UIN Bandung & Visi Rahmatan lil Alamin

UINSGD.AC.ID (Humas) — Ada yang berbeda dari Visi UIN Bandung periode kepemimpinan 2023-2027. Di visi yang baru ini terdapat ungkapan “Rahmatan lil Alamin” (RLA). Tentu spontan akan muncul pertanyaan: Apa yang dimaksud dengan ungkapan ini? Apakah sama dengan pemahaman yang ada selama ini? Dalam konteks visi, apa indikator jika visi ini sudah terlampaui?

Ungkapan RLA sesungguhnya tidaklah asing, begitu populer karena diambil dari salah satu ayat Alquran, Q.S. 21:106, wa ma arsalnaka illa rahmatan lil alamin. Ayat ini konteksnya adalah universalitas misi kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad yang bukan hanya untuk kalangan muslim semata, tetapi bagi seluruh umat manusia. Bahkan, menurut satu penafsiran, bukan hanya untuk jenis manusia, tetapi juga termasuk jenis jin.

Pesan yang dapat diambil dari kandungan ayat di atas adalah kebermanfaatan yang luas, melintasi sekat-sekat yang ada. Sekali lagi, kata kuncinya adalah kebermanfaatan yang seluas-luasnya.

Dalam konteks ini pula Kemenag memunculkan ungkapan RLA tersebut. Ungkapan ini oleh Kemenag dikaitkan dengan moderasi beragama, bahwa Islam juga memberikan “rahmat” bagi pemeluk agama lain di Indonesia. Rahmat yang dimaksud adalah kebebasan dalam menjalankan kepercayaan masing-masing, mendapatkan jaminan keamanan pada kondisi damai, dan mendapat perlakuan yang sama dalam berbagai hal. Ini sekali lagi kata kuncinya adalah kebermanfaatan yang luas.

Bagaimana ungkapan RLA dalam konteks visi di atas?

Tujuan utama didirikannnya UIN Bandung (dulu IAIN) pada tahun 1968 adalah menjadi pusat pengkajian Islam. Tentu saja kajian yang didasari tetekon-tetekon ilmiah sehingga membedakannya dengan pusat kajian Islam lainnya. Tentu tidak sampai di situ, hasil pengkajian tersebut, berupa hasil Tridarma Perguruan Tinggi, harus dirasakan oleh masyarakat pada umumnya. Tidak boleh kampus menjadi menara gading yang kebermanfaatannya hanya dirasakan oleh sivitas sendiri, bahkan oleh personal sendiri. Produk kampus harus dirasakan orang banyak.

Itu sebabnya, semua kegiatan dan produk Tridarma Perguruan Tinggi harus diorientasikan pada aspek kebermanfaatan yang luas di atas. Produk yang dimaksud boleh jadi berupa alumni yang sangat siap menjadi problem solver persoalan di masyarakat, boleh jadi pula berupa hasil-hasil riset yang dapat dimanfaatkan masyarakat, dan boleh jadi pula pemikiran-pemikiran dosen yang menyentuh persoalan masyarakat, boleh jadi pula keterlibatan dosen dan mahasiswa dalam even-even kemasyarakatan.

Dalam RENSTRA UIN Bandung 2024-2029 disebutkan bahwa indikator RLA adalah sebagai berikut:

Pertama, mampu menjalin kerjasama dengan berbagai pihak di dalam dan luar negeri untuk promosi dan sosialisasi berbagai produk pendidikan, riset, PKM, publikasi, dan layanan agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan DUDI (Dunia Usaha dan Dunia Industri) pada tingkat nasional maupun regional;

Indikator pertama ini adalah aspek kebermanfaatan UIN Bandung dalam produk Tridarma Perguruan Tinggi. Kebermanfaatan itu dirasakan oleh masyarakat dan khususnya Dunia Industri (DUDI). DUDI disebutkan secara khusus karena amanat regulasi untuk menyesuaikan SDM dengan kebutuhan DUDI.

Kedua, meningkatnya implementasi wawasan kebangsaan, kecintaan terhadap empat pilar kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan cinta NKRI) dari Tridarma PT civitas academica Universitas dan memberi dampak pada lingkungan sekitar;

Indikator kedua ini adalah aspek kebermanfaatan UIN Bandung bagi bangsa dalam penguatan Wawasan Kebangsaan, wawasan yang menjadi salah satu program prioritas Kementerian Agama.

