Terjemahan Alquran selama ini terkesan kaku dan tidak berkembang sehingga kehadiran buku terjemahan puitis Alquran disambut baik.
Apalagi buku tersebut membedah terjemahan Alquran dengan pendekatan sastra Sunda yakni dangding dan pupujian yang hidup di tengah masyarakat Sunda.
Hal itu dikatakan Wakil Rektor I UIN Sunan Gunung Djati Bandung Rosihon Anwar saat bedah buku terjemahan puitis Alquran karya Jajang A Rohmana. Acara tersebut digelar di aula Kopertis Jabar dan Banten, Selasa 5 November 2019.
“Terjemahan Alquran dengan pendekatan puitis apalagi dengan sastra Sunda tidaklah mengapa,” ujarnya.
Hal itu berbeda apabila bacaan ayat-ayat Alquran dibawakan dengan sastra daerah seperti yang pernah dilakukan saat peringatan hari besar Islam di Istana Negara.
“Kalau buku karya Jajang A Rohmana ini sebatas terjemahan Alquran yang disajikan dengan gaya dangding dan pupujian,” katanya.
Penulis buku terjemahan puitis Alquran, Jajang A Rohaman menyatakan, ide awal penulisan buku itu muncul karena dia merasa sebagai orang kampung di daerah Subang.
“Setiap dini hari pukul 3.00 terdengar pupujian dari masjid dekat rumah. Misalnya, eling eling musliminm muslimat, dan seterusnya,” ucap dosen Ilmu Alquran dan Tafsir UIN Sunan Gunung Djati itu.
Dia mencontohkan dangding terjemahan surat Al Ashr yaitu, “Demi wanci. Satemena jalma aya Dina rugi. Anging nu ariman, anging nu saroleh nu silih wasiatan Dina jalan bebenaran. Silih wasiatan dina jalan kesabaran.”
“Sebenarnya, para pendahulu kita seperti pujangga dan budayawan Sunda seperti Wiranata Kusumah dan Hidayat Suryalaga sudah membuat dangding terjemahan Alquran dengan bahasa Sunda. Ibu Tini Kartini juga mengumpulkan ribuan pupujian yang ada di masyarakat,” katanya.
Jajang A Rohmana mengatakan, dangding merupakan puisi yang dinyanyikan dengan netrum yang sudah ditentukan.
“Seperti pupuh sinom dan kinanti. Tentu harus ada aturan dalam membuat dangding sebab tak boleh melenceng dari isi ayat Alquran,” ujarnya.***(Sarnapi)
Sumber, Pikiran Rakyat Selasa, 5 Nov 2019, 12:06