Kurikulum Cinta: Menumbuhkan Kepedulian dan Toleransi dalam Pendidikan

Ilustrasi Kurikulum Cinta. (MI/Seno)

UINSGD.AC.ID (Humas) — Kurikulum Cinta pertama kali digagas oleh Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, sebagai pedoman bagi lembaga pendidikan di lingkungan Kementerian Agama RI. Lahirnya kurikulum ini merupakan respons terhadap berbagai permasalahan sosial yang terjadi di tengah masyarakat kita, seperti kemiskinan, kekerasan, dan konflik yang masih terjadi di Indonesia.

Salah satu cara untuk menuntaskan masalah ini adalah melalui pendidikan, yang diharapkan dapat menjadi solusi ideal untuk menanamkan nilai-nilai cinta sejak dini.

Merawat Keberagaman

Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, Indonesia harus menjadi contoh dalam menjaga keberagaman dan harmoni antaragama. Keberagaman adalah anugerah Tuhan yang harus dijaga. Negara kita kaya akan suku, agama, dan budaya, sehingga penting bagi kita untuk membangun kerja sama yang baik dalam keberagaman.

Kurikulum Cinta adalah kurikulum yang dirancang dengan fokus pada pengembangan karakter, pembelajaran berbasis pengalaman, serta perhatian mendalam terhadap aspek sosial dan emosional dalam pendidikan. Melalui kurikulum ini, diharapkan dapat lahir individu yang humanis, nasionalis, naturalis, toleran, dan selalu mengedepankan cinta sebagai prinsip dasar dalam kehidupan.

Kurikulum Cinta ini bertujuan untuk menciptakan iklim yang memungkinkan individu untuk memahami perasaan, kebutuhan, dan keadaan orang lain dengan sikap empati, kesediaan mendengar, kesabaran menghadapi perbedaan, serta penghormatan terhadap privasi orang lain. Kurikulum ini juga menekankan keterbukaan, kejujuran, dan kemampuan berdialog dalam suasana saling mendukung, baik dalam suka maupun duka, dengan memahami bahwa manusia tidak dapat hidup sendirian.

Yang lebih penting adalah menanamkan kepedulian terhadap sesama tanpa memandang latar belakang. Dari sisi kebangsaan, kurikulum ini bertujuan menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air dengan penghormatan terhadap nilai-nilai kebangsaan, budaya, dan kearifan lokal, menjaga persatuan dan kedaulatan, serta berkontribusi untuk kemajuan bangsa. Inti dari tujuan dilahirkannya Kurikulum Cinta adalah untuk mewujudkan masyarakat yang harmonis, toleran, inklusif, dan penuh kasih sayang.

Konsep materi dari Kurikulum Cinta yang sedang digagas dan dikembangkan oleh Kementerian Agama RI terdiri dari enam materi kunci, yaitu:

1. Cinta kepada Allah SWT
Peserta didik diharapkan dapat membentuk kecintaan mendalam kepada Allah SWT sebagai Sang Pencipta dan Pemelihara alam semesta. Cinta kepada Allah SWT menjadi sumber dari cinta kepada makhluk-Nya.

2. Cinta kepada Rasulullah SAW
Peserta didik diberikan pemahaman untuk meneladani akhlak mulia Rasulullah SAW sebagai contoh cinta kasih.

3. Cinta kepada diri sendiri
Peserta didik dibentuk untuk membiasakan diri dengan akhlak terpuji dan menghindari akhlak tercela terhadap diri sendiri.

4. Cinta kepada sesama
Peserta didik dibiasakan menanamkan empati dan toleransi terhadap sesama manusia.

5. Cinta kepada lingkungan
Peserta didik dibiasakan untuk menjaga alam dan lingkungan sebagai amanah dari Allah SWT.

6. Kecintaan kepada bangsa (hubbul wathan)
Anak-anak dibentuk agar dapat menumbuhkan semangat cinta tanah air sebagai bagian dari iman, dengan penghormatan terhadap budaya bangsa dan menghargai kearifan lokal.

Pendidikan tidak hanya sebatas transfer of knowledge (pengetahuan), tetapi juga transfer of value (nilai). Kurikulum berbasis cinta yang sedang dikaji oleh Kementerian Agama RI ini bertujuan untuk menjawab kedua hal tersebut, sebagaimana tercermin dalam keenam materi di atas.

Harapan dan Tolak Ukur Keberhasilan 

Keberhasilan Kurikulum Cinta ini dapat dilihat melalui delapan indikator, antara lain:

1. Pengembangan karakter
Peserta didik diharapkan dapat menanamkan empati, kedermawanan, dan rasa hormat terhadap perbedaan sejak usia dini.

2. Pembelajaran berbasis nilai
Peserta didik diharapkan dapat mengintegrasikan nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, dan toleransi dalam kehidupan sehari-hari.

3. Keterlibatan
Peserta didik harus mampu menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung ekspresi emosi serta diskusi terbuka.

4. Pembelajaran kolaboratif
Peserta didik diharapkan dibiasakan untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan memiliki tanggung jawab sosial.

5. Kegiatan
Mengadakan aktivitas sosial, kegiatan relawan, serta seni dan budaya untuk mendukung pembelajaran berbasis cinta.

6. Pendidikan keluarga dan komunitas
Melibatkan keluarga dan mengajarkan keberagaman dalam masyarakat/komunitas di sekitar peserta didik.

7. Refleksi diri
Peserta didik didorong untuk melakukan refleksi dan journaling sebagai cara untuk mengevaluasi sikap dan perilaku mereka.

8. Keterampilan sosial
Mengajarkan komunikasi yang efektif dan penyelesaian konflik secara damai.

Perlu diketahui bahwa Kurikulum Cinta ini tidak berdiri sendiri sebagai mata pelajaran baru, tetapi diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran yang sudah ada. Implementasinya disesuaikan dengan jenjang pendidikan yang ada di lingkungan Kementerian Agama RI. Pada tingkat RA/PAUD, metode pembelajarannya menggunakan permainan dan pembiasaan positif. Sedangkan pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi, pendekatannya berbasis pengalaman dan refleksi.

Kehadiran Kurikulum Cinta ini diharapkan dapat memberikan arah baru bagi pendidikan kita yang nyata dalam kehidupan sosial, baik dalam konteks keagamaan, hubungan kemanusiaan, maupun keberagaman bangsa. Keberhasilannya tidak hanya diukur dari aspek kognitif, tetapi juga dari perubahan sikap dan perilaku peserta didik.

Kita tidak ingin agama hanya menjadi sesuatu yang normatif, tetapi harus bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari jenjang RA hingga perguruan tinggi, kita ingin membentuk individu yang ramah, humanis, nasionalis, dan peduli lingkungan. Oleh karena itu, kami mendukung sepenuhnya gagasan Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, agar Kurikulum Cinta ini dapat segera terwujud secara maksimal. Kami juga berharap agar semua elemen yang ada di bawah Kementerian Agama dapat bekerja sama dan saling mendukung untuk mensukseskannya.

Dr. Pepen Supendi, Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Sunan Gunung Djati Bandung

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *