Menghindar dari Gulung Tikar

Jemaah sedang wukuf / foto : suaraislam.id

UINSGD.AC.ID (Humas) — Para ulama pegiatan kajian ushuluddu’a, merekomendasikan para Jemaah yang bertamu ke Baitulah untuk menggetarkan kalimat i’tiraf sepanjang perjalan suci itu. Terlebih ketika wukuf di padang Arafah. Pada puncak ibadah haji itu, kalimat i’tiraf sejatinya dihadirkan dan digetarkan.

Kalimat i’tiraf, digetarkan oleh Nabi Adam As dan Ibunda Hawa ketika melakukan perjalan suci. Sebuah perjalan tulus tentang pengakuan kedzaliman diri dan pengharapan mendalam atas pengampunan dosa dan taburan rahmat-Nya. Hal itu mereka lakukan, atas pelanggaran nyata keduanya terhadap larangan Allah SWT.

Kalimat i’tiraf itu, diabadikan Allah pada Qs. Al-A’raf :23. “Keduanya berkata: ‘Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan merahmati kami, niscaya pastilah kami menjadi orang-orang yang merugi’”.

Hal utama yang dipinta dalam kalimat i’tiraf adalah permohonan agar tidak termasuk orang-orang rugi atau orang-orang yang ‘gulung tikar’. Sehubungan dengan itu, dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda, “Tahukah Kalian, siapakah muflis (orang yang bangkrut) itu?” Para sahabat menjawab: “Di kalangan kami, muflis itu adalah mereka yang tidak mempunyai dirham dan harta benda”.

Nabi bersabda: ‘Muflis di antara umatku itu ialah seseorang yang kelak di Hari Kiamat datang lengkap dengan membawa pahala ibadah shalatnya, ibadah puasanya dan ibadah zakatnya”. Namun di samping itu dia juga membawa dosa berupa makian pada orang ini, menuduh yang ini, memakan harta orang ini, menumpahkan darah yang ini serta menyiksa orang ini”.

Lalu diberikanlah pada orang-orang itu sebagian pahala kebaikannya, juga pada yang lain. Sewaktu kebaikannya sudah habis padahal dosa belum terselesaikan, maka diambillah dosa-dosa mereka itu semua dan ditimpakan kepada dirinya. Kemudian dia dihempaskan ke dalam neraka. (HR Muslim, Ahmad).

Dalam petunjuk hadits ini, manusia yang gulung tikar adalah mereka yang kesolehan ritualnya tidak membekas pada kesholehan sosialnya. Dalam idiom popular dikenal istilah STMJ; sholat terus memaki jalan, shaum terus menuduh jalan atau shodaqoh terus mencuri jalan.

Sementara dalam petunjuk Qs. Al-Munafiqun: 9, Allah berfirman; “Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allâh. Siapa saja yang berbuat demikian maka mereka Itulah orang-orang yang merugi”.

Menurut ayat ini, mereka yang diyakinkan Allah gulung tikar, adalah mereka yang dianugerahi harta namun memperdaya dirinya hinga melupakan Allah. Demi harta, hareupeun ditajong, tukangeun ditoker, handapeun dijejek,. Segala muslihat ia terapkan dan segala cara dihalalkan.

Pun demikian, demi dan atas nama anak, banyak orang tua yang dengan sengaja merekayasa bahkan melanggar aturan. Bila harta, si buah hati dan belahan jantung membuat orang tua lancung. Maka, ia akan menghadap Allah dalam keadaan gulung tikar.

Pada kutub ini, ibadah haji adalah perjalan i’tiraf, yakni perjalanan tentang pengakuan tulus atas sejumlah kedzaliman dan kenistaan. Sebut saja ibadah yang hanya mengedepankan kesolehan ritual tanpa kesolehan sosial. Atau kepemilikan anak dan harta yang kerap kali membuat diri lupa pada sang pencipta.

Berbekal pengakuan tulus, demi terhindar dari gulung tikar, ibadah haji adalah perjalan menyampaikan permohonan dengan penuh pengharapan dan keyakinan akan hadirnya ampunan dan limpahan kasih sayang-Nya. Semoga.

Aang Ridwan, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *