(UINSGD.AC.ID)- Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si menyambut baik atas kehadiran modul kitab turats yang digagas oleh Ma’had Al-Jami’ah sebagai distingsi dalam rangka mencetak mahasiswa qurrota a’yun.
Pernyataan Rektor itu disampaikan saat membuka acara Workshop Penyusunan Modul Pembelajaran yang berlangsung di Puri Khatulistiwa, Jatinangor Sumedang dari Rabu-Kamis (22-23/09/2021)
Dr. KH. Labib El Muna, MA., Pengasuh Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon menjadi narasumber Workshop Penyusunan Modul Pembelajaran di Lingkungan Ma’had Al-Jami’ah UIN Bandung yang dipandu oleh Iman Hilman Fathurohman, M.Ag.
Rektor menjelaskan Ma’had al Jami’ah merupakan wahana pembinaan mahasiswa dalam pengembangan ilmu keagamaan dan kebahasaan. Tujuannya, menanamkan dan melestarikan tradisi spiritualitas keagamaan yang merupakan subsistem akademik dan pembinaan mahasiswa dalam rangka pelaksanaan visi dan misi pendidikan tinggi Islam.
Secara historis, Ma’had al Jami’ah merupakan pelembagaan tradisi ke dalam kampus perguruan tinggi agama Islam (PTAI). Oleh sebab itu, Ma’had al Jami’ah berupaya merefleksikan nilai-nilai kepesantrenan, mentrafnsformasikan keilmuan dan pengalaman tradisi keislaman, dan menjadi model pendidikan khas Indonesia karena muncul dan berkembang dari pengalaman sosilogis masyarakat lingkungannya.
Rektor menegaskan keberadaan mahasantri Ma’had Al-Jami’ah di lingkungan kampus dan di tengah-tengah masyarakat diharapkan dapat menjadi pionir dan teladan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan.
“Distingsi mahasiswa Ma’had Al-Jamiah dengan mahasiswa yang lain itu selalu mengedepankan kebaikan dan akhlak karimah, mulai dari membiasakan Baca Al-Quran, Shaum Senin-Kamis, Shaum Daud, menguasai Kitab Turats. Mudah-mudahan dengan adanya workshop ini diharapkan dapat melahirkan modul kitab turats yang menegaskan distingsi, pembeda dengan mahasiswa lain, sehingga dapat mencetak lulusan mahasiswa yang qurrota a’yun,” tandasnya.
Direktur Ma’had Al-Jamiah UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Drs. Abdul Hadi, M.Ag., menjelaskan keberadaan Ma’had diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan ikut andil dalam melahirkan lulusan mahasantri yang Qurrota a’yun.
“Meskipun proses pembelajaran masih online. Upaya melahirkan mahasantri yang qurrota a’yun itu salah satu caranya melalui modul kitab turats. Dengan harapan segala kita bisa belajar membaca, menerjemahkan khazanah Islam,” paparnya.
Dr. KH. Labib El Muna, MA, membahas tentang Kitab Turats dan Modulisasi. Menurutnya, penggunaan istilah Turats populer dikalangan sarjana Islam pada akhir abad 19 dan awal abad 20.
Dengan mengutip pendapat Al Jabiri, turats merupakan padanan kata dari heritage dan patrimoine dari bahasa Prancis, karena pengaruh Barat pada masa itu dikalangan intelektual Islam progresif. Warisan intelektual dan kultur dalam wacana atau diskursus modern.
“Turats bukan sebatas apa yang kita baca, namun apa yang menjadi pola pikir individu dan kolektif dalam berpikir, berkata, menulis dan bersikap,” tegasnya.
Ketika kita sandingkan dengan kata Kitab maka terjadi penyempitan makna yang berbeda dengan definisi Al Jabiri, sehingga membatasinya pada kitab, risalah dan maqalah.
“Kitab Turats adalah bagian dari heritage intelektual yang kita wariskan dari Ulama Muslim terdahulu,” tegasnya.
Dalam penjagaan turats, Pesantren dan institusi pendidikan Islam punya peran yang sangat besar.
“Pesantren idealnya bukan hanya mempelajari kitab turats, tapi semua turats,” jelasnya.
Diantara salah satu usaha dalam menjaga turats adalah dengan menyusun modul yang memudahkan pemahaman peserta didik pada Kitab Turats.
“Dengan prosedur modulisasi pada proses terjemahan pemahaman terhadap bahasa sasaran akan lebih mudah,” pungkasnya.