Buku ini, semula merupakan kumpulan bahan perkuliahan penulisnya pada Mata Kuliah Kaifiyat Mujadalah. di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung. Sebagaimana dimaklumi bahwa Fakultas Dakwah, merupakan lembaga akademik yang secara kefakultasan mendalami dan mengembangkan keilmuan dakwah. Dakwah sendiri berarti menyeru untuk mengikuti sesuatu dengan cara dan tujuan tertentu. Ketika dakwah dikaitkan dengan Islam, pengertiannya berarti, menyeru ke jalan Allah yang melibatkan unur-unsur penyeru, pesan, metode, media, objek dan tujuan. Dengan kata lain berarti merubah sesuatu situasi ke situasi yang lebih baik sesuai dengan ajaran Islam
Dengan demikian, tujuan diadakan dakwah adalah merubah pemahaman, sikap dan perilaku mad’u ke arah yang sesuai dengan pesan dakwah dalam rangka memperoleh ridha Allah. Tujuan tersebut kemudian dikaji oleh Ilmu Dakwah dengan menempatkan objek materialnya, perilaku keislaman dalam berislam. Sedangkan objek formanya yaitu perilaku keislaman dalam melakukan Tabligh , Irsyad, Tadbir dan Tathwir.
Untuk berdakwah terdapat beberapa metode yang diisyaratkan Qur’an, diantaranya: Hikmah, Mauidhoh, Mujadalah, Tabsyir, Indzar, Amar ma’ruf dan Nahyi Munkar. Dengan demikian, mujadalah merupakan salah satu metode dakwah. Sebagaimana di dalam Alqur’an secara eksplisit diungkapkan: Wajaadilhum Billati Hiya Ahsan (QS. Annahl: 125). Sedangkan kajian tentang metode itu disebut Kaifiyat. Sehingga hubungan antara Kaifiyat dan Mujadalah berarati metode atau teknik mujaadalah.
Sehubungan dengan itu, kehadiran buku ini, yang semula berjudul Kaifiyat Mujadalah, lalu atas kebijakan penerbit diberi judul Teknik Debat dalam Islam). Pada dasarnya buku ini merupakan upaya penulisnya untuk turut mengembangkan Ilmu Dakwah, khususnya dalam pengembangan salah satu unsur dakwah yaitu metode dakwah. Diantara metode dakwah itu ada Mujadalah. Dimana Kaifiyat Mujadalah, bukan hanya relevan dengan Ilmu Dakwah, tetapi juga sangat penting, mengingat mujadalah sebagai salah satu metode yang membangun keajegan dakwah. Oleh karena itu, tuntutan ilmiah bagi umat Islam untuk bagaimana memahami, mengkaji dan menggunakan mujadalah tersebut, penulis memandangnya sebagai salah satu kebutuhan dan keharusan.
Mujadalah sendiri, merupakan salah satu metode dakwah. Metode dalam bahasa arab disebut uslub, tarikhah, minhaj, nidzam atau kaifiyah, yang berarti cara, jalan atau teknik. Seangkan maknanya berarti, cara untuk menyampaikan sesuatu. Sedangkan yang disebut metode dakwah berarti, cara yang dipakai atau digunakan untuk menyampaikan pada tujuan dakwah.
Sebagai sebuah metode, Kaifiyat Mujadalah telah berkembang sebagai bagian dari khazanah Islam yang realitif tua. Kemunculannya seiring dengan masa berkembangnya kegairahan umat Islam dalam mengkaji keilmuan, yaitu sekitar abad ke 4 Hijriyah. Sejak saat itu, mujadalah di dunia Islam tumbuh dengan suburnya, dan berkembang dengan semaraknya. Hal itu mengingat mujadalah bukan hanya sebagai metode dakwah secara khusus, tetapi merupakan bagian dari metode pendidikan, politik dan sebagainya.
Namun, seiring dengan fluktuasi sejarah umat Islam yang kemudian mengalami kemunduran peradaban, maka mujadalah-pun tidak luput dari keterpurukan. Ia menjadi tenggelam seakan terseok ke dasar lautan. Lama dalam keterpurukan, upaya-upaya penggalian kembali khazanah Islam yang tenggelam tersebut, dimulai kembali seiring dengan masa kebangkitan umat Islam pada abad 15 Hijriyah.
Oleh karena itu Kaifiyat Mujadalah-pun seakan “asing”, meskipun ia sebagai salah satu khazanah umat Islam yang cukup penting. Dengan demikian kelahiran buku ini pun dalam rangka meningkatkan pengenalan, pemahaman dan pengamalan Kaifiyat Mujadalah ini, walaupun penulis nya menyadari, ini merupakan langkah “berani” untuk mengisi kelangkaan literatrur mengenai metode dakwah tersebut. Sehingga berbagai kekurangan buku ini akan menjadi bagian dari bahan koreksi semua pihak.
Buku ini selain penting bagi mahasiswa Fakultas Dakwah sebagai pendalaman metode dakwah, juga dapat digunakan mahasiswa oleh Fakultas Tarbiyah sebagai salah satu metode pendidikan dan pengajaran. Begitu juga bisa digunakan oleh mahasiswa Fakultas Syariah, sebagai metode untuk pengembangan argumentasi di pengadilan, serta dalam rangka memperkaya khazanah lobi dan persidangan serta uji argumentasi dalam pengambilan keputusan.
Bahkan lebih dari itu, sesuai dengan isinya, buku ini berguna juga bagi masyarakat umum yang memiliki ketertarikan dan keterpautan dengan permasalahan uji argumentasi. Sebagaimana Mujadalah merupakan suatu metode berargumentasi tentang bagaimana mengemukakan pendapat, bagaimana mengujinya serta bagaimana mempertahankannya, dengan menggunakan alur argumentasi yang sesuai dengan kaidah nalar dan masuk akal.
