[www.uinsgd.ac.id] Hubungan Wahyu dengan ilmu pengetahuan tidak saling bertentangan, malah bergandengan. “Hubunga keduanya itu tidak bertentangan. Akan tetapi bukan memandu Ilmu, tetapi hubungan Wahyu dengan Ilmu pengetahuan itu terintegrasi,”ungkap Prof. Dr. H. Afif Muhammad, MA dalam Kuliah Umum “Wahyu Memandu Ilmu: Integrasi Keilmuan di UIN SGD Bandung”, yang dipandu oleh Iu Rusliana. Acara ini merupakan rangkain dari Usbu’ Fi Tahdits yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan (BEM-J) Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung di Auditorium Utama, Selasa (2/4)
Wahyu merupakan firman Allah. “Dalam seluruh kehidupannya tidak mengenal sekularisme, bahkan hubungan hablu minannas (antar manusia) dan Tuhan (hablu minallah) tidak terjadi pertentangan. Pada zaman Rasulullah satu bukti atas keberhasilan menghubungkan antara keduanya dimuat dalam Piagam Madinah. Orang-orang Barat menjadikanya sebagai rujukan yang melampui zamannya,” paparnya.
Semua urusan dari yang terkecil sampai terbesar diatur dalam Islam. “Üntuk menempatkan posis WC di rumah saja diatur. Dengan tidak menempatkan posisinya menghadap kiblat. Begitu pula untuk urusan tidur. Oleh karena itu untuk urusan kecil-kecil seperti tadi, saya rela diatur semuanya berdasarkan ajaran Islam,” tegasnya.
Dalam urusan ilmu pengetahuan pemikir muslim sangat erat memagang teguh wahyu. “Inilah yang membedakan antara pemikir Islam yang kuat memegang teguh pada wahyu dengan pemikir Barat yang meninggalkan unsur agama dalam ilmu pengetahuan,” jelasnya.
Jika orang Barat meninggalkan agamanya menjadi maju, tapi kering spiritualitasnya. Ibarat orang pintar tapi tidak rajin shalat. Untuk itu, dalam konteks kampus jika ingin berhasil menggabungkan antara keduanya, maka akan semakin unggul dari Perguruan Tinggi lainya,”sambungnya.
Mantan Ketua Jurusan TH periode 1993-1997 berpesan kepada seluruh mahasiswa, khususnya TH untuk selalu mendalami Hadits. “Dalami Hadits yang dibarengi dengan penguasaan ilmu pengetahuan untuk menjadi bekal dalam menjalani kehidupan,” pungkasnya. [Ibn Ghifarie]