(UINSGD.AC.ID)-“Unggul dan utuh”. Ya, itu kriteria SDM yang diinginkan Pak Presiden di zaman yang sedang mengalami perubahan sangat cepat. Putaran perubahan zaman bergerak sangat cepat dengan adanya Revolusi Industri 4.0. Dan semakin cepat lagi dengan adanya pandemi covid-19.

Unggul dalam keahlian dan pengetahuan, tetapi juga utuh jiwa raganya. Sehat otak, sehat, jasmani, dan sehat rohani. Visi kebangsaannya baik. Itu kira-kira yang dimaksud unggul dan utuh oleh Pak Presiden.

Pak Presiden membeberkan secara panjang lebar kriteria SDM yang harus diluluskan perguruan tinggi di Indonesia, pada acara pertemuan dengan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia, yang dilaksanakan secara hibrid pada tanggal 13 September 2021.

Kata Pak Presiden, kampus harus menemukan talenta mahasiswa semenjak ia ngampus. Talenta itu boleh jadi tidak terkait dengan pilihan prodinya. Nyatanya, kata beliau, banyak orang sukses di dunia kerja karena talentanya itu.

Pak Presiden mencontohkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Beliau kuliah di Teknik Fisika Nuklir. Tapi karirnya di Bank dan menjadi Dirut Bank Mandiri, lalu sekarang menjadi menteri kesehatan.

“Keahlian hibrid”. Ini istilah lain yang pak Presiden kenalkan. Untuk menghadapi perubahan global yang serba tidak pasti dan sangat cepat, orang tidak lagi cukup mengandalkan kompetensi dari jurusan di kampus yang dipilihnya, tetapi butuh keahlian di luar itu. Itulah keahlian hibrid.

Kalau di UIN, menurut saya, kira-kira mahasiswa IAT harus pula punya keahlian bahasa coding, bahasa programming. Ia harus paham pula statistik, ilmu komputer, manajemen, dan lain sebagainya. Ia pun harus menguasai bahasa asing dengan baik. Menjadi manusia yang maha. Ini bagaikan seseorang yang siap dengan berbagai senjata untuk menghadapi lawan (baca: tantangan zaman) yang sangat kuat.

Kampus, kata Pak Presiden, harus memfasilitasi mahasiswa untuk mengasah talentanya itu. Caranya, jurusan/prodi harus memperbanyak mata kuliah pilihan yang bisa diambil secara merdeka oleh mahasiswa di berbagai jurusan.

Ya. Itu kosep MBKM. Dengan konsep ini, memang mahasiswa sejatinya bisa mengambil mata kuliah-mata kuliah pilihan tersebut. Bayangkan, mahasiswa Ilmu Hadits mengambil Mata Kuliah Programming di Fakultas Sains dan Teknologi. Mahasiswa MKS mengambil mata kuliah Marketing Online di UNPAD. Mahasiswa kedokteran mengambil mata kuliah Robotik. Ini saya kira yang diinginkan Pak Presiden.

Mahasiswa harus disiapkan. Dosennya pun harus siap. Kata Pak Presiden, dosen pun harus pandai membaca zaman. Dosen pun harus update teknologi. Jangan mengajarkan yang itu-itu saja. Materi ajar harus berbasis penelaahan terhadap perubahan-perubahan di atas. Ilmu A yang diajarkan di semester ini, boleh jadi di semester berikutnya sudah usang.

Kata Pak Presiden, dosen tidak boleh mengajar hal-hal yang rutinitas. Yang itu-itu saja. Hal-hal yang menoton.

Pesan utama Pak Presiden di atas adalah kita harus sadar bahwa zaman sedang berubah sangat cepat. Kita—universitas—harus mempersiapkan mahasiswa siap menghadapi perubahan tersebut jika tidak menginginkan mahasiswa kita tergilas zaman.

Kurikulum, ya, kurikulum. Kurikulum harus terus dievaluasi dan diperbaharui. Perubahannya tidak lagi setiap lima tahun. Bisa jadi harus setiap tahun.

Kita harus segera naik ke gerbong perubahan yang sangat cepat. Jangan sampai tertinggal. Kita harus cepat beradaptasi.

“Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.” — Nelson Mandela.

Terima kasih Pak Presiden atas arahan-arahannya.

Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag., Wakil Rektor I UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter