[www.uinsgd.ac.id] Sejak dikeluarkannya tujuh nama Perguruan Tinggi Negeri (PTN) ternama di Indonesia yang terpapar radikalisme, salah satunya ITB, maka Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan seluruh aparat keamanan sedang gencar menangkal paham dan gerakan ini menyebar. Pengamanan secara langsung pada kampus yang terindikasi maupun pencegahan yang dilakukan di tiap kampus melalui sosialisasi pada mahasiswa turut menjadi langkah mereka melindungi kampus dari terorisme radikalisme.
Polisi Daerah (Polda) Jawa Barat menjadikan momen masa orientasi mahasiswa baru sebagai kesempatan tepat untuk melakukan sosialisasi baik dalam jenis seminar, penyuluhan dan sebagainya. Sebagai satu-satunya kampus Islam negeri di Jawa Barat, UIN SGD Bandung juga turut mengadakan sosialisasi terkait radikalisme dan terorisme di kampus pada masa orientasinya yang disebut Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK).
Orasi ilmiah yang dilaksanakan pada Senin, (27/8/2018) di Aula Anwar Musaddad ini diisi oleh perwakilan Polda Jawa Barat yang menajdi pakar terorisme dam keamanan negara yang kali ini diwakili oleh Asep M Hamin selaku Kepala Bagian 1 Keamanan Negara Polda Jawa Barat. “Kita harus sepakat dulu, bahwa kita menolak terorisme dan radikalisme dalam bentuk apapun,” tegasnya sebelum memaparkan materinya didampingi Wakil Dekan 3 Fakultas Adab dan Humaniora, Dadan Rusmana selaku moderator.
Mahasiswa Menjadi Sasaran Empuk Terorisme Radikalisme
Pemikiran idealis mahasiswa sebagai anak muda penerus bangsa menjadi salah satu sasaran empuk para teroris dalam menjaring anggota dan menebar paham radikalisme tersebut. Inilah yang menjadi alasan penting mengapa saat ini Polda Jawa Barat menggencarkan sosialisasinya terkait terorisme radikalisme kepada mahasiswa karena merasa mereka memiliki tanggung jawab menyampaikan untuk melindungi bangsa.
Selain mahasiswa yang mudah dipengaruhi oleh paham radikalisme ini, Asep M Hamin juga menjelaskan, orang-orang yang memiliki banyak beban atau orang yang merasa sama sekali tidak memiliki beban akan lebih mudah terpengaruh dan menjadi target yang bisa dijejeli paham-paham radikalisme dan masuk penjaringan.
Fenomena bahwa mereka sangat gencar menjaring mahasiswa saat ini yang sudah jelas kita lihat adalah banyak terorisme yang berasal dari ITB dan merupakan mahasiswa dari Jurusan-jurusan eksakta. “Mahasiswa ITB jurusan Kimia, pertambangan, itu biasanya mudah terekrut dan menjadi sasaran para terorisme,” Ungkap Asep, Senin (27/8/18).
Adapun penyebaran atau penjaringan ini biasanya bergerak di organisasi-organisasi kampus. Para teroris biasanya mengetahui agenda-agenda apa saja yang ada di dalam kampus, organisasi kemahasiswaannya maupun kegiatan ekstrakulikulernya. Hal ini guna melancarkan strategi persebaran mereka dengan menyusup ke organisasi atau agenda-agenda kegiatan di kampus.
Pentingnya pemaparan mengenai terorisme radikalisme hari ini, menurut Asep mahasiswa baru harus dibekali karena kebanyakan mereka baru menginjakkan kakinya di Bandung dan belum mengenal kultur daerah Bandung bahkan mungkin Jawa Barat. Maka dengan begini, kewaspadaan sejak dini harus mulai dibentuk.
Selain itu, Kepala Bagian 1 Keamanan Negara Polda Jabar ini menerangkan bahwa peran media sosial juga turut andil menjadi tantangan keberagaman. Menyebarnya paham-paham radikal dan propaganda teroris lebih meroket melalui media sosial. Belum lagi isu-isu hoax yang tersebar yang dapat memecah belah keberagaman ini.
Dalam hal ini Asep menuturkan bahwa ada beberapa upaya yang dapat negara lakukan untuk mengatasi pudarnya keberagaman ini, “Menjaga pertumbuhan ekonomi dan stabilitas ekonomi politik serta menjadi gen patuh hukum. Selain itu kita juga harus menumbuhkan kesadaran akan keberagaman kita ini,” jelasnya.
Peran Mahasiswa Adalah Lini Paling Penting
Sebagai lini yang paling rawan dan memiliki pemikiran rasionalis dan logis ini, mahasiswa memiliki peranan yang amat penting dalam penyebaran paham radikalisme ini. Asep M Hamin mengambil tiga poin penting dari peran mahasiswa, “Menjadi generasi yang patuh hukum dan norma, menjadi agent of change dan menjadi generasi pembelajar,” jelasnya kepada seluruh mahasiswa di gedung Anwar Musaddad tersebut. Senin (27/8/18)
Dalam akhir bahasannya, Asep memberi informasi penting mengenai ciri-ciri kelompok radikalisme yang dapat kita temui dimana saja. Biasanya kelompok radikal teroris tersebut senang memisahkan dari masyarakat umum, merasa benar sendiri dan menyalakan paham ajaran agama yang umum dan menganggap kafir bila tidak bagiannya, membentuk pengajian tersendiri dengan lebih memilih tempat yang tidak diketahui orang banyak. Selain itu mereka tidak mengenal haji dan umroh, juga tidak memakan daging hewan yang dipotong oleh orang lain.
Salah satu mahasiswa baru peserta PBAK UIN SGD 2018 dari Jurusan Adab dan Humaniora, Firda mengaku sangat beruntung bisa mendapatkan materi terakait radikal sejak awal, ”Kadang kita suka takut kalau di UIN itu banyak radikalisme atau aliran-aliran ya gitulah, karena kita kan kampus Islam takutnya teroris lebih ngincer kita. Dengan adanya orasi ilmiah tadi jelas bermanfaat banget jadi kita bisa waspada tinggal di Kota orang begini,” komentar mahasiswa asal Sukabumi ini.
Ia juga menambahkan bahwa sebelumnya ia tidak tahu cara membedakan kelompok-kelompok radikalisme, tetapi setelah pemaparannya Perwakilan Polda Jabar tadi Firda menjadi tahu. Dia akan lebih berhati-hati dalam bergaul maupun lebih selektif berorganisasi di dalam maupun luar kampus. (Tasya Augustiya, Elsa Yulandri)