UINSGD.AC.ID (Humas) — Upaya meningkatkan literasi dan Inklusi keuangan syariah, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Manajemen Keuangan Syariah (MKS) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Sunan Gunung Djati Bandung menggelar Seminar Internasional yang berlangsung di Lt 2 Auditorium FEBI Kampus II.
Seminar Internasional bertajuk Islamic Finance Inclusion in Asian Region, ini menghadirkan tiga narasumber: Mr. Danish Reza (Pakistan), Mr. Abduroheem Mad Adam (Thailand) dan Mr. Deni Kamaludin Yusup (Indonesia).
Ketua Steering Committee, Sopian Raden melaporkan kegiatan seminar internasional ini dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan mahasiswa seputar perkembangan inklusi keuangan syariah di kawasan Asia, dengan mengambil sampel dan narasumber dari tiga negara, yaitu Pakistan, Thailand, dan Indonesia. “Ketiga negara tersebut dianggap mewakili negara di Asia yang cukup concern terhadap inklusi keuangan Islam,” tegasnya, Kamis (12/12/2024).
Ketua Umum HMJ MKS, Fauzi Zulfikar menegaskan bahwa kegiatan seminar internasional ini merupakan mandat dari rencana program kerja pengurus HMJ MKS yang sudah dirancang dan direncanakan sejak lama. “Ini untuk membangun tradisi akademik yang baik di kampus, kegiatan seminar internasional ini sekaligus menjadi upaya HMJ MKS mendukung kebijakan program akademik di Jurusan MKS yang berorientasi mewujudkan Prodi MKS Road to International Class,” jelasnya.
Dekan FEBI, Prof Dudang Gojali mengapresiasi HMJ dalam rangka meningkatkan internasionalisasi kelembagaan. “Saya atas nama pimpinan mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada panitia, HMJ, Ketua Prodi yang sukses menyelenggarakan seminar Internasional dengan menghadirkan tiga narasumber dari Pakistan, Thailand dan Indonesia. Mahasiswa FEBI tong kuuleun, harus gaul, berjejaring baik di tingkat regional, nasional maupun internasional. Dengan begitu upaya naik kelas jadi internasional class dan rekognisi internasional segera terwujud,” harapannya.
Dalam presentasinya, pembicara pertama, Mr. Danish Reza, menjelaskan perkembangan inklusi keuangan syariah di Pakistan yang sudah berkembang sangat baik. Ia memberikan contoh, Bank Negara Pakistan (SBP) bekerja sama dengan Industri Perbankan Syariah (IBI) telah meluncurkan kampanye kesadaran perbankan syariah untuk mencapai pertumbuhan substansial. Menurutnya, SBP bersama seluruh pemangku kepentingan termasuk lima bank syariah dan 18 jendela bank syariah (unit usaha syariah) di Pakistan telah berpartisipasi dan berkontribusi untuk meningkatkan kesadaran pentingnya perbankan syariah. “Bahkan SBP dan IBI sudah memiliki sebuah komite kampanye kesadaran dipimpin oleh Presiden Bank Meezan, Irfan Siddique, yang merupakan bank syariah terbesar di Pakistan,” paparnya.
Dalam hal ini, SBP dan IBI telah berperan dalam meningkatkan kesadaran publik dan memberikan dorongan kuat untuk meningkatkan pertumbuhan industri perbankan syariah di Pakistan. “SBP dan IBI juga telah membuat Rencana Aksi Lima Tahun untuk mengembangkan industri keuangan syariah yang dipromosikan melalui media cetak dan elektronik, serta dibahas dalam seminar, forum dan pemutaran film dokumenter tentang perbankan syariah,” tuturnya.
Pembicara kedua, Mr. Abduroheem M. Adam, menyampaikan tentang perkembangan keuangan syariah di Thailand tidak berkembang cepat seperti Pakistan dan Indonesia. Menurutnya, perkembangan keuangan syariah di Thailand lebih banyak dikembangkan di sektor Lembaga Keuangan Mikro Syariah. “Thailand memiliki penduduk Muslim hanya sekitar 8 persen dari total populasi, namun masyarakat muslim khususnya di Thailand Selatan sebenarnya sangat berkomitmen dalam mempercepat perekonomian syariah. Khususnya masyarakat muslim yang berada di Thailand Selatan bukan hanya concern terhadap Lembaga Keuangan Mikro Syariah, tetapi juga mengembangkan industri halal,” ujarnya.
Percepatan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah sedang dikembangkan oleh Pemerintah Thailand, di mana pasar utamanya berada dan dikembangkan di wilayah Thailand Selatan. “Pemerintah Thailand juga menjalin kerjasama regional dengan beberapa negara di Kawasan ASEAN untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah,” ucapnya.
Pembicara ketiga, Mr. Deni Kamaludin Yusup, menguraikan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam pengembangan ekonomi syariah. Beberapa penyebabnya adalah tingkat literasi dan inklusi ekonomi syariah yang masih rendah. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan Tahun 2023 menunjukkan tingkat literasi keuangan syariah baru mencapai 39,11 persen dan tingkat inklusi keuangan syariah sebesar 12,88 persen.
Pertumbuhan ekonomi syariah Indonesia sendiri sebenarnya menunjukkan peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir, mencatatkan keberhasilan Indonesia menempati peringkat ketiga pada tahun 2023 naik dari peringkat 11. Namun demikian, ada sejumlah tantangan peningkatan inklusi keuangan Syariah, di mana masih banyak kekurangan dalam layanan keuangan Islam, terutama di wilayah pedesaan serta Indonesia bagian tengah dan timur. “Kondisi itu menghambat pemenuhan kebutuhan keuangan Islam, terutama untuk transaksi keuangan terkait kegiatan keagamaan seperti haji, umrah, qurban, zakat, infaq, shodaqoh, serta wakaf,” keluhnya.
Tantangan lain adalah kurangnya dukungan pemimpin komunitas dan tokoh agama untuk merekomendasikan keuangan syariah kepada masyarakat. “Itulah alasannya kenapa perkembangan inklusi keuangan syariah lebih banyak direpresentasikan dengan perbankan syariah dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan syariah lainnya. Padahal inklusi keuangan Syariah sejatinya dapat dikembangkan di sektor perbankan, industri keuangan non-bank, pasar modal syariah, bisnis digital, dan termasuk pula industri halal,” harapannya.
Ketua Program Studi MKS, Dr. H. Dadang Husen Sobana, M.Ag., CSBA., berkeyakinan melalui seminar internasional ini paling tidak telah meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran mahasiswa di FEBI UIN Sunan Gunung Djati Bandung untuk berkontribusi lebih besar dalam peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah di masa depan. “Mahasiswa sangat penting untuk mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia,” paparnya.
Literasi keuangan yang baik tidak hanya memungkinkan masyarakat membuat keputusan finansial yang tepat, tetapi ikut mengurangi kerentanan terhadap penipuan dan kesalahan manajemen keuangan. “Semoga dengan digelarnya kegiatan seminar internasional ini, Negara Indonesia yang sedang tumbuh dan berkembang mampu menghadapi tantangan besar di masa depan dan bisa menjadi negara yang maju sejajar dengan negara-negara adidaya lainnya,” pungkasnya.