Merawat Niat ke Baitullah

Pelaksaan umrah di era normal baru, belum sepenuhnya memberikan jawaban atas kerinduan kaum muslimin seantero jagar raya, tak terkecuali muslim Indonesia untuk bertamu ke Baitullah. Berbagai kasus yang terkait dengan kembali ditemukannya jamaah umrah yang positif covid 19, menjadi semacam pemantik ditanguhkan kembali pelaksanaan umrah untuk negara kita. Fakta mengkhawatirkan ini, tentu saja semakin mengoyak hati ribuan jamaah yang harus menangguhkan kembali niatnya untuk bertamu ke Baitullah.

Dalam kasus ini, menarik untuk menyimak sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi, “Niatul mu’mini khairum min’amalihi’, niat seorang mu’min lebih utama dari pada amalnya. Meminjam elaborasi Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam Risalatul Muawwanah wal Mudzaharah Wal Muwazarah, bila ditarik dalam kasus ibadah umrah, hadits ini terkait dengan dengan tiga fakta.

Pertama, bila seseorang yang berniat untuk melaksanakan ibadah umrah, kemudian niat itu diwujudkan dengan melaksanakanya. Maka, menurut Imam Al-Haddad, mengutip hadits Rasulullah, “Allah Azza wa Jalla akan mencatat pahala disisi-Nya sebagai perbuatan 100 kebaikan sampai 700 kebaikan, bahkan berlipat-lipat ganda pahalanya”.

Kedua, seseorang yang sudah berniat untuk melaksanakan ibadah umrah, Namun ia tidak melaksanakanya, padahal ia memiliki segenap kemampuan. Maka untuk fakta ini, Allah tetap akan memberikan pahala. Dalam hadits yang dikutif Imam Alawi Al-Haddad, Rasulullah saw, menegaskan, “Maka apabila seseorang berniat melakukan sesuatu kebaikan lalu tidak jadi melaksanakannya, Allah akan mencatat pahala disisi-Nya satu kebaikan yang sempurna”.

Ketiga, bila seseorang berniat untuk melakukan ibadah umrah, kemudian ia tidak mampu untuk melakukannya, entah karena keterbatasan finansal atau karena faktor dampak pandemi covid 19. Maka, kembali mengutif simpulan Imam Al-Haddad, “kepadanya diberikan pahala ibadah umrah sebagaimana orang yang melakukannya”.

Melalui kokohnya niat, Syekh Yahya Bin Abi Katsir (dikutip dari artikel Ahmad Anshori, Mengenal Fungsi Niat), menarik simpulan, fainnaha ablagu minal ‘amali, niat itu akan sampai lebih dulu di hadapan Allah daripada amalan”. Karena itu, dalam sistem ajaran Islam, niat memiliki posisi yang sangat utama.

Dalam fiqih misalnya, niat merupakan rukun untuk setiap ibadah, dari mulai; wudhu, sholat, zakat puasa, sampai haji dan umrah. Dalam ushul fiqih, niat berposisi sebagai penentu status hukum sebuah perbuatan tertentu. Sementara dalam ilmu akhlaq, niat menjadi penentu berkualitas atau tidaknya sebuah amaliyah di hadapan Allah. Bila niat terpelihara untuk tulus dan fokus kepada Allah, maka ia amat dekat dengan keikhlasan. Namun bila sebaliknya, ia amat dekat dengan riya, sum’ah, uzub dan takabbur.

Sekaitan dengan itu, Ahmad Anshori mengutip simpulan Syekh Abdullah bin Mubarak “Boleh jadi amalan yang sepele menjadi besar pahalanya disebabkan niat. Dan boleh jadi amalan besar menjadi kecil pahalanya karena niat”. Bahkan Imam Mutharrif menjelaskan, Sholaahal qolbi bisholaahil ‘amali, washolaahul ‘amali bisholaahinniati, “baiknya hati adalah dengan baiknya amalan, dan baiknya amalan adalah dengan baiknya niat”.

Kembali ke awal, dalam ketidak pastian pelaksanaan ibadah umrah dan haji, yang harus dirawat oleh kaum muslimin adalah niat. Tumbuh suburkan niat haji dan umrah dalam hati, kobarkan terus kerinduan untuk bertamu ke Baitullah dalam setiap tarikan nafas. Janganlah pandemi covid-19 memupuskan harapan. sebab dalam pupusnya harapan bisa menjauhkan pertolongan Allah.

Dalam niat yang terawat akan terbangun keyakinan yang kuat, bahwa Allah memiliki kuasa untuk melakukan apapun. Allah memiliki kuasa mebalikan pelaksanaan ibah haji dan umrah menjadi normal sebagaimana biasanya. Semoga

Dr. Aang Ridwan, M.Ag., dosen FDK UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Sumber, Pikiran Rakyat 24 November 2020

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *