Pada 21-24 Mei 2013 berlangsung Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Ulama Alquran di Serang, Ban ten, yang diikuti kurang lebih 120 peserta yang terdiri dari para ulama, akademisi, dan pemerhati ka- jian tafsir dan ilmu Alqur an. Kegiatan itu sendiri diselenggarakan Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMA) Balitbang Diklat Kementerian Agama.
Beberapa rekomendasi telah dihasilkan dari kegiatan ini dan semuanya bermuara pada tema besar `Mendialogkan Teks Alquran dengan Realitas’. Agenda mendialogkan teks dengan realita sesungguhnya menjadi substansi misi Alquran itu sendiri. Kata syifa’ yang terdapat pada Al Isra’17:82 dapat dipahami sebagai solusi bagi problematika kehidupan sepanjang masa.
Jadi, kemukjizatan Alquran pa ling besar terletak pada kemampuannya me nyapa realitas dengan solusi. Turun nya Alquran secara bertahap mengikuti peristiwa yang terjadi –seperti terdokumentasikan dalam riwayat sababun-nuzul–juga merupakan upayanya untuk berdialog dengan realita.
Agenda mendialogkan teks Alquran dengan realita sejatinya dilakukan pada sisi pendalaman materi dan perumusan metodologi tafsir alternatif. Untuk sisi yang pertama, LPMA sudah memberikan kontribusi yang cukup signifi kan. Be- berapa seri tafsir tematik dan tafsir ilmi sudah lahir. Berbagai isu telah dibahas pada seri-seri tersebut.
Namun, sebagaimana tercermin dari berbagai tanggapan para peserta Mukernas terhadap karya-karya seri tersebut, sepertinya agenda berikutnya sebaiknya ditambah dengan upaya memformulasikan metode tafsir alternatif. Metode ini tidak berarti menafi kan metode tafsir yang ada sama sekali, tetapi dapat pula berbentuk penyempurnaan terhadap metode yang ada.
Upaya menemukan metode tafsir alternatif seiring dengan semangat mendialogkan teks dan realita, serta mengikuti perkembangan realita yang terus berubah secara dinamis. Dengan selesainya Alquran turun, maka berhenti pula turunnya teks. Sementara realita terus berkembang seiring dengan perjalanan zaman.
Itu sebabnya, ijtihad dan qiyas (analogi) mutlak dibutuhkan dalam menjambati antara teks Alquran dan realita. Dengan demikian, metode tafsir alternatif yang dihadirkan sejatinya memberikan ruang yang luas bagi ijtihad dan qiyas, ruang yang tidak diberikan cukup luas oleh metode-metode tafsir yang ada.
Sejarah kemunculan metode tafsir sebagaimana dikenal saat ini –seperti dengan apik diulas dalam `al-Bidayah fit-Tafsir al-Maudhu`i karya al-Farma- wi’– sesungguhnya juga sejarah penemuan tak henti terhadap metode tafsir baru. Sebagai contoh, metode tafsir tematik maudhu`i) lahir untuk menyem- purnakan metode tafsir tahlili dan dalam rangka memenuhi kebutuhan mendesak terhadap solusi-solusi qurani.
Beberapa pertimbangan dapat dikemukakan sebagai acuan dalam perumusan metode tafsir alternatif. Pertama, ayat-ayat Alquran memiliki multilevel makna. Ada banyak testimoni, baik berupa hadis maupun pendapat para pakar, mengenai hal ini. Sebuah riwayat yang disampaikan Abu Nu`aim dan lainnya dari Ibn `Abbas (w 68 H/689 M) menyatakan bahwa Alquran memiliki beberapa sisi dan makna (dzul-wujuh). Selama ini metode tafsir yang ada lebih banyak berorientasi pada makna lahir/eksote rik ayat, sedangkan makna batin/esoterisnya belum maksimal digali.
Kedua, takwil adalah salah satu alat yang dapat digunakan untuk menyelami kandungan makna Alquran yang tersimpan di balik teks sebuah ayat. Tradisi pemanfaatan takwil secara luas oleh para sufi dan filosop Muslim sebaiknya tidak dinilai lagi sebagai tafsir kiri, tetapi dinilai sebagai terobosan yang baik untuk ditiru dalam konteks mengeksplorasi makna-makna ayat.
Mengawal Hasil Mukernas
Di antara poin hasil Mukernas adalah dukungan kepada Kementerian Agama RI untuk keberlangsungan kegiatan penyusunan Tafsir Alquran dengan berba gai pendekatan, dengan melibatkan para ulama dan pakar yang berlatar belakang keahlian ilmu berbeda dalam sebuah atau beberapa tim kerja yang saling melengkapi. Poin ini jelas memberikan ruang kepada keterlibatan berbagai pakar di luar tafsir untuk berkumpul bersama-sama membumikan Alquran.Dengan demikian, keterlibatan banyak pakar dengan latar belakang keahlian ilmu berbeda diharapkan semakin menonjol pada Mukernas berikutnya. Ini tentunya salah satu upaya memaksimalkan dialog antara teks dan realitas.
Dengan dukungan pemerintah, banyak hal dapat dihasilkan melalui mukernas seperti ini. Jika selama ini diisi dengan respons terhadap produk tafsir yang dihasilkan oleh tim yang dibentuk LPMA, ke depan mukernas diharapkan menjadi ajang musyawarah akbar pakar Alquran untuk mendiskusikan isu-isu aktual.
Isu tersebut di antaranya mencari solusi agar Alquran tidak saja ditafsirkan secara aktual, tetapi juga produk tafsir itu sendiri disosialisasikan kepada masyarakat secara masif dan komprehensif. Syukur-syukur hasil Mukernas berikutnya melahirkan sebuah organisasi yang dapat menaungi para ulama, akademisi, dan pemerhati kajian tafsir dan ilmu Alquran.[]
Rosihon Anwar, Guru Besar Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Peserta Mukernas Ulama Alquran.
Sumber, Republika 31 Mei 2013