Ketiga, meningkatnya Indeks Moderasi Beragama (IMB), kerukunan hidup beragama, dan Indeks di Jawa Barat, nasional, dan regional;

Indikator ketiga ini terkait aspek kebermanfaatan UIN Bandung bagi bangsa dalam penguatan Wawasan Moderasi Beragama, wawasan yang juga menjadi salah satu program prioritas Kementerian Agama. UIN Bandung wajib berkontribusi dalam penguatan Moderasi Beragama di Jawa Barat.

Indikator ini menuntut semua civitas akademika memiliki mental moderat dan inklusif. Kedua mental ini penting untuk memberikan garansi bahwa pelayanan dan kebermanfaatan yang diberikan bersifat inklusif bagi siapa saja, termasuk di dalamnya kelompok di luar komunitas mainstream.

Keempat, berpartisipasi aktif dalam kegiatan kemanusiaan di tingkat internasional. Indikator keempat ini terkait visi kebermanfaatan UIN Bandung di kancah internasional, mulai dari Asia Tenggara.

Relasi Rahmatan Lil Alamin dengan Paradigma Wahyu Memandu Ilmu (PWMI)

Apa relasi antara keduanya? RLA sama sekali tidak mengganti apalagi menghapus PWMI. Keduanya merupakan dua sudut yang berbeda. PWMI adalah penjelasan tentang paradigma yang dianut UIN Bandung, dan ini masih diberlakukan. Adapun RLA adalah sudut kebermanfaatan dari semua produk UIN Bandung, termasuk produk PWMI.

PWMI adalah sebuah peneguhan interkoneksi antara “ilmu agama” dan “ilmu umum”, sebuah peneguhan relasi wahyu dengan ilmu pengetahuan. Tidak mendikotomikan, melainkan mengsaling-hubungkan antar keduanya. Produk dari paradigma ini harus dirasakan oleh sebanyak-banyaknya orang. Di sinilah peran RLA.

Membangun Paradigma RLA
UIN Bandung saat ini memiliki kurang lebih 35.000 mahasiswa dan 800 orang dosen yang di antaranya ada 80 guru besar. Lembaga ini diperkuat dengan infrastruktur yang sangat memadai. Dukungan masyarakat terhadap lembaga ini tidak perlu diragukan lagi, terbukti untuk tahun ini, UIN Bandung menjadi PTKI yang paling banyak diminati oleh calon mahasiswa. Lembaga ini semakin terhormat tatkala menempati urutan pertama di kalangan PTKI versi perangkingan Webometrics dan Schimago. Publikasi lembaga ini juga terbaik versi SINTA.

Ini adalah keunggulan sekaligus modal yang amat penting untuk menjadikan UIN Bandung sebagai lembaga yang dapat merealisasikan visi RLA. Dengan modal yang kuat tersebut amat sangat disayangkan jika lembaga ini tidak memberikan kontribusi berarti bagi bangsa dan negara.

Setiap tahun digelontorkan anggaran tidak sedikit untuk membiayai penelitian dosen UIN Bandung. Dosen pun harus menulis sebagai prasyarat untuk kenaikan pangkat dan pemenuhan kewajibannya. Setiap tahun ada sekitar 6.000 mahasiswa melakukan riset. Ada kurang lebih 1000 riset setiap tahun dihasilkan oleh dosen dan mahasiswa. Ini jumlah publikasi yang tentunya tidak sedikit. Pertanyaan mendasarnya, sejauh mana jumlah publikasi tersebut memberikan dampak bagi masyarakat? Atau sejauh mana publikasi tersebut diketahui oleh masyarakat?

Ada kurang lebih 6000 lulusan dikeluarkan oleh UIN Bandung. Mereka berasal dari berbagai tempat, bahkan berbagai provinsi di Indonesia, bahkan beberapa negara. Pertanyaan yang sama: Setelah menjadi alumni, apa yang mereka sumbangkan bagi lingkungan tempat tinggalnya? Atau, seberapa persen dari jumlah tersebut yang tersebut oleh dunia kerja?

Ini adalah kegelisahan-kegelisahan yang sedang dihadapi oleh UIN Bandung. Kita tidak boleh hanya asyik dengan dunia kampus dan menjadi menara gading yang tidak acuh dengan perkembangan sekitar, atau tidak dilirik oleh masyarakat. Kita harus memberikan manfaat sebanyak-banyaknya.

Inilah dasar kenapa visi RLA dihadirkan. RLA hadir untuk menjawab kegelisahan-kegelisahan tersebut.

Rosihon Anwar, Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

 

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *