5 Peran Pendidikan dalam Mencegah Anak dari Perilaku Bullying

(UINSGD.AC.ID)-Pekan ini masyarakat dikejutkan dengan berita seorang pelajar SMP di Temanggung yang membakar gedung sekolahnya sendiri. Menurut berita yang tersiar, hal ini terjadi akibat perilaku bullying yang dilakukan oleh teman-temannya bahkan konon dilakukan oleh gurunya sendiri.

Fenomena bullying menurut data Kemen PPA, ada 440 anak laki-laki dan 326 anak perempuan sebagai pelaku bullying di sekolah. Sedangkan sepanjang tahun 2021 setidaknya ada 17 kasus perundungan yang terjadi di berbagai jenjang di satuan Pendidikan.

Mengapa sih hal ini terus terjadi justru di lingkungan pendidikan formal tempat anak-anak belajar mengelola emosi negatif menjadi positif.

Berikut ini 5 peran pendidikan dalam mencegah anak dari perilaku bullying, yaitu :

1. Semua elemen wajib turut bertanggung jawab atas sistem sekolah yang telah disepakati bersama. Karena, sekolah sebagai suatu sistem yang saling terkait serta saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Pasal 1 butir 3 UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional).

2. Sekolah/guru bukan hanya mengajar tapi mengembangkan minat dan bakat anak sehingga anak tumbuh kepercayaan dirinya. Sebab, peran guru sebagai pembimbing yaitu membantu siswa yang mengalami kesulitan (belajar, pribadi, sosial), mengembangkan potensi siswa melalui kegiatan-kegiatan kreatif di berbagai bidang (ilmu, seni, budaya, olah raga). (Willis: 2003).

3. Tanamkan kepada anak nilai-nilai agama dan moral melalui tawashau bilhaq watawashau bishabr secara langsung atau jurnal diri. Bisa jadi anak pelaku bullying dia tidak menyadari bahwa apa yang dilakukannya secara fisik, verbal, atau psikis merupakan kategori perundungan yang melanggar HAM pasal 1 ayat 6 nomor 39 tahun 1999.

4. Fenomena bullying yang sedang marak terjadi sebaiknya dijadikan tema pembelajaran. Melalui belajar bermakna seperti yang dikembangkan oleh David Paul Ausubel untuk menggali pemahaman anak dan berpikir kritis.

5. Nah, nampaknya Kurikulum Merdeka bisa menjadi solusi untuk sekolah melakukan asesmen diagnostik non kognitif. Dalam hal ini melingkupi bagaimana kondisi kesejahteraan psikologis dan emosi anak bisa diketahui secara dini dan berkelanjutan.

Dr. Hj. Teti Ratnasih, M.Ag., CIPS., CHt., Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung; Pakar Hypnoparenting bersertifikat Internasional; Trainer Terbaik Indonesian Hypnosis Centre (IHC) 2023; Instruktur Nasional Kurikulum Merdeka.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *