(UINSGD.AC.ID)-Saat mengenakan kain ihram, setiap jemaah dalam narasi Ali Syariati, sedang conditioning untuk belajar mati sebelum mati. Bermula dari mengingat kematian, menghadirkan rasa berada di alam kematian, kemudian membangun asa berada ditempat mulia pasca kematian. Pada ujungnya menghadirkan asa bertemu Allah di alam keabadian. Pada proses ihram, setiap jemaah dalam simpulan para ulama, tengah diajarkan berinteraksi dengan kematian.
Setiap hari, sesungguhnya kematian selalu mengepakan sayapnya di atas kepala. Setiap hari pula, tiap-tiap kepala tengah berjalan menuju kematiannya. Kabar buruk yang dihembuskan kematian, ia bertamu sangat misterius. Dalam banyak kasus, kematian tidak ada hubungan dengan usia, tidak ada hubungan dengan penyakit, tidak ada hubungan dengan kecelakaan, bahkan kematian tidak bisa dilogikakan dengan logika apapun.
Hal yang pasti, kematian adalah hak bagi setiap yang bernyawa, ia adalah pintu pertama untuk perjalanan mudik abadi menuju kampung asali nan ajali. Untuk mudik ini, tidak ada satu kekuatan besar apapun yang bisa menghalangi. “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS. An Nisa’: 78).
Sekaitan dengan itu, yang penting disadari, setiap kita harus menjadi pemudik terbaik. Allah menegaskan, “Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Jumu’ah: 8).
Pada ujung ayat ini ditegaskan, saat mudik ke Rabbul ‘Alamin, setiap kita akan ditanya, “apa yang telah kamu kerjakan?”. Jawaban atas pertanyaan ini seringkali kita abaikan. Padahal demi mudik ke kampung halaman, setiap kita rela bekerja keras, membanting tulang, bersimbah peluh, bermandi keringat, mengumpulkan bekal terbaik. Namun di sisi lain kita sering kali abai menyiapkan bekal terbaik untuk mudik ke Rabbul ‘alamin.
Saat mudik ke Rabbul ‘alamin, pertemuan dan perjumapaan dengan-Nya, adalah kehormatan dan esensi kehidupan. Surga sebagai tempat kembali nan abadi adalah hal yang niscaya didapatkan, terutama bagi mereka yang menjadi pemudik terbaik. Dalam petunjuk Qs. Al-Qaaf ayat 31-34, ada empat indikasi pemudik terbaik.
Pertama, awwab, yakni mereka yang kembali kepada Allah setelah terpelanting begitu jauh hidup di luar jalan Alah. Dalam khazanah tafsir, Istilah awwab dinisbahkan kepada hamba Allah yang sadar berbuat dosa. Kemudian, dengan sadar pula ia giat menghapusnya dengan taubat nasuha. Pada kutub ini, pemudik terbaik, adalah mereka yang ketika mudik ke Rabbul ‘alamin bebas dari dosa. Karena dosa adalah kotoran sekaligus beban untuk setiap perjalanan.
Kedua, hafidz. Dalam simpulan Ibnu Abbas, hafidz adalah orang yang pandai menjaga amanah yang Allah titipkan kepadanya. Sementara dalam simpulan Imam Qatadah, dalam setiap manusia ada dua kekuatan, yakni kekuatan meminta dan kekuatan menahan diri. Hafidz adalah seorang hamba yang memiliki kekuatan mengendalikan diri dari hal-hal yang dimurka Allah. Pemudik terbaik, adalah mereka yang mudik kepada Allah, membawa dirinya sebagai hamba yang mampu mengendalikan diri.
Ketiga, khasayi ar-rahman, yakni mereka yang menyadari bahwa Allah adalah dzat yang omni present, maha hadir, disetiap ruang dan waktu. Dalam kesadaran ini, mereka takut untuk melakukan perslingkuhan dan ragam penyelewengan kepada Tuhan. Saat mudik ke ar-rahman, pemudik terbaik ketiga ini, ia akan mendapat kehormatan dalam bentuk perjumpaan dengan-Nya sekaligus surga sebagai tempat tinggalnya.
Keempat, “wa ja’a biqalbin munib”, yakni mereka yang mudik ke Rabbul ‘alamin, membawa hati yang kembali pada asal dan awal penciptaannya, yakni hati yang fitrah, bersih dari anasisr-anasir syaithoniyah dan penuh dengan cahaya ilahiyah.
Kembali ke awal, ihram sebagai bagian dari ibadah umrah, mengajarkan setiap jemaah untuk menjadi pemudik terbaik. Semoga.
Aang Ridwan, Pembimbing Haji Plus dan Umroh Khalifah Tour dan Dosen FDK UIN Bandung
Sumber, Pikiran Rakyat 11 Mei 2021