Oleh karena itu, Mujadalah dalam penggunaannya yang luas, bisa digunakan dalam berbagai bidang. Bidang politik misalnya. Setiap kali ada rancangan undang-undang yang mau disyahkan menjadi undang-undang baru, perlu diperdebatkan di perlemen terlebih dahulu. Sewaktu ada pemilihan presiden, diadakan debat di depan layar televisi, tentang program kerja yang akan dijalankan masing-masing kandidat. Setiap calon diberikan kesempatan menyampaikan kekuatan atau kehebatan programnya, dan juga menunjukan kelemahan program lawannya. Para pemirsa televisi dapat menentukan pilihan mana yang dinilai lebih baik untuk pilihan nantinya.
Dalam dunia pendidikan, argumentasi banyak digunakan dalam melatih keterampilan berargumentasi, berbicara dan menyimak. Bahkan, dalam kehidupan sehari-hari, yang tidak terlepas dari kompleksitas bersikap, berbicara dan menulis, kiranya buku ini juga berfaedah dalam memberikan kerangka agar semua sikap keseharian itu lebih berkualitas logis dan berkualitas metodis.
Dalam bidang keagamaan sering pula diadakan debat atau hujjah tentang suatu persoalan yang menyangkut Teologi, Hukum dan sebagainya. Seperti dalam bidang hukum, dalam Islam diperdebatkan apakah tapai merupakan makanan haram atau tidak, karena didalamnya mengandung unsur alkohol. Untuk menentukan jawaban yang dapat diterima, diperlukan adanya perdebatan yang dilakukan oleh beberapa orang ahli. Masing-masing ahli menyampaikan argumentasi masing-masing. Bagi yang menyatakan tapai haram harus mengemukakan argumentasinya yang lengkap; sebaliknya yang menyatakan tapai itu bukan makanan haram, walaupun ada unsur alkohol di dalamnya juga harus menyampaikan argumentasinya yang sebaik dan sekuat-kuatnya. Selanjutnya, hasil perdebatan itu dicarikan rumusan yang dapat diterima. Rumusan itu dibuat berdasarkan argumen yang dipandang paling kuat dan logis.
Dalam persidangan atau pengadilan, kita jumpai pula adanya debat. Di sini, kemampuan berdebat itu sangat memainkan peranan penting. Seorang pengacara yang laris biasanmya disebabkan dia merupakan orang yang dapat berargumen atau berdebat dengan baik di depan persidangan. Pengacara tersebut harus mampu menolak argumen penuntut umum mengenai kesalahan yang dilakukan oleh tertuduh, dan sebaliknya mampu pula berargumentasi dengan baik membela tertuduh. Dalam hal ini, hakim dengan seksama, memperhatikan argumen mana yang paling kuat antara penuntut umum dengan pembela.
Dalam hal ini amat terasa kegunaan kemampuan berargumentasi. Bila suatu ketika, kita berada di kursi tertuduh karena suatu tuduhan melakukan pelanggaran hukum misalnya, maka kita dengan sekuat tenaga dan pikiran harus mampu berusaha melakukan pembelaan dengan memberikan argumentasi yang logis dan masuk akal. Namun bila sebenarnya tidak bersalah, tapi tidak mampu membela diri darituduhan, besar kemungkinan akhirnya kita memang dipersalahkan.
Kemampuan berargumentasi memang tidak saja diperlukan di depan sidang parlemen, di depan televisi dalam pemilihan calon presiden, atau di depan pengadilan, tetapi juga banyak kegunaan lain di dalam kehidupan. Dalam kegiatan bisnis misalnya, tidak jarang suatu produk menjadi laris dipasaran disebabkan kepandaian pemilik usaha mengiklankan barang dagangannya dengan gencar dan dengan argumen yang meyakinkan banyak orang.
Sedangkan yang paling penting dalam teknik ber-mujadalah sendiri adalah kecerdasan membangun, mengkritisi dan mempertahankan alasan (argumentasi), karena dalam Mujadalah argumentasi benar-benar diuji. Oleh karena itu, kedalaman pemahaman dan kepiawaian dalam menseleksi dan menggunakan kata-kata, merupakan sesuatu yang sangat mendasar. Jangan sampai terjadi seseorang mengatakan sesuatu tetapi tidak tahu makna dan hubungannya (asal bunyi). Jika itu terjadi, maka peserta Mujadalah seakan telah menggali lobang untuk kuburannya.
Di samping itu, ia juga tertuntut untuk dapat mengupayakan, bagaimana memperkokoh argumentasi yang menjadi alasan setiap pernyataan. Bersama itu pula analisa dan daya kritis yang tajam terhadap setiap penyataan lawan mujadalah. Untuk itu, perlu sebuah kepiawaian kerja nalar dalam melihat berbagai peluang untuk memberikan keyakinan pada lawan dan memberi bukti kelemahan argumentasi lawan. Dalam hal ini, diperlukan ketelitian menangkap alasan yang digunakan lawan, dan berpijak dari alasan yang digunakan lawan untuk melakukan serangan balik yang mematikan dan memuaskan semua pihak. Jika itu terjadi, maka hasilnya akan menjadi sebuah kebenaran yang dapat diakui semua pihak.
Demikian paparan sekilas buku ini. Untuk selanjutnya, selamat mebaca…Wallahu A’lam.
Judul : Teknik Debat Dalam Islam
Penulis : Nanih Machendrawaty dan Aep Kusnawan
Penerbit : Pustaka Setia,
Cetakan : 2003
Tebal : 360 halaman
ISBN : 979-730-254-7