(UINSGD.AC.ID)-Perganitian tahun 1432 ke 1443 Hijrah, sejatinya menjadi momentum refleksi diri, yakni proses perjalanan ke dalam diri (inner journey), guna melakukan dialog dalam diri (inner dialog) dan introspeksi diri (muhasabah ala nafsih) untuk kemudian menemukan resolusi diri, yakni serangkaian solusi konstruktif yang bisa dilakukan untuk mengisi momentum pergantian tahun itu.
Dalam kesadaran menemukan resolusi diri, umat Islam dari berbagai belahan dunia, seringkali menjadikan momentum pergantian tahun ini sebagai kesempatan untuk melakukan ibadah umrah. Meski dalam sudaut pandang fiqh tidak ditemukan keutamaan khusus terkait ibadah umrah pada bulan Muharaam, namun aspek-aspek historis tentang peristiwa hijrah Baginda Nabi dan para sahabat setianya, seringkali memantik kesadaran umat Islam dalam memanfaatkan momentum itu untuk melakukan ibadah umrah.
Spirit hijrah memang merupakan resolusi terbaik untuk mengisi momentum pergantian tahun. Hijrah dalam makna fundamental, sebagaimana dijelaskan dalam Hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, “Orang yang berhijrah itu adalah orang yang berhijrah meninggalkan segala apa yang dilarang Allah.” Dalam spirit hadits ini, berjalan dari maksiat menuju ta’at adalah resolusi fundamnetal ummat Islam di tahun baru. Sekaitan dengan ini, dalam QS, Adz-Dzariyaat ayat 50 Allah menegaskan, “Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata”.
Diantara peringatan yang akan Allah berikan bagi mereka yang tidak hijrah dari maksiat menuju taat, atau tidak segera menghapus dosa-dosanya, diisyaratkan dalam QS, Al-Mthofifin ayat 14-15, “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya perbuatan dosa yang selalu mereka kerjakan itu menutupi hati mereka. Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka”. Dalam spirit ayat ini, mereka yang tidak segera hijrah dari dosa menuju taat, di dunia, dosanya akan menutup mata hatinya dari petunjuk Allah dan di akhirat dosanya akan menjadi penghalang dari rahmat Allah.
Dalam rangkaian perjalan ibadah umrah, Janji Allah yang akan mengabulkan doa-doa dan mengampuni dosa-dosa para tamunya, menjadi semacam energi yang memantik optimisme para jemaah untuk menjadikan hijrah sebagai resolusi dalam perjalanan ibadah umrahnya. Karena, niat menjadikan hijrah sebagai resolusi seringkali ditutupi kabut pesimistik. Rasa prustasi akan hilangnya pengampunan Allah atas numpuknya dosa-dosa, sekali lagi, seringkali menarik diri untuk mulai melakukan hijrah.
Terkait dengan hal itu, hijrah dari maksiat menuju taat, sejatinya dilakukan dalam spirit optimisme. Dalam QS. Az-Zumar ayat 53, Allah menegaskan, “Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dalam balutan keyakinan dikabulkan doa-doa dan dihapuskan dosa-dosa, resolusi hijrah yang digantungkan dalam perjalan ibadah umrah, akan membangun optimisme, yakni keyakinan bahwa hijrah bisa menjadi resolusi dalam mengisi momentum pergantian tahun. Bila sampai pada kutub itu, dalam QS. At-taubah ayat 20 Allah menjelaskan, orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Semoga, anda pasti bisa.
Aang Ridwan, Pembimbing Haji Plus dan Umroh Khalifah Tour dan Dosen FDK UIN Bandung
Sumber, Pikiran Rakyat 24 Agustus 2021