Tanggal 1 Noveber 2020 M, jemaah Indonesia kembali diizinkan pemerintah Arab Saudi untuk melaksanakan ibadah umrah. Kesempatan ini disambut suka cinta oleh sebagian calon jemaah terutama yang rencana keberangkatannya ditangguhkan karena covid 19. Meski demikian, karena masih terkait dengan suasana dampak pandemi, pelaksanaan umrah di era baru ini, memiliki regulasi baru yang memberi pengaruh terhadap rumitnya pelaksanaan ibadah umrah.
Standar protokol kesehatan covid 19 yang menghajatkan menjaga jarak fisik dan sosial, memberi efek rembesan terhadap berubahnya banyak hal dalam pelaksanaan ibadah umrah. Dimulai dari pembatasan usia calon jemaah, ketatnya pemeriksaan kesehatan, naiknya biaya perjalanan, dihilagkankannya muthowwif asal Indonesia sebagai pemandu perjalanan, sampai pelaksanaan ritual umrah yang diatur oleh aplikasi yang cenderung menggoreskan masalah.
Untuk ragam tingkat kerumitan ini, tentu saja tidak boleh dilihat dari sudut pandang negatif. Sebab, dalam sudut pandang ini, ibadah umrah sebagai penyempurna keberimanan yang dijanjikan Allah sebagai penghapusan dosa-dosa akan menjadi sesusatu yang menakutkan. Sebagai orang beriman, dimana yakin sepenuhnya akan kasih sayang Allah, serumit apapun tahapan ibadah umrah, akan menjadi sebuah perjalan yang tidak hanya menantang namun juga menyenangkan. Untuk bertamu dan bertemu dengan Allah, tentu tidaklah semudah membalikan telapak tangan namun juga tidak sesulit memindahkan rembulan kepangkuan tangan.
Dalam nalar keimanan, pandemik covid 19 yang telah meluluh lantakan semua sektor kehidupan tidak terkecuali pelaksanaan ibadah umrah dan haji. Dalam metafor para ulama, sesungguhnya menjadi semacam madrasah yang akan membimbing dan mendidik orang beriman untuk naik kelas. Rumitnya pelaksanaan ibadah umrah pada era normal baru kali ini, bukan menjadi masalah yang menakutkan namun menjadi semacam ruang atau kelas ijtihad sekaligus medan jihad yang tidak hanya mencerdaskan tetapi juga membebaskan.
Sekaitan dengan itu, dalam suasana era normal baru, sangat diperlukan reorientasi ibadah umrah dari nuansa wisata menuju spirit jihad. Dalam spirit wisata, seperti yang telah dilakukan oleh banyak jasa layanan umrah selama ini, jemaah serangkali dimanjakan dengan berbagai fasilitas layanan. Kenyamanan tarnsfortasi, akomodasi dan konsumsi, maksimalisasi layanan dan bimbingan, adalah hal yang lumrah. Namun di era ini, nuansa kenyamanan wisata ini harus dialihkan sementara pada spirit jihad.
Dalam catatan sejarah diketahui , ketika moda transfortasi udara belum ditemukan, untuk bertamu ke rumah suci, jemaah haji Indonesia harus menggunakan kapal laut. Melalui moda ini, selain memakan waktu tempuh yang sangat lama, juga ditemui sejumlah resiko perjalanan yang sangat tinggi. Dalam cerita tutur tinular orang tua, banyak jemaah haji Indonesia yang tidak bisa kembali ke tanah air karena kapalnya karam di telan badai.
Namun dengan spirit jihad yang tinggi, resiko perjalanan haji yang penuh bahaya, menjadi semacam medan juang dan pengorbanan di jalan Allah, hingga tidak lantas membuat jemaah dari seluruh dunia tidak bertamu ke rumah Allah.
Dalam spirit berjuang dijalan Allah, akan terpatri keyakinan bahwa Allah akan terlibat dalam seluruh rangkaian rumitnya perjalanan umrah. Allah tidak akan membiarkan para tamu-Nya berada dalam kesusahan. Tidak hanya itu, dalam spirit jihad, akan lahir inner energy yang bisa mengkondisikan setiap tantangan untuk menjadi peluang. Dan dalam setiap peluang, akan lahir inner teacher yang membimbing diri untuk mempersembahkan ibadah terbaik bagi Allah.
Bagi jemaah yang memiliki spirit jihad yang tinggi dan spirit membersembahkan ibadah yang terbaik Bagi Allah, Allah akan akan selalu menunjukan jalan termudah dan jalan keluar atas setiap masalahnya. Dalam surat Al-Ankabut :69 , Allah menegaskan, “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”. Semoga.
Dr. H. Aang Ridwan, M.Ag, Pembimbing Haji Plus dan Umroh Khalifah Tour, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Sumber, Pikiran Rakyat 10 November 2020.