Penelitian ini dilatar belakangi oleh kegundahan dan ketertarikan peneliti terhadap fenomena mutakhir mengenai tindakan eksploitasi dan kekerasan terhadap anak. Padahal anak adalah titipan dan karunia yang diberikan Allah Swt. kepada pasangan suami isteri yang wajib memeliharanya dengan baik, hingga anak tersebut menginjak usia dewasa. Dalam banyak kasus yang dipublikasikan di berbagai media masa (cetak dan elektronik) di Indonesia menunjukan masih tingginya angka tindak kekerasan terhadap anak dan bahkan terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh anak di bawah umur.
Penelitian ini bertujuan: pertama, menganalisis konsep al-Wilayat ‘ala al-Nafs dalam Ilmu
Hukum Islam dan transformasinya dalam sistem hukum Indonesia; kedua, menganalisis kedudukan anak dalam sistem hukum Indonesia dilihat dari konsep al-Wilayat ‘ala al-Nafs dan hubungannya dengan perlindungan anak; ketiga, menganlisis aplikasi konsep al-Wilayat ‘ala al-Nafs dan hubungannya dengan upaya-upaya pemenuhan hak-hak anak melalui peraturan dan perundang-undangan perlindungan anak di Indonesia; dan keempat menganalisis konstribusi konsep al-Wilayat ‘ala al-Nafs bagi penguatan perlindungan hak-hak anak melalui peraturan dan perundang-undangan perlindungan anak di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan metode historis dan normatif (historical and normative methods) untuk menjelaskan konsep al-Wilayat ‘ala al-Nafs dalam Hukum Islam dan transformasinya dalam sistem Hukum Indonesia; Sumber data primer, sekunder dan tersier diperoleh dari berbagai literatur, peraturan dan perundang-undangan, serta kitab-kitab fiqih yang menjelaskan teori hukum. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah book review, dukomentasi, dan observasi, sedangkan untuk analisis data dilakukan secara deduktif dan induktif.
Penilitian ini memperoleh beberapa kesimpulan: Pertama, transformasi konsep al-Wilayat ‘ala al-Nafs ke dalam peraturan dan perundang-undangan dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu: pendekatan konstitusional; pendekatan struktural; dan pendekatan kultural; kedua, kedudukan anak dalam sistem hukum Indonesia kedudukannya setara dengan warga negara lainnya, yakni anak mendapat pengakuan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 250-283 KUH Perdata, pasal 42-43 UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 99-100 Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, dan pasal 1 UU No. 22 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak; ketiga, upaya-upaya pemenuhan dan perlindungan hak-hak anak bukan hanya menjadi tanggung jawab keluarga (family responsibility), tetapi juga menjadi tanggung jawab masyarakat (public responsibiliy), dan pemerintah/negara (State responsibility); dan keempat, penguatan perlindungan dan pemliharaan hak anak menurut hukum Islam hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan Syari’at (maqashid al-syari’ah) yakni tujuan-tujuan yang bersifat dharuriyyah, hajiyyah, dan tahsiniyyah.
Melalui penelitian ini ditemukan bahwa ketentuan perlindungan hak anak sebagaimana terumuskan dalam pasal 20, 21, 22, 23, dan 24 UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak ditinjau dari konsep al-Wilayat ‘ala al-Nafs dalam Hukum Islam, terbukti masih memiliki kelemahan, terutama pada tingkat implementasinya, baik di keluarga, masyarakat maupun penyelenggara negara .