjadi dekat.

Semakin ke sini, jumlah penggunaan kertas semakin menyusut. Riwayat pemakaian mesin tik sudah lama tak terdengar lagi kabarnya. Lemari tak lagi disesaki oleh kumpulan dokumen dan kertas photo copyan. Ini jaman digital, zaman ketika jejak peristiwa, berita acara, bukti kegiatan dan dokumen disimpan dalam sebuah istilah”cloud”, google drive atau lemari digital yang jauh memberikan rasa aman ketimbang “lemari manual” yang rentan dari kebakaran, dimakan rayap ataupun tersapu banjir bandang. Hehehe

Mengkhidmati perubahan zaman yang semakin cepat dan hadirnya era disrupsi digital, Ushuluddin bergegas menyongsong perubahan itu. Menggagas kehadiran lemari digital tidak hanya kemestian tapi juga tuntutan kehidupan (akademik).

Dengan lemari digital, Ushuluddin tidak hanya berambisi tapi juga hendak memastikan bahwa seluruh aktivitas Tridharma Perguruan Tinggi tidak tercecer menjadi serpihan peristiwa yang entah kemana dan tak berguna. Dengan itu, lemari digital adalah sarana dan siasat untuk menjaring, menghimpun dan menyimpan seluruh aktivitas Tri Dharma dalam “mesin memori” yang aman dan terjaga.

Tak hanya menjadi “mesin memori” yang menyimpan seluruh aktivitas Tri Dharma Perguruan Tinggi, lemari digital bermaksud memudahkan dalam pencarian dan pengambilan dokumen/data terutama ketika performa lembaga dipertaruhkan di hadapan mahkamah akreditasi. Dengan ini, kehadiran lemari digital hendak menjungkirbalikan anggapan bahwa performa lembaga dicipta karena pencitraan semata yang sering mengedepankan janji ketimbang bukti. Lemari digital dengan itu menyediakan segala ihwal data dan bahwa performa Lembaga hanya bias ditakar dan dibuktikan kinerjanya berdasarkan data dan fakta.

Lemari digital adalah proyek sejarah berkesinambungan. Seiring dengan perkembangan teknologi ia bukanlah pekerjaan sekali jadi. Karena itu, ia membutuhkan dukungan dan komitmen seluruh civitas akademika. Bukan untuk siapa-siapa ia dibuat. Tentu saja untuk kita semua.
Allahu a’lam[]


Bandung, 9 Januari 2020

Dr. Radea Juli A. Hambali, M.Hum, Wakil Dekan I Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *