Pemilih Presiden tak Mengekor Media Lagi

[www.uinsgd.ac.id] Para pemilih dalam pemilihan umum presiden 9 Juli 2014 diperkirakan tak menjadikan media sebagai kiblat untuk menentukan calon presiden mana yang menjadi pilihannya. Masyarakat mulai terbuka pikirannya tentang peta media apa milik siapa dan berafiliasi politik ke calon siapa, sehingga pemirsa tidak menjadikan media tertentu sebagai acuan utama memilih calon pemimpinnya.

Dr. Asep Abdul Sahid menyatakan posisi media menjelang pemilihan presiden 2014 tersebut berbeda dengan situasi lain, misalnya, pemilihan kepala daerah provinsi DKI Jakarta 2012 putaran, yang menampilkan calon Joko Widodo dan Fauzi Bowo.

“Ketika itu warga menjadikan media sebagai baramoter untuk dijadikan pertimbangan siapa calon gubernur DKI Jakarta. Masyarakat umumnya tidak mengetahui media tertentu mengarahkan atau membangun opini karena mereka berafiliasi pada calon tertentu,” kata dia usai mempertahankan disertasi doctor di Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Rabu (18/6/2014).

Dosen Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Gunungjati Bandung tersebut meneliti tentang komentar user online di Kompas.com dalam kasus pemilihan gubernur DKI Jakarta 2012.

Satu poin temuannya, pengelola online Kompas.com mengarahkan para user untuk memilih calon tertentu (Joko Widodo) yang dianggap sesuai dengan kepentingan dan keamanan pengelola atau pemilik media tersebut.

Doktoer lulusan UGM ke 2250 tersebut menilai, ruang public dalam domain komentar pembaca atau user menjadi representasi ruang seolah-olah mencerminkan demokrasi online.

Namun yang sesungguhnya terjadi dengan intervensi admin maka media kebebasan public ‘teragendakan’ atau ‘terarahkan’ secara terselubung demi kepentingan pemilik atau mengelola online tersebut, termasuk kepentingan tersembunyi Kompas.com terhadap proses dan hasil pemilihan kepala daerah DKI Jakarta.

Dalam keadaan tersebut, dia mengistilahkan demokrasi yang tercermin dalam online sebenarnya bukan demokrasi sesungguhnya atau tidak ada demokrasi (democracy nothing).

Menurut dia posisi media di mata pemilih dalam masa persiapan pemilihan presiden 2014 berbeda dengan posisi media dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta. Afiliasi politik pemilik media dalam pemilihan presiden 2014 sangat jelas dan itu diketahui publik.

“Pemilih bisa diasumsikan makin mengetahui media mana mendukung calon presiden siapa, maka pemilih tidak otomatis mempercayai isu-isu tentang calon presdiden dan pedoman utama atau pertimbangan dalam menentukan pilihan. Dalam hal ini terjadi negosiasi secara tidak langsung antara audien dengan media yang menayangkan calon presiden,” ujar dia. (A-84/A-89)

Sumber, Pikiran Rakyat Rabu, 18/06/2014 – 18:35.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter