Ushuluddin UIN Bandung Bahas Kampus Merdeka Belajar

Fakultas Ushuluddin (FU) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung tengah membahas Pedoman Kuliah pada Kampus Merdeka-Belajar Merdeka di Lantai 4 FU, Jalan AH. Nasution 105 Bandung, Kamis, (18/06/2020).

Sekretaris Lembaga Penjaminan Mutu (LPM), Dr. Izzah Faizah Siti Rusydati, M.Ag., Dekan FU, Dr. Wahyudin Darmalaksana, M.Ag tampil sebagai narasumber yang dipandu oleh Wakil Dekan I Bidang Akademik FU, Dr. Radea Yuli A. Hambali, M.Hum.

Dekan FU, Dr. Wahyudin menjelaskan kampus merdeka yang meliputi aspek filosofi dan kebijakan ini perlu pembahasan secara matang untuk dapat diimplemetasikan dengan baik.

“Merdeka berarti bebas mengembangkan kapasitas tanpa batas. Karenanya karakter merdeka yaitu sibuk, padat, tepat waktu, skill, kualitas, dan prestasi,” tegasnya.

Meskipun kata Sekretaris LPM, Dr. Izzah diperlukan tahapan dalam mewujudkannya. “Kampus merdeka dibutuhkan tahapan persiapan dan sosialisasi tahun 2020, implementasi dan evaluasi tahun 2021, dan implementasi, evaluasi dan pengembangan tahun 2022,” ungkapnya.

Bagi Wakil Dekan I Bidang Akademik FU, Dr. Radea menuturkan pada prinsipnya merdeka belajar adalah penyiapkan mahasiswa untuk memiliki kemampuan atau keterampilan lebih yang relevan di luar disiplin ilmu yang dimilikinya.

Menurutnya merdeka belajar adalah hak pembelajar mahasiswa. Seumpama hak azasi, merdeka belajar adalah irisan-irisan keinginan pembelajar yang ingin dicapai dan dibuktikan kemudian seorang pembelajar terjun di kehidupan yang riil.

“Namun begitu hak pembelajar untuk merdeka belajar itu tidak otomatis liar, tanpa kendali dan kebijakan. Secara regulasi, ia harus ditampung dan difasilitasi oleh lembaga pembelajar. Maka konsep kampus merdeka adalah entitas yang menampung kemerdekaan belajar itu,” jelasnya.

Apa yang dirumuskan dalam kampus merdeka? “Ya. Merdeka belajar adalah siasat menyiapkan mahasiswa untuk memiliki kemampuan juga keterampilan lebih yang relevan di luar disiplin ilmu yang digelutinya.”

Seorang lulusan mahasiswa Aqidah Filsafat yang ingin memiliki kemampuan lain dalam memetakan persoalan kemanusian atau kemasyarakatan misalnya, “maka ia dituntut untuk melengkapi kemampuannya dengan mengambil mata kuliah analisa sosial atau sosiologi misalnya. Ini menjadi peran yang menarik untuk prodi dalam menyiapkan standar ekuivalensi mata kuliah,” paparnya.

Hadir pada kegiatan ini para Wakil Dekan, Ketua dan Sekretaris Jurusan, Laboratorium, Kepala Lemari Digital, dan Tata Usaha.

Sumber, Intro News 18 Juni 2020

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *