(UINSGD.AC.ID)-Setelah covid 19 bisa diatasi, pemerintah Arab Saudi kembali membuka penyelenggaran ibadah umrah untuk seluruh jemaah muslim di dunia tanpa kecuali Indonesia. Keputusan ini tentu saja disambut gembira dan bahagia, bukan hanya oleh jasa penyelenggara perjalanan umrah yang sudah lama tidak memberangkatkan jemaaahnya, tetapi juga disambut gembira oleh calon jemaah umrah yang keberangkatannya harus ditanggungkan karena covid 19.
Kerinduan yang membuncah untuk bertemu dan bertamu dengan Allah, akan segera mereka lepasakan. Mereka begitu mendamba menjadi tamu Allah, sebab Rasulullah pernah bersabda, “Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang berhaji, dan orang-orang yang berumrah adalah tamu-tamu Allah. Allah memanggil mereka, mereka pun memenuhi panggilan. Oleh karena itu, apabila mereka meminta kepada Allah pasti akan Allah beri” (HR. Ibnu Majah).
Sajian istimewa inilah yang memantik keinginan sekaligus kesadaran jemaah muslim untuk melakukan ibadah umrah. Karena itu, untuk jemaah yang Allah perkenankan tahun ini untuk bertamu ke Baitullah, diantara agenda terpenting perjalanan umrah adalah a Istigfar atau menjaga permohon ampunan kepada Allah.
Selain diperintah oleh Allah, Istigfar juga terkait dengan ragam kebutuhan seorang hamba. Kebutuhan utama atas Istigfar terkait dengan dosa yang terus diproduski bahkan direproduksi tanpa henti. Pada kutub ini istigfar dibutuhkan untuk membersihkan dosa-dosa. Bila dosa tidak dibersihan, Allah menegaskan; “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya perbuatan dosa yang selalu mereka kerjakan itu menutupi hati mereka” (Qs. Al-Mutaffifin:14). Berikutnya, bila dosa tidak dibersihkan pada ujungnya siapapun akan menjadi orang yang rugi (Qs. As-Syam: 10).
Kebutuhan lainnya untuk istigfar, bisa ditemui dalam sebuah atsar dari Syeh Hasan Al Bashri, sebagaimana disebutkan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, (11: 98). Sesungguhnya banyak yang datang kepada Syeh Hasan Al-Basri mengadu atas ragam masalah kehidupan dari mulai paceklik, kemiskinan, kekeringan lahan pertanian, sampai ada yang mengeluh karena belum memiliki keturunan.
Atas ragam masalah itu, Hasan Al-Basri, berkata kepada mereka yang datang silih berganti, “Istagfirullah”, mohonlah ampun kepada Allah. Setelah itu Syeh Hasan Al Bashri membacakan surat Nuh ayat 10-12, “Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Allah akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai”.
Berdasarkan ayat dan atsar tadi, Istigfar adalah solusi untuk ragam masalah. Amaliyah yang menjadi tradisi para Nabi dan kebiasaan orang-orang suci ini, harus dijaga dalam keseluruhan rangkaian ibadah umrah. Merujuk kepada beberapa nash yang sharih, diintrodusir ada beberapa waktu yang dicontohkan oleh Rasulullah untuk beristigfar. Diantaranya; setiap selesai shalat fardu, setiap waktu pagi dan petang, setiap waktu sahur (Qs. Ali-Imran 17 dan Adz- Dzariyat: 18), ketika menyadari berbuat dosa (Qs. Ali Imran: 110), ketika menutup majelis (HR. Abu Daud, no. 4857; dan Ahmad, [4]: 425), dan ketika meraih kemenangan (Qs. An-Nasr).
Kesempatan istimewa yang Allah berikan untuk melaksanakan ibadah umrah sejatinya menjadi kesempatan yang diistimewakan pula untuk mengagendakan istigfar. Agenda ini selain akan menghapus setiap jejak dosa-dosa, juga bisa menjadi solusi untuk setiap ragam masalah. Semoga.
Dr. H. Aang Ridwan, M.Ag., Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Sumber, Pikiran Rakyat 15 Maret 2022.