Mendapatkan Nilai A, antara Kepemimpinan, Normatifitas & Kreatifitas

[www.uinsgd.ac.id] Tahun 2013, sejumlah jurusan di UIN Sunan Gunung Djati Bandung mendapatkan nilai akreditasi A. Ini menjadi prestasi tersendiri bagi UIN Bandung karena periode sebelumnya jurusan yang mendapatkan nilai akreditasi A selalu milik Jurusan Pendidikan Agama Islam dan Kependidikan Islam. Namun kini, jurusan-jurusan lain juga mulai menunjukan kesetaraan kualitasnya dengan jurusan yang paling banyak peminatnya tersebut.

Jurusan apa saja yang mendapatkan nilai Akreditasi A tersebut? Kedelapan jurusan tersebut adalah Jurusan Sejarah Peradaban Islam, Bahasa dan Sastra Inggris, Bahasa dan Sastra Arab, Jurusan Tafsir Hadits, Kependidikan Islam, dan Jurusan Pendidikan Agama Islam.

Dekan Fakultas Adab sangat bersyukur dengan apa yang didapat oleh ketiga jurusannya yang mendapatkan nilai akreditas A, “Saya merasa bangga dan bersyukur kepada Tuhan atas akreditasi yang di raih oleh SPI dengan nilai A,”ujarnya beberapa waktu lalu saat menerima piagam penghargaan dari Rektor (05/2013).

Menurut Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Arab (BSA), Dedi Supriadi, M.Ag, untuk mendapatkan nilai akreditasi A itu sebenarnya sangat normatif. “Kita tinggal mengikuti standar yang telah ditetapkan oleh BAN PT dan kita penuhi itu semua,”ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya.

Ading Kusdiana, Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam (SPI) menyampaikan bahwa untuk mendapatkan nilai A tidak terlepas dari rutinitas kegiatan akademik yang bersifat dokumentatif mulai dari menginventarisir absensi mahasiswa dan dosen, monitoring perkuliahan, soal, nilai, hingga akhirnya dibukukan menjadi satu bundel. Begitu juga di awal perkuliahan para dosen selalu didorong untuk mempersiapkan rencana perkuliahan yang didokumentasikan dan disimpan di jurusan.
Ini semua bagi Dedi Supriadi sangat normatif, jika dilakukan setiap waktu maka dokumen-dokumen yang terkumpul menjadi sangat berharga saat dilakukan visitasi akreditasi. ”Asesor tinggal mencocokan data yang sudah ada,” ujarnya.

“Jadi data yang ada ini bukan hasil instan dalam beberapa malam, oleh karena itu karena sering dibuka maka dokumennya lecek,”ujarnya.

Di luar kenormatifan data-data yang menjadi kegiatan rutin akademik. Point penting yang menonjol dari jurusan BSA adalah bahwa kegiatan perkuliahan yang dilaksanakan tidak hanya sekedar teori-teori dan praktik tanpa karya.

Jurusan BSA menunjukan kualifikasi akademik mahasiswanya melalui karya nyata. Bahkan tidak sedikit karya mahasiswa yang sudah diterbitkan oleh penerbit nasional dan mendapatkan respon luar biasa dari kalangan luar. Hal ini juga diutarakan oleh Dedi Sulaeman, Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris. Pembeda dengan PT lain adalah pada karya.

Selain memenuhi aspek normatif yang menjadi standar BAN PT yang meliputi aspek visi misi, kepemimpinan dan tata kelola organisasi, jumlah dan kreatifitas mahasiswa serta rasionya dengan dosen, jumlah dan kualifikasi SDM, kurikulum, suasana akademik, dan Tridharma Perguruan Tinggi. Karya Dosen dan mahasiswa juga menjadi point penilaian. Pembeda lain dari sisi kurikulum dengan PT lain menurun Dedi akan dipertimbangkan oleh Asesor, seperti yang terjadi pada jurusan BSI.

“Jurusan BSI menjadi rujukan dan role model bagi jursan BSI se-PTAIN oleh Kementerian Agama, salah satu alasannya karena kurikulum yang unik. Jika di PT lain yang menjadi kajian selalu berkiblat pada Barat, kita membuat komparasi antara sastra Barat, Islam, juga dengan Sunda. Ini yang membuat Asesor tertarik,”ujarnya.

Dr. Badrudin, M.Ag., Ketua Jurusan Kependidikan Islam atau yang mulai menyosialisasikan dan berganti menjadi jurusan Manajemen Pendidikan Islam menekankan pada komitmen kepemimpinan pada lembaga. “Fungsi Kepemimpinan adalah motivasi, komunikasi, dan pengambilan keputusan. Oleh karena itu seorang pemimpin harus mampu memotivasi anak buahnya, berkomunikasi dengan baik, serta mengambil keputusan terbaik.

Bagi Badrudin, komitmen tersebut bukan hanya milik pimpinan, tetapi juga komitmen seluruh jajaran yang ada di lembaga yang dimulai dari pimpinan, komitmen dosen, bahkan juga komitmen office boy, mereka juga memiliki peran penting dalam memperoleh nilai akreditasi A. “Tentu saja komitmen saja tidak cukup, karena semua ini merupakan proses rangkaian dari pengimplementasian visi, misi, tujuan, target dan sasaran lembaga,” ujarnya.

Dengan adanya kepemimpinan itulah maka lahir sistem monitoring dan evaluasi lembaga agar visi misi bisa tercapai sesuai dengan target.

Sedangkan Drs. Ujang Dedih, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam menyatakan, selain SDM, tidak terlepas dari pengisian Borang dan data-data yang harus dipersiapkan mulai dari mahasiswa, waktu lulusan, serapan di dunia kerja yang sesuai serta korelasi data yang tersedia dengan borang.***[]

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter