(UINSGD.AC.ID)-UIN Sunan Gunung Djati Bandung menjadi tuan rumah Musyawarah Nasional (Munas) Mudir Ma’had dan Musabaqah Ilmiah Ma’had PTKIN se-Indonesia ke-X Tahun 2023 bertajuk “Sinergi Bersama Membangun Ma’had Al-Jamiah yang Unggul dan Kompetitif” di Hotel Preanger sejak Senin-Rabu (7-9/8/2023).
Dalam sambutannya, Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis), Muhammad Ali Ramdhani, eksistensi dan distingsi perguruan tinggi Islam berada pada Maha’d. Caranya dengan membangun peradaban Islam, keilmuan yang mengedepankan kecerdasan intelektual, emosional, fisik dan spiritual, sehingga dari Ma’had ini terlahir insan yang tersertifikasi keahlian seperti penyelia halal yang diakui negara dan masyarakat.
Kemenag terus berkomitmen untuk memperkuat dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar dapat menciptakan lulusan yang unggul dan kompetitif.
Selama ini kedudukan Ma’had di lingkungan PTKIN masih sebagai suplemen yang membantu dalam penguatan pembelajaran keagamaan. Padahal ikut serta dalam perkembangan lembaga pendidikan tinggi di Indonesia. Berperan aktif dalam mencetak ulama berwawasan keilmuan, kemodernan dan keindonesiaan yang handal. Berusaha mengintegrasikan ilmu, sains dan penguatan moderasi beragama.
“Ada anggapan bahwa Ma’had ini pelengkap, justru eksistensi dan distingsi perguruan tinggi di Indonesia, khususnya perguruan tinggi keagamaan Islam berada di Maha’d ini. Eksistensi perguruan tinggi terus ditopang dari Kemenag yang sangat fundamental, memanusiakan manusia. Esensi dari manusia hewan berakal, al-Insanu hayawanun nathiq, dalam perkembangannya homo sapiens, mahluk yang cerdas, berpikir, ikatan emosional yang lain,” tegasnya.
Ma’had merupakan pelembagaan tradisi ke dalam kampus yang berupaya merefleksikan nilai-nilai kepesantrenan, mentransformasikan keilmuan dan pengalaman tradisi keislaman, dan menjadi model pendidikan khas Indonesia, karena muncul dan berkembang dari pengalaman sosiologis masyarakat lingkungannya.
Dalam sudut pandang tertentu, eksistensi dan distingsi PTKIN terletak pada keberadaan Maha’d, sebagai institusi yang tidak sekedar mencerdaskan mahasiswa, tetapi memberikan bekal pada mahasiswa tentang nilai dan norma keagamaan yang bermuara pada pembentukkan kebijakan pada mahasiswa PTKIN.
“Ilmiah, sebuah kebenaran yang diuji rasional dan empirik. Meskipun dalam ruang agama, terkadang susah diilmiahkan, positivistik. Dalam bahasa Sunda terdapat kirata, Ilmu terdiri dari, ain, lam, mim. Pertama, ain, yang memiliki ilmu pasti dinaikkan derajatnya, dijamin lebih baik dari yang tidak berilmu. Kedua, lam, deseorang yang berilmu memiliki ruang menyejukkan jiwa, suci, risalah orang berilmu potretnya ramah bukan marah, rangkul bukan memukul. Tolong ajarkan sebaiknya mungkin untuk berusaha memanusiakan manusia. Ketiga, mim, raja yang dapat menaklukkan dirinya, yang tidak digerakkan oleh haha nafsu, tapi keilmuan, kelembutan hati,” jelasnya.
Ma’had memiliki fungsi untuk meningkatkan martabat dan peran sebagai agen pembelajaran demi tercapainya kualitas pendidikan di Indonesia.
“Gus Men selalu berpesan untuk membuat lompat, ambil distingsi yang lebih manusiawi, yaitu dengan menghadirkan lokal wisdom sebagai kekuatan, kebijakan distingsi perguruan tinggi Islam, karena mengejar PT belum waktunya. Saya ingin di Ma’had jadi tempat menitip ilmu, hidup, fisik, bahagia. Jagalah badannya, kalau kacau, kacau semuanya. Karena kecerdasan manusia, harus ditopang kecerdasan intelektual, emosional, fisik dan spiritual,” paparnya.
Sambil mempersiapkan kedudukan Ma’had sebagai Unit Pengelola Teknis (UPT) di lingkungan PTKIN, Kang Dhani menegaskan “Sebetulnya bisa, saya berharap dari Ma’had ini terlahir lembaga sertifikat profesional (LSP), seperti penyelia halal, ini didorong untuk pemasukan BLU, tersertifikasi keahlian khusus ini diakui negara dan masyarakat,” tandasnya.
Semoga Munas Mudir Ma’had dan Musabaqah Ilmiah yang diselenggarakan dapat menghasilkan keputusan-keputusan strategis yang dapat memperkokoh eksistensi Ma’had sebagai akselerator distingsi PTKIN.
Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Mahmud, menuturkan kehadiran Dirjen Pendis dalam Munas ini, “Cintanya kepada Mudir, ditengah kesibukannya masih menyempatkan hadir. Mudah-mudahan kehadirannya membawa berkah. Jujur saya bahagia sekali, karena banyak Mudir yang hadir di Munas menjadi tiket masuk surga. Meskipun Mudir bekerja di PTKIN memegang moto ikhlas beramal,” ujarnya.
Keberadaan Ma’had Al-Jami’ah di lingkungan kampus diharapkan dapat menjadi teladan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Solusi bukan polusi di tengah-tengah masyarakat.
“Buat saya Mahad itu bumbu pada sebuah PTKIN. PTKIN enak atau tidak dipandang mata dan seterusnya itu sangat ditentukan oleh Ma’had. Maksud saya Ma’had belum ada lama ortaker. Sekarang saatnya minta bantuan Pa Dirjen untuk menyelesaikan. Santri di Ma’had ini dibina baca tulisan Al-Qurannya, bahasa Arab, Inggris, komitmen kebangsaan dan budaya. Untuk tahun pertama masuk Ma’had bukan cuci otak dari yang lain, tapi dosen di Ma’had agar lebih baik, bermanfaat di masyarakat, jadi teladan kebaikan di kampus,” tegasnya.
Ketua Forum Mudir Ma’had PTKIN se-Indonesia, Harun Al Rosyid mengapresiasi pelaksanaan Mudir di Bandung dengan tuan rumah UIN Sunan Gunung Djati. “Semula kegiatan tahunan ini di Samarinda karena ada satu dan lain hal tidak bisa. Namun, berkat dukungan, dorongan dari Rektor bisa dilakukan di Bandung dengan dibuka oleh Dirjen Pendis. Harapannya bisa masuk ortaker, terus melakukan silaturahmi, peningkatan kualitas Ma’had,” paparnya.
Direktur Ma’had Al-Jamiah UIN Bandung, Abdul Hadi, menjelaskan kegiatan Munas ini dilaksanakan selama tiga hari yang diikuti oleh 106 peserta.
“Selain Munas, dilakukan Musabaqah Ilmiah dengan empat mata lomba. Untuk MHQ di Masjid Ikomah, MQK di Aula Adab, Pidato Bahasa Inggris di Aula Perpustakaan dan Pidato Bahasa Arab di Aula LP2M. Sesuai temannya diharapkan dapat membangun Ma’had yang kompetitif dan unggul,” pungkasnya.