Ilustrasi: Umat Buddha sambut umat Muslim usai Salat Idulfitri di Dusun Krajan, Desa Kalimanggis, Kab Temanggung. Foto/Humas Kemenag

UINSGD.AC.ID (Humas) — Di hari memperingati Amal Bhakti Kemenag yang Ke-79 ini, Kementrian Agama menyuguhkan tema tentang “Umat Rukun Menuju Indonesia Emas”. Sebuah tema yang pas untuk kondisi sosial Indonesia saat ini.

Kata kuncinya ada pada “kerukunan”. Sebuah frasa yang menjadi cara untuk menciptakan masyarakat yang saling menghargai, respek pada yang beda dan tumbuhnya kasih sayang pada mereka yang tak-sama.

Bayangkan, sebuah masyarakat plural seperti Indonesia yang terdiri dari beragam suku, agama, keyakinan dan kepercayaan. Jika tidak ada kerukunan di dalamnya Indonesia yang kaya dan beragam ini bisa saja terancam pecah dan tercerai berai oleh konflik dan perseteruan.

Sejatinya, seperti yang dikatakan Rumi, bahwa perbedaan dalam agama, budaya atau ikhwal apapun hanyalah variasi jalan menuju sumber dan asal yang sama, yaitu Tuhan. Dalam syairnya Rumi bertutur, “lautan yang sama menerima aliran sungai yang berbeda”.

Dalam konteks masyarakat yang plural, kerukunan harus dilihat sebagai perekat yang bisa menciptakan perdamaian karena masing-masing warga memiliki tanggungjawab yang sama untuk menjaga masyarakat tetap utuh sekalipun beda dan tak-sama.

Inti kerukunan sejatinya ada pada cinta. Cintalah yang memungkin mereka yang beda dan tak sama menjadi satu. Seperti kata Rumi, “biarkan diri kita bertemu di tempat dimana tidak ada ‘aku’ dan ‘engkau'”.

Dengan itu, Indonesia emas mustahil diwujudkan jika nihil cinta di dalamnya. Ya, cinta sesama kepada mereka yang beda dan tak-sama adalah salah satu modal penting untuk menciptakan Indonesia yang jaya dan bahagia.

Radea Juli A. Hambali, Wakil Dekan III Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *