UINSGD.AC.ID-Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Bandung bekerja sama dengan Fakultas Usuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) IAIN Pontianak menggelar Web Seminar (Webinar) dengan tema “Dakwah Media Online Generasi Millenial”, Jumat (18/9/2020).
Selain dihadiri oleh banyak peserta, pada webinar tersebut juga menghadirkan beberapa narasumber yang memang membidangi dengan tema yang diangkat.
Bahkan menariknya pada webinar tersebut juga menghadirkan artis terkenal sekaligus aktor dan pembawa acara profesional dari alumni FDK UIN Bandung yaitu Irfan Hakim Firmansyah, S.Ag.
Dalam materinya Irfan menyampaikan apabila media yang digunakan dalam berdakwah itu berbeda, tentu berbeda pula cara menyampaikan kepada para audiens.
Sejauh ini, disampaikan oleh Irfan sudah banyak media yang dapat digunakan untuk menyampaikan syiar Islam melalui dakwahnya. Jika dahulu terdapat media massa, media cetak dan media televisi.
Namun kini sudah semakin pesat dengan adanya media sosial yang lebih luas dan lebih mudah diakses oleh publik. “Teknologi informasi, before and after audience yang majemuk.
Kalau dulu dengan jangkauan tertentu seperti TV, tapi sekarang sudah masuk ke publik lebih luas bisa digunakan kapan saja,” kata Bang Irfan dengan sapaan akrabnya.
Kemajemukan dalam berdakwah di media online atau media sosial dikatakan Irfan, lantaran para audience berlatar belakang yang berbeda-beds, bahkan beda etnis, budaya bahkan beda agama.
Dengan itu yang menjadi PR besar bagi generasi millenial saat ini harus mampu untuk mengimbangi bahasa yang disampaikan kepada audiens dalam dakwahnya.
“Inilah yang menjadi PR besarnya. Kalau dakwah di masjid sudah jelas audiensnya, tapi kalau di Medsos sangat majemuk,” kata aktor terkenal ini.
Irfan menjelaskan ada yang namanya Seni Berdakwah dalam dakwah di media sosial yang meliputi beberapa poin penting yang harus diperhatikan oleh generasi millenial.
Pertama, Baper (bawa perasaan), dalam hal ini Baper bukan berarti yang bersifat sensitive, namun Baper yang bersifat ilmiah. Dalam artian bisa merasakan betul layak atau pantaskah yang akan disampaikan kepada para audiens.
Kedua, memperkaya wawasan dengan memperbanyak referensi, seperti mambaca kitab, buku, dan silaturahmi dengan banyak orang dalam artian bisa melihat hal-hal apa saja yang dibutuhkan oleh para audiens.
Ketiga, memiliki akun resmi. Para pendakwah media online harus memiliki akun resmi untuk mengunggah video secara utuh atau dakwah di publis ke publik secara langsung dan mungkin saja dengan melakukan dakwah secara langsung di lapangan untuk memberikan karya menarik dan terpenting temanya baik.
Irfan menyarankan apabila ada potongan dakwah yang dirasa sensitif bisa saja merujuk pada video yang utuh atau memberikan rujukan agar audiens bisa membaca buku atau kitab yang berkaitan.
Untuk menjadikan dakwah di media online lebih maksimal disampaikannya harus memiliki tim, karena menurutnya berdakwah merupakan frontiliner yang dibelakangnya ada team kuat untuk mendukung dakwah.
Lebih lanjut dijelaskannya ada tim teknis, tim kreatif, tim social media dan promosi, dan tim lainnya yang dirasa bisa mempermudah dalam berdakwah. “Maka kolaborasi dengan kaum milenial itu sendiri sangat penting dan membuat suatu yang tak membosankan,” katanya.
Kelima, tidak memaksakan menjawab pertanyaan yang belum diketahui, dalam artian audiens bisa saja direkomendasikan buku, kitab, yang perlu dibaca. Disarankannya agar pendakwah bisa menyampaikan hal-hal yang benar agar manfaatnya selalu mengalir.
Keenam, Pengelolaan data. Selain mempublis di media online, duta seni Indonesia tahun 1997 ini pun juga mengatakan penting untuk menyimpan file dakwah di website atau produk selain medsos. Karena terkadang ada masalah yang terjadi di media sosial, seperti resiko akun dibajak, resiko platform social media bangkrut atau gulung tikar dan lainnya. Sehingga disarankannya pendakwah bisa menyimpan file dakwah aslinya di hardisk atau lainnya.
Ketujuh, Menjaga Kenetralan. Dalam menjaga netralitas berdakwah terkhusus di media sosial yang sangat majemuk para audiens nya.
Presenter kondang inipun mengatakan tentu harus menghindari fanatisme terhadap pendakwah, menghindari saling kritik antar pendakwah dan menghindari kubu kubuan dalam masyarakat. Dan khussunya bagi para pendakwah diingatkannya agar tidak mudah Curhat di medsos tentang privasi.
Kedelapan, memahami peraturan generasi millenial atau pendakwah harus bisa memahami tentang peraturan yang berlaku diantaranya, seperti UU nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, UU RI 28 tahun 2014 tentang hak cipta, dan UU ITE tahun 2008, serta UU RI nomor 40 tahun 1999 tentang pers, kode etik jurnalistik dll.
Selain itu, Alumni FDK UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini pun juga menyarankan kepada para pendakwah yang terkadang disibukkan dalam perbincangan atau tanya jawab di media sosial agar tidak terpancing oleh kesibukan itu, menurutnya melayani tanya jawab boleh-boleh saja, namun jangan sampai melupakan ibadah.
Dan terakhir yang Ia sampaikan adalah “Perlunya kesabaran untuk di medsos. Nanti akan sampai pada waktunya atau titik pada masanya ketika konten kita menyentuh audience maka yang lain akan menonton konten yang lainnya,” pungkas mengakhiri. []