Haji dan Persahabatan yang Tak Akan Disesali

Ilustrasi saat menjalankan ibadah haji, umrah (Getty Images/iStockphoto/Aviator70)

UINSGD.AC.ID (Humas) — Menyertai perjalan dalam bertamu dan bertemu dengan Allah, hal penting yang diraih dalam ibadah suci adalah terjalinnya silaturahim dan terajutnya ukhuwwah islmaiah. Kesamaan mimpi untuk meraih haji yang mambrur, telah melebur ragam perbedaan latar belakang jemaah, untuk selanjutnya berbaur dan menyatu dalam konfigurasi dan mozaik indah ikatan ukhuwwah. Ibadah haji adalah momentum yang telah mempertemukan para Jemaah dengan teman atau sahabat dalam taqwa.

Berdasarkan petunjuk Al-qur’an, konon pada hari kiamat, semua manusia dihadapkan pada sesal tiada tara. Siapapun dia, mau ahli taat apalagi ahli maksiat. Dalam Qs. Al Fajr: 21-24 Allah berfirman, “Sekali-kali tidak! Apabila bumi diguncangkan berturut-turut (berbenturan), dan Tuhanmu datang, dan malaikat berbaris-baris, dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahanam. Pada hari itu sadarlah manusia, tetapi tidak berguna lagi baginya kesadaran itu. Dia berkata, ‘Alangkah baiknya sekiranya dahulu aku mengerjakan (kebajikan) untuk hidupku ini.’”

Pada hari itu, sebesar apapun rasa sesal, Allah tidak akan mendengarnya. Diantara yang disesalkan di akhirat nanti adalah kesalahan dalam memilih teman. Dalam Qs Al-Furqon ayat 28-29, Allah berfirman, “Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab (ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Qur’an ketika Al Qur’an itu telah datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.”

Bagi mereka yang salah memilih teman. Sebut saja, sebagaimana diintrodusir Imam Az-Zarnuji dalam kitab Ta’limul Mu’ta’alim-nya; ketika berteman dengan orang al-kaslan (pemalas), al-mu’atthil (suka menyia-nyiakan waktu), al-miktsaar (banyak bicara sedikit kerja), al-mufsid (pembuat kerusakan), al-fattan (orang sesat). Maka siapun akan terjebak pada circle toxic. Lalu terbentuklah habituasi toxic. Bila sampai pada kutub itu, sesatlah kehidupanya. Kemudian di akhirat nanti akan hadir sebagai orang yang menyesal tiada tara.

Dalam hal berteman, pada Qs. Al-Khafi : 28, Allah berfirman; “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”.

Menurut ayat ini, dalam hal berteman ada tigal hal yang harus diperhatikan; pertama, bertemanlah dengan siapapun yang bisa membimbing diri untuk lurus dan tulus menyeru Allah dalam segala kondisi. Kedua, pilihlah teman yang memiliki kekuatan mengendalikan hawa nafsunya. Kemudiann ketiga bertemanlah dengan siapapun yang memiliki habituasi tidak melapaui batas. Perteman dengan mereka adalah tonic yang akan menjaga keseimbangan kehidupan dari dunia sampai akhirat.

Dalam perjalan haji, sakralitas ibadah itu telah menjadi semacam pigura yang membingkai jemaah untuk bersama-sama menapaki tahap demi tahap tangga ritualitas ibadah haji. Mereka saling menguatkan, saling mengingatkan, saling membantu dalam menggapai tujuan yang sama, haji mabrur. Predikat mulia yang berbanding lurus dengan surga.

Persahabatan yang lahir dari ibadah haji kemudian istiqomah dalam menjaga ukhuwah. Adalah sebuah persahabatan yang tidak akan disesali di akhirat nanti. Hal itu akan berbuah kebahagiaan untuk kemudian bisa reunian di surga. Semoga.

Aang Ridwan, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *